16. 💔 Distance 💔

2.3K 300 3
                                    


Nara POV

Seharian ini Yoongi sangat aneh. Ia memang tipe pendiam, tapi hari ini ia benar-benar seperti bukan dirinya.

Biasanya dia akan menatapku saat aku bercerita, memberikan tanggapan meski hanya 1 kata, namun aku tahu dia menyimak dengan seksama.

Terkadang tangannya akan bergerak mengacak-acak rambutku, menyentil keningku, atau mengadu lengannya dengan milikku saat kami berjalan beriringan.

Hari ini berbeda. Beberapa kali kudapati ia hanya menatap kosong saat aku berbicara padanya, terkadang aku harus mengulangi pertanyaanku lebih dari satu kali, melambaikan tangan didepan matanya, atau memberikan sentuhan padanya hanya untuk mendapatkan atensinya.

Jika ia mempunyai masalah, tentu saja aku ingin menolongnya, atau setidaknya menjadi telinga yang siap mendengar saat ia ingin berkeluh kesah atau sebagai pundak saat ia ingin bersandar atau mungkin menangis.

Aku ingin menjadi seseorang yang penting baginya, sebagaimana Yoongi menjadi seseorang yang sangat penting bagiku.

"Kau mau kemana?," pertanyaanku membuyarkan lamunan Yoongi yang sudah berjalan beberapa langkah didepanku.

Ia memandang sekitar dan baru menyadari bahwa ia sudah berjalan melewati kamarnya, bahkan kamarku. Salah tingkah, ia garuk lehernya yang tidak gatal sambil tertawa canggung.

"Oh.. Haha.. Aku.. Tidak fokus," dengan cepat ia berjalan kearah kamarnya.

"Sampai jumpa besok," dengan demikian ia menutup pintu kamarnya meninggalkanku sendiri di koridor apartemen bersama kebingunganku.

*****

Esok harinya pun seperti itu, Yoongi yang biasanya sudah bertengger di depan pintu apartemenku, menungguku untuk berangkat ke sekolah bersama, kini tidak terlihat batang hidungnya.

Mungkin ia masih di dalam apartemennya, fikirku. Aku berjalan mendekati pintu apartemen tetanggaku lalu mengetuknya. Entah mengapa aku sedikit khawatir seandainya ternyata Yoongi meninggalkanku.

Aku memang bisa berangkat sendiri, sangat bisa. Hanya saja aku menjadi paranoid, dengan fikiranku yang menyuarakan bahwa mungkin Yoongi tidak ingin lagi menjadi temanku, tetapi aku berusaha menghilangkan fikiran negatif tersebut.


"Oh, hai Nara," Chaerin eonni yang membuka pintu, tanpa eyeliner dimatanya membuatku menyadari bahwa ia dan Yoongi benar-benar mirip.

"Selamat pagi eonni. Apa Yoongi masih didalam?," aku membungkuk memberi salam sebelum mencuri pandang kedalam apartemen mencari sosok temanku itu.

"Dia.. sudah berangkat sejak tadi," ekspresi Chaerin eonni terlihat ganjal saat mengatakannya.

"Aah~ begitu rupanya, tumben sekali dia tidak menungguku hari ini. Baiklah. Terima kasih Eonni. Aku berangkat dulu," aku membungkuk sekali lagi sebelum berbalik, namun suara panggilan Chaerin Eonni menahanku.

Sambil memainkan jarinya secara canggung, Chaerin eonni seperti menghindari menatap mataku.

"Hmm.. Nara-ya.. Boleh aku minta sesuatu padamu?," tentu saja aku akan membantunya tetapi entah kenapa atmosfir disekeliling kami tiba-tiba terasa menyesakkan, seperti sudah berantisipasi dengan apa yang akan diminta oleh wanita sipit dihadapanku.

"Tentu eonni, apa itu?," aku berusaha memasang ekspresi senetral mungkin.

"Aku minta kau membantu Yoongi..



































Untuk menjauh darimu."

Senyum yang masih ku pertahankan diwajahku, seketika luntur.

Firasatku benar.

...bersambung...

Your Scent | MYG | R 17+Where stories live. Discover now