17 - 𝐾ℎ𝑎𝑤𝑎𝑡𝑖𝑟

18.4K 733 7
                                    

~𝒞𝒾𝓃𝓉𝒶 𝒹𝒶𝓁𝒶𝓂 𝓁𝓊𝓀𝒶~

***

Shabiya melangkah ke dalam ruangan Althaf dengan pelan sambil menunduk takut. Tidak berani menatap mata tajam Althaf, Apalagi mengingat kejadian yang tadi malam terjadi diantara mereka.

Althaf menatap gadis dihadapannya, dengan wajah datar.

Shabiya yang sudah amat risih dengan suasana hening yang menyelimuti keduanya. Tapi baru saja ia ingin memulai pembicaraannya suara dingin Althaf sudah memotongnya.

"Kenapa?"Suara yang amat dingin, membuat hati shabiya rasanya membeku seketika dengan nada dingin juga datar itu.

Tanpa ingin berbasa basi Shabiya segera menjawab. "Ini makan siang untuk kamu, Mama yang suruh antarin!" Jawab Shabiya pelan.

Althaf menatap kotak makanan di genggaman Shabiya, lalu mendengus pelan. "lain kali kamu gak usah repot repot antarin aku makan siang, suruh pak Tarmin saja!" Balas Althaf.

Shabiya hanya menghela nafas, jika bukan Mama yang suruh nganterin makan siang ini, mana mungkin aku mau anterin. Batin Shabiya lalu mengangguk mengerti.

"Tunggu apalagi? Silahkan kamu keluar!"Ucapa Althaf. Sekali lagi Shabiya hanya mengangguk mengerti menuruti kemauan pria itu, mengerti jika Althaf tidak ingin melihatnya lama lama, ralat bahkan sebentar saja ia enggan.

***

Shabiya berjalan dengan lesuh, tidak semangat. Setelah pulang dari kantor Althaf sungguh moodnya sangat buruk karena ulah pria berhati dingin itu. Ia berjalan menyelusuri jalan, sengaja tidak menghubungi supir pribadinya, dia hanya ingin istrihat sebentar, atau mungkin menenangkan pikirannya dengan masalah pernikahannya, yang bahkan masih seumur jagung. Tapi masalah sudah datang menghampiri secara bertubi tubi karena menolakan sang suami, sungguh sangat malang.

Setelah berjalan cukup lama, Shabiya mampir sebentar di Taman yang cukup ramai, walau sebenarnya ia tidak suka dengan suasana ini, Apalagi ia harus di suguhkan dengan pemandangan yang amat menyakitkan baginya, dimana sepasang suami istri bahkan sepasang kekasih sedang memadu kasih dengan bahagianya, Tampak tidak ada beban di wajah mereka, tersenyum indah dengan kebahagian yang diciptakan dengan pasangan masing masing. Shabiya berpikir andai saja ia juga bisa melakukan itu dengan Althaf. Tapi ia hanya bisa tersenyum kecut menyadari bahwa pernikahannya dengan Althaf hanya kerena sebuah kesalahan, walaupun Shabiya tidak merasa begitu.

Tanpa Shabiya sadari air matanya menetes, membanjiri pipi chubynya. Sungguh ia tidak pernah membayangkan akan menjalani pernikahan seperti ini, Air matanya semakin mengalir deras ketika mengingat pembicaraannya dulu dengan kakaknya Azzam, waktu ia masih kecil. Mungkin disana ia masih Shabiya yang polos, tapi dengan kedewasaannya ia mengungkapkan mimpinya dengan sang kakak.

"Kak Azzam, kalau kak Azzam sudah besar, kak Azzam mau jadi apa? Tanya Shabiya sambil memakan permen lolipop kesukaannya.

"Kalau besar nanti kakak mau jadi dokter."Jawab Azzam saat itu sambil tersenyum bahagia.

Shabiya mengangguk polos. Walupun sebenarnya ia sudah tau keinginan kakaknya itu.

"Kalau kamu, mau jadi apa kalau udah besar?" tanya Azzam kepada Shabiya.

Shabiya menatap sang kakak serius lalu memjawab."Kalau Shabiya sudah besar nanti Shabiya mau menikah dengan laki laki yang Shabiya cintai juga mencintai Shabiya dengan setulus hati, Shabiya akan menikah dengan pria seperti Abi, yang selalu melindungi Umi, selalu menyayangi Umi, tidak pernah membuat Umi menangis, Shabiya akan menikah dengan pria seperti itu."Jawab Shabiya girang.

Cinta Dalam LukaWhere stories live. Discover now