You are My Drugs || Part 12

24.7K 1K 28
                                    

Hai hai readers! Terima kasih udah vote di part sebelumnya... Sebelum baca part ini, vote di pojok kiri bawah jangan lupa di tekan ya !
.

 Sebelum baca part ini, vote di pojok kiri bawah jangan lupa di tekan ya !

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

.
Semoga suka!

***

"Setelah sebulan tidak ada kabar tentang kematian. Pagi ini kita kembali dikejutkaan dengan seorang wanita yang mati dibunuh dengan cara yang sadis. Banyak bekas sayatan yang ditemukan dibalik tubuhnya. Para tim penyelidik, mengumumkan bahwa wanita tersebut mati karena..."

CLIK

Lelaki tersebut mematikan siaran yang tidak berpengetahuan tersebut. Ia termenung di atas sofa panjang miliknya. Siaran itu sungguh tak bisa membongkar pembunuh sebenarnya. Pembunuh yang membuat ia harus kehilangan keluarganya belum ditemukan? Really? Pemerintah sungguh tak cerdik kalau begitu. Apa gunanya FBI? Apa gunanya mereka agent penyelidik jika belum bisa menemukan siapa psikopat gila itu?

Sayangnya, mereka kalah cepat dengannya. Lelaki itu sudah tau siapa psikopat gila itu. Ia sendiri yang menyaksikan bagaimana kejammnya pria tersebut mencabut nyawa sahabatnya sendiri.

Pria dengan pakaian serba hitam, pria yang sama yang selalu datang ke kampusnya. Ia akan mencatat baik-baik nama pria tersebut ke dalam catatan hitamnya.

"This pain, will be a compelling reasons to kill you."

***

Hari ini, Lexi akan pergi ke kantornya, dikarenakan Vedro akan memberikan mereka misi baru sembari menjalankan misinya. Mereka yang dimaksud ialah Lexi, Gevin, dan Dean.

"Hai Vin, hai Ian!" sapa Lexi menepuk pundak kedua lelaki bertubuh besar yang sedang duduk bertolak belakang dengan Lexi. Lantas, kedua pria yang dipanggil pun menoleh ke asal suara.

"Hai, Lexi. Lama tak bertemu!" seru Gevin, yang paling cerewet. Sementara Dean atau kerap dipanggil Ian hanya menoleh dan tersenyum ke arah Lexi.

Kedua sahabat di depannya ini memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Gevin memiliki sifat periang dan ceplas-ceplos, tapi jika sudah menjalankan misi raut wajahnya akan berupa drastis menjadi dingin dan serius. Sementara Dean, ia memiliki sifat dingin-dingin judes, hanya tersenyum dengan orang yang dekat dengannya.

"Kau juga, bagaimana dengan misimu, Vin?" tanya Lexi sambil menarik kursi dan mendudukinya.

"Berjalan dengan baik, kau?" tanya Gevin balik kepada Lexi.

Rencana pun belum ada yang jadi, Vin. Batin Lexi, yang tentunya tidak sesuai dengan apa yang ia katakan, "Sedang berjalan, semoga berjalan lancar," kata Lexi.

Gevin pun hanya mengangguk-ngangguk mengiyakan, sementara Dean sibuk dengan ponselnya.

"Apakah aku telat?" tanya seroang pria sambil menolehkan kepalanya ke arah alroji miliknya. Pria itu berdiri di depan pintu masuk. Sontak, mereka bertiga menoleh ke belakang dan menemukan Vedro yang tengah berdiri di ambang pintu.

"Tentu, Pak Tua," oceh Lexi sambil menirukan suara anak-anak. Kekehan kecil pun keluar dari mulut Vedro dan Gevin, diikuti dengan senyuman dari Dean.

Vedro pun melangkah menuju kursi miliknya, dan meletakkan beberapa document penting di atas meja.

"Langsung saja, misi kali ini agak berat disbanding misi-misi sebelumnya...sepertinya," kata Vedro sambil mengotak-atik documentnya mencari sesuatu yang penting.

"Kami suka yang menantang," ujar Gevin dengan nada percaya dirinya.

"Kau saja, aku dan Ian tidak ikut-ikut," balas Lexi dengan nada ketus khas miliknya. Sementara Dean hanya memperhatikan kedua sahabatnya.

"Well well well, apa kalian masih ingat dengan Tony?" tanya Vedro sambil menoleh kearah mereka bertiga, mereka serentak menganggukan kepalanya.

Tony adalah pemimpin mafia yang sekitar 1 tahun lalu ditemukan tewas tak bernyawa dirumah miliknya. Padahal, saat itu Lexi dan Gevin sedang ditugaskan untuk mencari Tony dan membawanya kehadapan Vedro, namun ia sudah lebih dulu kabur ke alam lain.

"Anak lelakinya, sepertinya akan balas dendam. Dendam dari ayahnya, dan dari sahabatnya kepada pembunuh itu," terang Vedro menatap mereka bertiga satu-persatu dengan pandangan serius.

"Siapa?" tanya Lexi pensaran. Gevin pun menoleh kearah Lexi dan mengangguk mengiyakan pertanyaan yang diajukan Lexi.

"Antony Eson, seorang mahasiswa yang satu Universitas denganmu, Lexi," jawab Vedro menatap Lexi tajam. Lexi terkejut saat mengetahui buronan mereka mungkin adalah salah satu dari mahasiswa Universitas tersebut.

"Kalau begitu, Lexi tidak ikut misi dong? Bisa-bisa Antony mengetahui identitas Lexi," ujar Dean menyaut dengan suara bass miliknya. Lexi pun menoleh ke arah Dean, memang benar. Bisa-bisa ia akan diketahui sebagai secret agent.

"Tentu saja dia ikut misi ini," balas Vedro santai sambil memainkan jari-jarinya, yang seketika layar hologram muncul di depan mereka bertiga, yang menunjukkan profil photo dari Antony Eson.

Wait, sepertinya aku mengenalinya. Tapi siapa? Batin Lexi.

"Dia seperti preman sungguhan," ujar Gevin menilai wajah Antony.

"Tidak ada waktu untuk menilai wajahnya. Kalian kuberikan satu minggu untuk menemukannya dan, mengambil racikan berbahaya yang bisa membuatmu mati bodoh karena menghirupnya," ujar Vedro, sontak itu membuat ketiga agent tersebut kaget bukan main. Racikan maut? Mati bodoh karena menciumnya?

"Hei, apa kau sudah gila, wahai Pak Tua!?" seru Gevin, tidak terima.

"Kau sendiri yang mengatakan suka yang berbau menantang, ya sudah kuberikan ini," jawab Vedro dengan santai. Tidak melihat raut wajah ketiga agent kesayangannya yang sudah pucat pasi sambil meneguk saliva masing-masing.

"Jika aku mati, kau yang akan ku gentayangi Vin. Karena ini maumu untuk melakukan yang menantang," ujar Lexi sambil menekankan kata menantang. Gevin yang mendengarnya hanya bergidik ngeri, sementara Dean hanya bisa diam seribu bahasa ditempatnya. Memikirkan akan mati seperti apa dia?

"Haizz, kenapa wajah kalian seperti itu? Tenanglah, kalian pasti selamat. Karena aku akan memantau kalian dari jauh," ujar Vedro masih dengan nada santainya.

"Gajinya akan digandakan-kan jika kami berhasil?" tanya Gevin yang hanya bisa mendapat pelototan tajam dari Dean dan Lexi. Tentu saja mereka akan dapat!

"Iya-ya, ya sudah rencanakan rencana kalian. Ia akan beraksi lusa, bye," kata Vedro berjalan keluar ruangan, meninggalkan ketiga agent yang membisu memikirkan nasib apa yang akan mereka teirma nantinya.

BERSAMBUNG...

Jangan lupa vote+comment![22 Maret 2019]

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

.
Jangan lupa vote+comment!
[22 Maret 2019]
.
15 vote + 15 comment for next part!
.
Swipe for Chapter 13
______________________

You are My Drugs [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant