56. Twelve Hours of Bad Luck

5K 502 134
                                    

Sacha pov
Kepala gue terasa sangat berat tapi gue memaksakan diri membuka mata. Samar-samar penglihatan gue mulai jelas. Gue berbaring di sebuah tempat tidur agak besar dan terasa empuk. Insting pertama gue adalah lanjut bobo cantik karna pewe banget tapi gue merasa penasaran karna ini terasa asing. Kenapa gue ada disini?

Gue mencoba mengingat-ngingat. Oh iya tadi sore gue ketemu Tania, temen lama gue. Terus doi ngajak ke rumahnya. Terus gue makan nasgor ga enak. Setelah itu gue ga inget lagi.

Gue berusaha buat bangun tapi tangan gue ga bisa gerak. Tangan gue terikat dengan sejenis tali berserat licin tapi cukup kencang bikin gue ga bisa lepasin kedua tangan gue. Gue panik. Gue mengedarkan pandangan ke sekitar. Gue harus minta bantuan.

Lalu Tania muncul dari sebuah pintu yang sepertinya adalah kamar mandi. Dia menggunakan handuk di badan dan di kepalanya. Gue berusaha ngomong ke dia tapi mulut gue juga tertutup sesuatu yang lengket. Mungkin lakban.

"Hey you're wake up" Sapanya ramah ketika melihat gue.

Gue melotot ke arahnya. Mencoba berkomunikasi dengan mulut tertutup adalah hal sia-sia tapi hanya ini yang gue bisa. Dia tersenyum melihat gue yang panik. Senyum yang manis seolah dia ga sedang mengikat gue.

"Lo pasti bertanya-tanya, kenapa gue lakuin ini ke lo" Ujar Tania. And of course gue bertanya-tanya.

"Inget ga Prom Night dulu lo ngapain aja?" Tanya Tania.

Well itu adalah malam yang gue sama sekali lupa. Gue cuma inget sampe bagian kelar Prom Night. Gue, Febian, Tania dan beberapa temen cewek lain ga pulang dari hotel dimana acara Prom Night kami di gelar karna Febian ultah dan mau ngerayain bareng sebelum lulusan. Tania bukan temen deket kami, tapi karna sepanjang acara doi gabung sama gue dan Febian maka kami ngajak dia juga.

Malam itu, kami bermain truth or dare. Permainan standar remaja kepo kalo ngumpul bareng temen-temen. Kami bermain di penthouse yang cukup luas just in case malam ini bakalan lebih wild. Gue ga pernah memilih truth, gue selalu memilih dare. Lagian darenya cuman disuruh minum seteguk vodka.

Setelah kami sudah cukup banyak minum, kami merasa pasti bakal lucu kalo kami mengerjai satu sama lain. Karena Tania adalah yang termuda dari kami (dia sebelumnya adik kelas tapi dia masuk kelas akselerasi), Tania adalah yang paling banyak dikerjain. Dalam sisa-sisa kesadaran gue, gue adalah orang yang mengingatkan yang lainnya untuk tidak bercanda keterlaluan.

"Inget gak?!" Bentak Tania. Gue menggeleng-geleng.

Dia bergerak mendekati gue. Menduduki perut gue. Membuat gue sesak nafas. Dia mendekatkan wajahnya. Menatap gue lekat-lekat. Dia lalu membuka penutup mulut gue.

"Lo yakin ga inget?" Tanyanya pelan namun menakutkan.

"I was so drunk. Lagian besoknya lo udah hilang. Gue kira lo buru-buru karna di cari orang rumah. Maaf gue ga nanyain lo waktu itu. Gue.. Hmmpppt" Dia lagi-lagi menutup mulut gue.

"Kayaknya lo harus gue ingetin dengan apa yang udah lo lakuin ke gue setelah lo bilang ke yang lain buat jangan keterlaluan, TAPI LO YANG PALING KETERLALUAN!!!" Tania berteriak di depan wajah gue sampe gue bisa liat amandelnya. Eh apa sih namanya yang bergelantung di dalam tenggorokan itu? Pokoknya dia teriak tepat di depan wajah gue.

Gue bukan takut dengan apa yang akan dia lakukan ke gue. Gue lebih takut membayangkan apa yang udah gue lakuin ke dia sampe dia semarah ini ke gue. Bisa dibilang ini dendam.

Dia lalu bangkit dan mengambil sesuatu. Astaga ga bisa apa dia pake baju dulu. Balas dendam dengan pake handuk gitu kurang cocok meskipun gue merasa sangat terancam dan ini sangat mencekam.

Swagger TeacherDonde viven las historias. Descúbrelo ahora