You are My Drugs || Part 43 [ Funny Me ]

16.8K 698 4
                                    

Hai kalian para pembaca setia! Terimakasih udah nunggu update selama 10 hari, hehe... maaf sebesar-besarnya 🙏🙏

ENJOY!!!

PART 43 -- FUNNY ME_________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

PART 43 -- FUNNY ME
_________________

Melihat pesan itu membuat matanya terbelalak kaget. Misi baru? Tentu saja itu membuatnya terkejut. Pasalnya, Adrian sendiri yang mengatakan mereka akan libur. Sepertinya waktu mereka libur tidak akan lama memang. Lexi segera mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada Adrian. Tidak mungkin ia melakukan komunikasi melalui hologram dengan Adria. Bisa-bisa Jex menguping.

Me: Adrian? Apa harus hari ini kita kumpul. Aku tidak bisa jika hari ini, kalau kau mau besok saja.

Lexi segera menutup kembali ponselnya, sebelum layar ponslenya kembali menyala, menandakan Adrian sudah membalas pesannya.

Adrian: Memang besok.

Lexi menghela nafas lega. Jika sekarang, ia harus bilang apa pada Jex. Jika besok, ia masih punya waktu untuk memikirkan rencana kabur dari mansion Jex.

"Ada apa?" tanya Jex memberhentikkan mobilnya. Mereka sudah sampai di kantor Jex.

"Tidak, bukan urusanmu." Balas Lexi, ia pun ikut turun dan kembali mengekori Jex dari belakang.

Suasana di kantor tampak ramai, karena para karyawan baru pulang dari makan siang mereka. Lexi pun mengangkat tangan kananya dan melirik ke arah jam, pukul 01.45.

Lama juga.Batin Lexi saat menyadari ia keluar bersama Jex sudah sangat lama. Entah itu karena jalanan yang padat, atau karena mereka keasikkan megobrol saat makan tadi. Memang harus Lexi akui suasana mereka makan siang tadi tidak terlalu canggung.

Tak terasa Lexi kembali menginjakkan kakinya di lantai 20. Jex dan Lexi berjalan beriringan melewati meja Jane, Jane sendiri kaget dan buru-buru berdiri menyapa boss-nya.

"Selamat siang, sir." Jane tersenyum manis saat Jex lewat, namun tidak saat Lexi yang menoleh padanya. Jane buru-buru langsung duduk dan pura-pura sibuk dengan pekerjaan menumpuknya. Lexi hanya menghela nafas memaklumi sikap sekretaris yang belum pernah di ajarkan sopan santun.

"Jex," panggil Lexi menutup pintu ruangan Jex. Jex mengangkat alisnya menanggapi panggilan Lexi. Cih! Lihatlah, ia sekarang menjadi pendiam bak es batu.

"Sekretarismu sungguh tidak menyukaiku," keluh Lexi menghempaskan bokongnya di sofa, dan duduk sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Biarkan saja."

Lexi menoleh ke arah Jex dengan ekspresi muka yang seperti mengatakan 'Apa-apaan!?' pada Jex. Namun, Jex tidak melihatnya. Ia lebih fokus pada laptop yang kini berada di depannya. Lexi mendengus kesal dengan sikap Jex yang selalu saja sibuk dengan pekerjaan menumpuknya itu.

Lexi kembali meluruskan pandangannya ke arah meja bar, yang dihalangi oleh kaca. Apakah Lexi boleh kesana? Walaupun Lexi tidak bisa meminum alkohol banyak-banyak, namun Lexi sesekali minum bersama Gevin dan Dean.

"Aku ke sana ya," ucap Lexi melangkah tanpa menunggu jawaban Jex yang terlihat sibuk.

Gadis itu pun melangkah membuka pintu yang terbuat dari kaca juga. Saat Lexi mendorongnya, pintu itu langsung terbuka. Sepertinya ruangan ini memang tidak dikunci oleh Jex. Lexi pun masuk dan duduk di kursi tinggi khas tempat bar.

Lexi mengedarkan pandangannya untuk mencari alkohol yang biasa dirinya minum, tentu dengan kadar alkohol rendah. Lexi pun melangkah mengambil sebotol alkohol dan segelas cangkir bening. Dan membuka tutup alkohol itu, lalu menuangkan alkohol itu di gelas yang tengah Lexi pegang.

Setelahnya, Lexi kembali duduk menghadap jendela yang ada di ruangan itu. Jendela itu tidak terlalu besar seperti yang ada di belakang Jex. Jendela itu panjang, sehingga Lexi masih bisa melihat jalanan Kota Madrid.

Cairan panas itu mengalir di dalam tenggorokan Lexi, membuat sensasi tertentu. Lexi pun menaruh kembali gelas itu, sambil melamunkan sesuatu –ralat- ia sedang memperhatikan sesuatu. Sesuatu yang di maksud ialaha Jex sendiri.

Dari jauh Lexi melihat, Jex sungguh terlihat keren. Wajahnya yang serius mengetik sesuatu sambil sesekali mengibaskan rambutnya kebelakang, membuat Lexi senyum-senyum sendiri. Memang, harus Lexi akui Jex sangat tampan. Ia bahkan sudah mengakuinya berkali-kali, hanya saja ia tidak mengatakkannya langsung pada pemiliknya.

Lexi masih terus memandangi Jex sampai akhirnya ia tertangkap basah oleh manik biru itu. Buru-buru Lexi langsung mengalihkan pandaangannya dan meneguk habis segelas alkohol itu. Dengan ekor matanya, Lexi bisa melihaat Jex melangkah mendekat dengan kedua tangannya ia masukkan ke dalam kantong celana.

"Kenapa kau di sini?"

Jex menatap Lexi yang tengah menuangkan kembali alkohol ke dalam secangkir gelas itu. Lexi mengabaikan Jex, sama seperti Jex mengabaikannya tadi. Ia ingin balas dendam pada orang ini.

"Lexi!"

Jex berjalan mendekat dan duduk di hadapan Lexi, lalu lelaki itu mengambil alkohol yang Lexi pegang, siap diminum. Lexi menunjukkan muka kesalnya.

"Kenapa jika aku di sini heh?" jawab Lexi melempar tatapan sinis pada Jex.

"Aku kaget melihatmu tidak ada di sofa," jawab Jex jujur.

"Aku bahkan sudah minta ijin ke sini, namun sepertinya pekerjaan itu terlalu menumpuk sehingga kau harus menyelesaikannya bukan?" balas Lexi.

Jex pun menghela nafasnya, jadi Lexi kesal karena Jex memgabaikannya sedari tadi. Memang pekerjaan Jex menumpuk, ia harus menngurus cabang-cabang perusahaannya di berbagai kota lainnya.

"Kau mau pulang?" tawar Jex. Lexi menatap manik biru itu dalam.

"Dan hidup berdampingan dengan seseorang seperti patung? Yang sibuk mengurus pekerjaannya tanpa menghiraukan seorang gadis yang sudah bosan? TIDAK."

Rona merah di pipi Lexi sudah cukup membuat Jex sadar, gadis di hadapannya ini sedikit lagi akan mabuk dan tidak sadarkan diri. Beruntungnya efek dari alkohol itu membuaat Jex tidak harus susah-susah untuk mengerti kamus wanita--yang sampai sekarang ia tidak mengerti.

"Baiklah, kau mau apa sekarang?" Jex bertanya, ia harus kembali menitipkan pekerjaannya pada Ken, dengan alasan ingin menemani gadis mabuk.

"Tidak ada," jawab Lexi

Jex makin menaikkan alisnya, ayolah! Iabukan peramal yang bisa langsung mengetahui apa isi pikiran gadis di hadapannya ini.

"Baiklah. Aku akan membawamu ke ranjang," dengan sangat terpaksa Jex langsung menggedong Lexi dengan ala bridal style menuju ruangan yang berada di samping rak buku itu.

Setelah masuk ke ruangan yang nyatanya adalah kamar kecil jika Jex merasa lelah dan harus tidur di kantor. Jex membaringkan Lexi dengan hati-hati. Bahkan Lexi dengan keadaan mabuk, tidak menolak pelukannya sama sekali.

"Tidurlah, kau harus menjernihkan pikiranmu." Kecup Jex dalam, penuh cinta.

BERSAMBUNG...
______________

Jangan lupa vote + komen ya! Karena vote dan komen kalian berarti banget ;)

Muah.

20 Agustus 2019 ❤️

SWIPE UP FOR NEXT CHAPTER
_______________

You are My Drugs [END]Where stories live. Discover now