Part 1

3.3K 308 23
                                    

Sudah bisa kuprediksi dari lama kalau jadi murid kelas 11 itu mengerikan. Ada pelajaran tambahan pagi, tugas praktikum bertumpuk, guru-guru kelas 11 yang terkenal galak dan tentu yang paling menyulitkan; aku tidak sekelas lagi dengan Saga dan malah sekelas dengan Abimayu dan Bella! Padahal aku terlalu bergantung dengan Saga dalam hal pelajaran. Selama ini Saga yang selalu membantuku belajar, mengerjakan tugas atau membisikkanku jawaban saat aku di tanya guru.

Bukan karena aku anak super bodoh. Aku nggak akan diterima di SMU ini kalau aku bodoh. Tapi siapa yang tidak takut tidak naik kelas? Belum pernah ada siswa yang tidak naik kelas disekolahku. Belum pernah ada juga yang lulus hanya dengan nilai mepet pas-pasan. Semua teman-temanku berotak encer. Sebodoh-bodohnya siswa di SMU ku, mereka masih yang paling pintar disekolah lain. Masalahnya apapun bisa terjadi. Bagaimana bila aku tidak naik kelas? Aku bisa jadi legenda.

Baru tiga minggu pertama tahun ajaran baru, guru-guru sekolahku sudah rajin mengadakan praktikum dan memberi tes dadakan. Masalahnya, materi tesnya bukan materi siswa kelas 11 tapi materi kelas 10. Mana aku ingat? Judul film yang kutonton tadi malam saja aku lupa.

Aku menyenggol pelan bahu Helen, teman sebangkuku saat ini, takut ketauan pak Bambang, guru Matematika, yang duduk dimeja guru.

"Kamu inget nggak rumus soal ini nggak?" Bisikku.

"Agak." Jawab Helen.

Aku melirik kertas jawaban Helen. Mana yang bisa dia bilang 'agak' kalau separuh jawabannya sudah terisi sementara kertas jawabanku masih kosong? Dalam hal ini aku tidak bisa nyontek Helen, karena kami dapat beda soal.

Aku tau, bukan cuma aku yang putus asa. Dari belakangku, Abimayu meneror dengan terus-menerus mencolek punggungku. Daritadi aku sudah menggeleng, memberi tanda kalau aku juga tidak bisa. Bukannya cari sumber contekan lain, Abimayu malah semakin bernafsu, kali ini pakai acara menendang kursiku segala. Apa tanda isyaratku kurang jelas? Haruskah aku menempelkan lembar jawabanku yang masih kosong ini kejidatnya?

Andai aku orang yang pemarah, pasti aku sudah ngamuk daritadi. Hm, bukan, seharusnya sudah dari kemarin; soalnya Abimayu dan teman sebangkunya saat ini, Agas susaaah sekali ditagih uang LKS. Sebagai bendahara pembayaran LKS, anak-anak seperti Abimayu dan Agas selalu berhasil membuatku stress. Sudah tidak mau bayar, mereka kompak menggunakan waktu menagih untuk menggangguku. Padahal aku yakin mereka punya uang, wong sama-sama berangkat sekolah naik mobil.

"Johan, kok kamu nggak nyontekin sih?" Protes Abimayu begitu ulangan selesai.

Aku menggeleng, "Aku nggak bisa."

"Tapi lembar jawabmu terisi kan?" Gerutunya.

Iyalah. Masa' aku harus mengumpulkan lembar jawabku dalam keadaan kosong?

"Aku ngarang." Jawabku jujur. Jawaban tesku sangat menyesatkan. aku jadi malu sendiri mengingat jawaban yang tadi kutulis hanya bermodalkan sok tau. Kalau Abimayu kucontekin, sama saja mengajaknya tersesat bersamaku.

"Harusnya kamu tetep nyontekin. Aku ngarang aja nggak bisa." Kata Abimayu dengan ekspresi lucu. Nng, tapi pada dasarnya wajah Abimayu memang lucu, mirip anak kecil dengan tubuh anak SMU.

"Bayar LKS dulu." Sahutku sambil memiringkan kursi hingga aku nyaman menghadap kebelakang.

Bukannya mengeluarkan dompet Abimayu malah cengengesan. Dia nggak tau nyaris tiap hari aku dimarahi petugas koprasi karena seret setoran. Harusnya kan diminggu ketiga minimal 80 persen anak sudah lunas pembayaran.

Tapi seenggaknya Abimayu hanya cengengesan, si Bella, antek Yano yang duduk dibelakang Abimayu lebih parah. Anak paling gaul dikelas 11-IPA-1 ini selalu saja menolak bayar LKS sambil cemberut. Paginya ia bilang tidak punya uang, siangnya ia teriak di depan kelas mengajak teman-temannya ngopi di starbucks saat pulang sekolah.

Karena bosan melihat Abimayu hanya nyengir, aku kembali membalik posisi dudukku dan mengalihkan pandangan kearah lain, berusaha sibuk.

"Oke, aku bayar." Kata Abimayu. Ia tiba-tiba bangkit dari kursinya untuk berdiri disebelahku.

Secara reflek aku menoleh sumringan, akhirnya! Nngg, tapi kok kulihat Abimayu malah sibuk mengacak-ngacak rambutnya? Harusnya ia langsung saja menyerahkan uang, nggak perluh lama-lama begini.

"Tapi sampaikan salamku dulu ke mertua." kata Abimayu sambil nyengir.

Aku mengerutkan kening. Mertua? Mertua siapa? Apa Abimayu mau langsung nikah begitu lulus SMU? Saking bingungnya aku hanya bergumam, "Hah?"

"Ibumu, maksudku." Lanjut Abimayu.

"Abimayu, masa' pacar sahabatmu sendiri kamu embat?" Potong Helen dan hanya di balas Abimayu dengan tawa.

Dunia Jo (Completed)Where stories live. Discover now