22.💧 Past Story 💧

2.3K 299 23
                                    


Nara POV


Aku berlari secepat mungkin.


Ya itulah yang selalu kulakukan.


Berlari dari orang-orang yang tidak menyukaiku.


Berlari dari segala perlakuan buruk yang ku dapat.


Berlari dari kenyataan pahit hidupku.


Mengapa harus aku??


Aku terlahir dengan seluruh organ tubuh yang dapat berfungsi secara sempurna, sama seperti kebanyakan orang.


Memiliki orang tua utuh yang selalu memenuhi kebutuhanku, sama seperti kebanyakan orang.


Aku bicara, menangis, tertawa, sama seperti kebanyakan orang.


Aku seorang anak yang bahagia sebelumnya...


...sama seperti kebanyakan orang.


Namun sejak aku duduk dibangku sekolah menengah pertama, semuanya berubah.


Bisnis orang tua ku semakin membaik, namun mereka semakin menjauh.


Mereka sudah pergi saat ku bangun di pagi hari, dan belum datang meski aku menunggu hingga mataku tidak mampu untuk terjaga di malam hari.


Suatu hari saat aku pulang dari sekolah, ku dapati mobil mereka yang sudah terparkir rapi di garasi membuatku bahagia dan segera berlari kedalam rumah untuk bertemu mereka.


Rindu.. Aku sangat merindukan mereka.


Namun yang ku dapati bukanlah senyuman hangat yang menanyakan, 'kau sudah pulang nak? Ada cerita apa hari ini?,' melainkan suara bernada tinggi, sebuah koper besar dan pecahan kaca yang berasal dari figura foto pernikahan orang tua ku.


"Aku kepala keluarga disini. Aku sudah mencukupi kebutuhan kalian. Untuk apa lagi kau bekerja? Tugasmu adalah mengurusi keluarga. Lihat sekarang, apa kau punya waktu untuk anakmu?," Ayah membanting sebuah vas, menambahkan kepingan beling yang semakin memenuhi penjuru lantai di ruang keluarga, membuatku ketakutan dan bersembunyi dibalik tembok.


"Cih.. Tidak bisa kah kau bercermin? Kau sendiri apa punya waktu untuk kami? Lagipula apa seorang perempuan tidak mempunyai hak untuk mewujudkan mimpinya?," ibu menarik kopernya bersiap meninggalkan ayah yang kembali berteriak.


"Jika kau berani melangkahkan kakimu keluar...


Jangan harap kau bisa menginjakkan kakimu kembali dirumah ini," suara Ayah pelan namun penuh penekanan. Ibu mematung, begitupun aku.


Namun yang terjadi kemudian membuat ayahku ikut mematung. Ibu kembali menarik kopernya, dan berjalan keluar. Seperti tidak peduli pada ancaman tersebut, atau memang tidak peduli pada apapun selain kemauannya.


Tidak peduli jika ia tidak boleh kembali kerumah ini, meski itu berarti ia tidak bisa lagi menemuiku.


Terkejut saat melihatku yang berdiri dibalik tembok dengan gemetar, ibu mendekat padaku namun tanpa sadar aku justru mundur menjauh darinya.


"Nar-.."


"Eomma mau kemana?," suaraku parau, air mataku sudah diujung pelupuk.


"Eomma ada urusan pekerjaan. Harus ke jepang untuk beberapa hari," aku tidak mencoba menghindar lagi saat akhirnya ibu menghapus jarak diantara kami dan mengelus rambut panjangku.


Your Scent | MYG | R 17+حيث تعيش القصص. اكتشف الآن