29. Mind Blow

7.6K 716 56
                                    

Nora pov
Jika ada orang yang sangat antisipatif, Sacha lah orangnya. Hari ini si Bian ngajak Clarissa bicara dan bilang kalo Sacha belum putus dari dia, tentu ini bikin Clarissa blingsatan. Yaiyalah, ada cewek cantik bilang kalo dia pacarnya pacar lo, lo sudah seharusnya merasa terancam kan? Untung gue sempet ngabarin Sacha perihal Bian nyamperin Clarissa ini.

Sisi antisipatif yang gue maksud dari Sacha adalah dia menerima ajakan Clarissa yang sedang emosi berat untuk ngomong dan gue sekarang nemenin Clarissa buat ngomong ke rumah Sacha. Di rumah Sacha udah ada seorang cewek yang gue rasa adalah kuasa hukum Sacha dalam kasus ini, karena cewek ini terlihat sangat tenang dan kehadirannya sedikit banyaknya mempengaruhi ketenangan Sacha.

"Feby tadi nyamperin kamu ya?" Sacha langsung bertanya ketika kami sampai dan mendudukkan diri di sofa ruang tamunya.

"Ya, dan dia bilang dia masih pacaran sama kamu" Jawab Clarissa agak dingin.

"Ini Riri, temen aku dari SMA, dia tau soal Febian, biar dia yang cerita" Sacha memperkenalkan temannya yang tersenyum kepada kami.

"Waktu SMA dulu, Bian sama Stiffy a.k.a Sacha memang deket banget, tapi sehabis lulusan mereka ada masalah dan memutuskan untuk menjauh satu sama lain" Jelas Riri.

"Terus kok bisa dia bilang dia masih pacar Sacha?" Tanya Clarissa agak emosi, gue tau betapa mengganggunya ucapan Bian di kepala Clarissa sekarang.

"Itu masalahnya, pas lagi baru-barunya mereka pisah, Bian pindah kuliah ke Jakarta dan sempet kecelakaan. Kecelakaan itu bikin lobus frontal otaknya mengalami gangguan. Intinya, persepsi Bian soal Stiffy itu sekarang adalah mereka belum putus, ingatan Bian soal mereka putus kayaknya hilang waktu dia kecelakaan dan persepsi Bian soal waktu juga jadi bias. Dia selalu ngira dia baru aja marahan sama Stiffy padahal yah udah bertahun-tahun yang lalu." Penjelasan Riri kali ini mind blowing banget. Gue bingung mau kasian sama Sacha, Bian atau Clarissa.

"Jadi, mau berapa kali pun aku bilang putus sama Bian, dia ga bakal ingat, otaknya bakal terus-terusan salah ngasih info soal aku" Ujar Sacha lemah.

"Jadi Sa, Stiffy sama Bian sudah ga ada apa-apa, kamu ga harus khawatir" Riri menatap Clarissa dengan tatapan menenangkan sedangkan Sacha masih terlihat murung.

"Tuh Sa lo jangan terpengaruh, Sacha pacar lo seorang kok" Gue menepuk bahu Clarissa yang masih terdiam.

Sacha pov
Sejak Nora menghubungi gue bahwa si Feby ngajak Clarissa ngomong, gue langsung gesit menghubungi Riri, karena Riri adalah orang yang bisa gue jadiin saksi selain itu Riri kuliah di bidang hukum jadi keterlaluan banget kalo dia ga bisa buktiin kalo gue ga bersalah. Jadi berkat Riri dan Nora hari ini gue terselamatkan.

"Kamu queen bee sekolah ya?" Tanya Riri kepada Clarissa membuat Clarissa agak terkejut.

"Gak kak, saya biasa aja kok" Jawab Clarissa sopan.

"Tapi dia emang paling cantik seangkatan kok" Nora menyenggol Clarissa yang tersipu malu.

"Cewek paling cantik seangkatan ya? Always ya Big Stiffy" Kerling Riri ke gue membuat Clarissa menatap gue sinis.

"Ya ampun Ri, pulang gih lo masalahnya udah kelar ni" Usir gue khawatir si Riri embernya kumat.

"Eh jangan pulang dulu kak, gak apa cerita-cerita aja dulu" Ujar Clarissa ke Riri tapi tatapannya ke gue.

"Mau nanya-nanya yah? Nanya apa nih?" Ujar Riri melirik gue.

"Iya, soal cewek paling cantik seangkatan, dulu angkatan kakak emang siapa?" Tanya Clarissa menyelidik.

"Ya yang tadi nyamperin itu loooh" Si Riri ternyata bukanlah ember bocor, tapi baskom jebol.

"Woo jadi Sacha suka deket sama yang paling cantik gitu ya?" Sekarang Nora ikut-ikutan jadi kompor.

"Iya dia suka tantangan, suka yang susah, suka yang banyak fansnya, biar dia berasa cakep kalo berhasil dapetnya" Gue rasa Riri kesurupan iblis setelah tadi jadi malaikat penolong gue.

"Ooh gituuu" Clarissa manggut-manggut sambil melirik gue.

"Itu kan dulu, sekarang gue mah suka yang pasti-pasti aja" Gue berusaha memperbaiki image gue.

"Gak usah ngomong gitu deh mending dibuktiin aja kalo emang bener sekarang gitu" Potong Clarissa jutek.

"Eh udah sore nih" Nora menyelamatkan suasana.

"Iya, kita kudu pulang nih" Sahut Clarissa.

"Kamu udah ga marah kan?" Tanya gue memastikan.

"Gak kok, tapi awas kamu ganjen ya" Clarissa mencubit perut gue, bukan cubitan mesra, tapi bener-bener cubitan ganas.

"Iyaa iyaa duile itu jempol apa capit sih tajem amat" Sungut gue mengelus perut gue yang sudah pasti sekarang warnanya minimal ungu terong.

"Hehe yadah kita pulang dulu ya dadaaah" Clarissa pamit di ikuti Nora yang melambaikan tangan lalu menghilang di balik pintu rumah gue.

"Gila lo Ri, ember banget" Protes gue sambil melempar bantal sofa ke arah Riri yang langsung terkekeh geli.

"Hahahaha lo bilang makasih kek ke gue, lagian lo apa susahnya sih ngomong gitu doang ke pacar lo sendiri? Katanya mau jadi guru jelasin gitu doang kewalahan" Riri ngebacot tapi ada benarnya juga.

"Iya deh makasih lo udah bantuin gue" Ucap gue dengan ikhlas.

"Lo banyakin jujur gih ke Clarissa" Riri menasehati gue.

"Gue ga pernah bohong kok ke dia" Ujar gue, iye sumpe deh ga bohong.

"Iya lo ga bohong tapi lo ga cerita ke dia, ntar dia sering salah paham ke lo kan lo juga yang susah Fy" Riri memberi gue penjelasan.

"Iya Ri, gue bakal banyak cerita ke dia. Gue kemarin belum siap aja cerita soal Febian, gue takut dia ga percaya" Sahut gue lemah.

"Iya tapi lo wajib banget sebenernya peringatin dia soal Febian lo tau kan betapa berbahayanya hal ini" Ujar Riri mulai terlalu bersemangat.

"Iya Ri gue ga bakal biarin dia apa-apain Clarissa" Ujar gue mantap.

To be continued

Dear Readers,
Thanks for always waiting me writing this not-so-hits story. Jika bukan karena kalian, apalah author ini.

Sincerely yours,
SteCo.

Swagger TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang