39. Cicak Pembawa Sial

21 1 0
                                    

Tandai jika typo and happy reading guys
.
.
.

'Maaf membuat Caca kecewa, tapi ini pilihan yang terbaik. Caca harus selamat meski tanpa Rayyan'

'Rayyan tidak bisa membiarkan Caca ikut terlibat dalam situasi ini'

'I love you dear. Caca akan selalu menjadi rumah terbaik versi Rayyanka'

'Selamat tinggal'

Brakk!!!

Brakk!!!

Duarrrr!!!!

"RAYYANKA!!!"

Napas Caca terengah, mimpi itu seperti nyata.

Caca mengedarkan pandangannya, namun ia tak dapat mengenali dimana sekarang ia berada.

Tidak! Ini bukan rumah sakit, seperti kamar dengan nuansa klasik.

"Udah bangun?" Suara bass itu menyeruak hingga keseluruh ruangan. Menaruh nampan berisi bubur dan air yang ia bawa diatas nakas

"L-loe, kok ada d-disini?" Tanya Caca terbengong

Revano menghela napas, ia mendekati kasur king size yang Caca duduki dan ikut duduk disebelah Caca "Loe nggak inget kejadian kemarin?"

Hati Caca semakin diremas, membayangkan Rayyanka yang melemparnya keluar dari mobil hingga suara ledakkan itu mampu membuat air matanya mengalir deras

"G-gue inget..." Lidah Caca terasa kelu untuk sekedar menanyakan keadaan Rayyanka. Alhasil ia hanya dapat menumpahkan segelas kesedihannya dalam dekapan Revano

"Sstt... Jangan nangis. Luka loe cuma luka luar aja, nggak ada masalah yang serius," Tutur Revano.

Jujur wangi tubuh Caca membuat Revano mabuk kepalang, baru kali ini sebuah wangi yang jarang ia temui mampu membuat fetish nya muncul.

Sebelum ia tidak bisa mengendalikan dirinya, Revano segera mengurai pelukan "Loe mau makan, gue suapin"

Caca menggeleng, ia berusaha menghapus air mata yang masih mengalir deras "B-bawa gue k-ketemu Rayyankaaa," Ucap Caca lirih "Apapun itu g-ggue... Gue mau Rayyan"

Revano mengangguk, ia akan menuruti semua keinginan Caca asal gadis yang masih belum mengganti seragam sekolahnya mengisi perut nya terlebih dahulu.

"Van, please. Gue nggak bisa kayak gini terus," Caca menatap manik hitam di hadapannya. Ada rasa sedih, takut, cemas, dan lainnya yang tidak bisa dijabarkan dengan kata

"Ok," Jawab Revano singkat. Ia menggenggam tangan Caca yang terasa dingin. Tak lupa sebelum keduanya benar-benar keluar Revano sempat memakaikan jaket baseball miliknya ditubuh mungil Caca.

"Apapun yang terjadi nanti, jangan pernah menyesali sesuatu yang sudah berlalu. Semua ini bukan salah loe"

Revano menoleh kesamping. Memperhatikan wajah Caca yang terlihat pucat, sedari tadi gadis itu hanya menatap kearah jendela dengan air mata yang sesekali masih membekas dikedua pipinya.

"Turun," Titah Revano. Ia membukakan pintu untuk Caca dan mengajaknya ke sebuah pemakaman umum.

Tangis Caca pecah, hatinya serasa dicubit. Tidak mungkin kan karna kejadian kemarin Rayyanka telah--

"Rayy," Panggil Caca lirih. Bahkan saat ini kedua kakinya terasa lemas, ia tak dapat menopang berat tubuhnya. "Please, jangan tinggalin gue... Hiks hiks... Mau jadi apa gue kalau tanpa loe?"

"Balik Ray balik!!" Raung Caca. Bahkan kini seragam putih yang Caca kenakan sudah tidak berbentuk lagi. Noda kecoklatan akibat tanah yang ia pijak masih basah karna hujan semalam

RADICAOù les histoires vivent. Découvrez maintenant