You are My Drugs || Part 50 [ You ]

18K 729 9
                                    

ENJOY!!!

Part 50--You____________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Part 50--You
____________________

Karena misi sudah selesai, Lexi memutuskan untuk pamit pada teman-temannya di bawah. Di sana sudah terlihat beberappa polisi yang mulai berdatangan dengan mobil yang menyala-nyala. Lexi bisa melihat bahwa mereka mengangkat aquarium itu ke dalam mobil box.

"Kau mau kemana, Lexi?"

Lexi yang tadinya mau memesan taksi harus berhenti mendengar Sea yang melihatnya sendiri, menjauh dari kerumunan.

"Pulang, misi sudah selesai 'kan?" jawab Lexi. Sea pun berjalan mendekat ke arahnya.

"Kau bisa pulang bersamaku." Sea berhenti tepat di hadapan Lexi. "Lagipula, kita harus mencari pembunuh Antony."

"Jujur saja aku senang karena kematian Antony," jujur Lexi. Siapa yang tidak senang jika orang yang pernah mengurungnya, dan mengancam dirinya dibuat sebagai kelinci percobaan?

Lexi bisa melihat kerutan di dahi Sea, rupanya dia memang harus menceritakan kejadian itu. Tapi, ia tidak tahu harus memulai dari mana. "Intinya, dia hampir menjadikanku seperti itu," Lexi menunjuk aquarium yang berisikan beberapa mahkluk aneh. Sea pun mengangah melihat arah pandang Lexi.

"Wew, tapi kita tetap harus mencarinya. Setidaknya kita menanyakan mengapa ia membunuh Antony," Lexi pun mengangkat kedua alisnya menanggapi perkataan Sea. Tebakannya mungkin akan benar tentang pembunuh itu, melihat dari huruf 'X' yang terpampang di leher Antony, sudah dipastikan itu ulah seorang psikopat—yang sangat ia kenali.

"Ya bisa saja—"

Melihat mobil taksi yang sedari tadi Lexi pesan sudah datang, membuatnya bernafas lega. "Itu taksi-ku, aku duluan ya! Besok akan kita bicarakan," ucap Lexi sambil melambai ke arah Sea lalu ke arah kedua teman laki-lakinya yang masih mengobrol dengan beberapa polisi.

Langsung saja Lexi memasuki mobil taksi, sedetik kemudian mobil itu melaju ke arah tujuan Lexi selanjutnya.

Tanpa Lexi ketahui, ada satu mobil hitam yang tersembunyi di balik pohon-pohon. Bersamaan dengan perginya taksi yang ditumpangi Lexi, mobil itu juga ikut melaju melewati jalan pintas agar cepat sampai di tujuannya.

***

Mobil taksi itu berhenti di depan gerbang mansion. Lexi turun kemudian membayar ongkos taksi dan melangkahkan kakinya menuju mansion itu. Para penjaga yang melihatnya menundukkan sedikit kepalanya, mempersilahkan Lexi masuk.

Saat Lexi masuk melalui pintu utama, ia sedikit terkejut dengan keberadaan Jex yang sedang membaca buku sambil tiduran di sofa panjang. Lexi mengangkat kedua alisnya saat tahu Jex bertelanjang dada. Sepertinya itu sudah menjadi kebiasaan Jex, pikir Lexi.

"Jex." Lexi beranjak ke arah sofa tempat Jex berbaring. "Ada yang ingin kutanyakan."

Mendengar Lexi memanggilnya, Jex bangkit membenarkan posisi duduk menghadap ke arah Lexi yang berdiri di depannya. "Hmm?"

Jex menepuk-nepuk sofa di sampingnya yang terliat kosong, menyuruh Lexi untuk duduk di sampingnya. Lexi pun menurut, dan meletakkan bokongnya di atas sofa empuk itu.

"Jadi?" tanya Jex.

Lexi yang sudah memikirkan apa kata-kata yang harus ia ucapkan, mendadak hilang begitu saja. Gadis itu meneguk salivanya, gugup. Jex yang merasa Lexi tidak melanjutkan kalimatnya menoleh ke arahnya, yang bersamaan ia juga menoleh ke arah Jex, membuat pandangan mereka bertemu. Tentu itu makin membuat Lexi tidak sanggup mengatakan hal itu.

"Apa kau yang membunuh Antony?" tanya Lexi setelah mengumpulkan keberaniannya untuk menanyakan hal itu pada psikopat di depannya ini. Jex yang mendengarnya menolehkan pandangannya untuk tidak menatap Lexi.

"Ya, kenapa?" Tidak disangkah, Jex ternyata berkata jujur. Lexi tidak sanggup menyembunyikan rasa bersalahnya, namun rasa bersalah itu segera Lexi tepis. Kau harus menangkapnya Lexi!

"Darimana kau tahu?" tanya Lexi penasaran dengan Jex yang tiba-tiba sudah membunuh targetnya.

"Mudah saja, aku mengikutimu," jawaban dari Jex membuat Lexi tidak bisa berkutik lagi. Memang bodoh! Harusnya ia mematikan ponselnya agar ia tidak terlacak oleh Jex.

"Sudah? Aku mau tidur." Jex bangkit berdiri dan mulai beranjak menaiki tangga menuju kamarnya.

Namun, segera Lexi menahan tangannya membuat langkah Jex terhenti, ia pun menoleh ke belakang dengan wajah tanpa ekspresi. "Kau benar-benar tidak mau berubah?" entah dapat dari mana keberanian untuk mengatakan hal itu pada Jex.

"Tidak, memang ini hidupku."

Setelah mendengar jawaban Jex, pandangan Lexi seakan menajam pada punggung Jex yang terluka. Tapi, itu seperti luka lama, ada bekas jahitan berbentuk 'X' di sana. Tangan Lexi yang tidak menggenggam tangan Jex mulai beranjak menulusuri luka itu. Jex seketika melepas tangan Lexi yang menggenggam tangannya, namun lagi Lexi menahan tangannya. "Kau tidak mau bercerita denganku?" dengan tatapan yang masih tertuju pada luka itu.

Lelaki itu mengerutkan alisnya. "Jika kau mau menginterogasiku, kau harus mendapatkan bukti jika aku tersangka."

"Jex," ucap Lexi memelankan suaranya, dengan nada memohon pada Jex. "Aku tidak akan menangkapmu jika kau mau menceritakan masa lalumu...mungkin aku bisa membantumu."

"You can't Lexi. Kau tidak bisa menyembuhkannya."

Lexi menatap senduh pada Jex. Bisa Lexi lihat ada sorot mata penuh dendam dan kesedihan dari pandangan Jex. "Aku yakin kau bisa, just tell me."

Jex menghembuskan nafasnya pelan, kemudian mulai beranjak menuju sofa yang tadi mereka duduki. "Aku akan menceritakannya, asal kau tidak memotong," Lexi mengangguk, kemudian Jex mulai bercerita tentang masa lalunya yang kelam. Tepatnya 10 tahun yang lalu, di usia Jex ke-17 tahun.

BERSAMBUNG...
____________________

Jangan lupa vote + comment ya ~~

27 Oktober 2019

SWIPE UP FOR NEXT PART
____________________

You are My Drugs [END]Where stories live. Discover now