49 - 𝑀𝑒𝑛𝑦𝑒𝑟𝑎ℎ

26K 1.1K 327
                                    


"𝒯ℯ𝓇𝓁𝒶𝓁𝓊 𝒷𝒶𝓃𝓎𝒶𝓀 𝓀ℯ𝓈ℯ𝒹𝒾𝒽𝒶𝓃, 𝓈𝒶𝓂𝓅𝒶𝒾 𝒶𝓀𝒽𝒾𝓇𝓃𝓎𝒶 𝒶𝓀𝓊 𝓂ℯ𝓂𝒾𝓁𝒾𝒽 𝓂ℯ𝓃𝓎ℯ𝓇𝒶𝒽 𝓀𝒶𝓇ℯ𝓃𝒶 𝓈ℯ𝒷𝓊𝒶𝒽 𝒽𝒶𝓇𝒶𝓅𝒶𝓃 𝓎𝒶𝓃ℊ 𝒹𝒾𝓈𝒾𝒶𝓀𝒶𝓃."

***

Althaf telah memutuskan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Setelah semua nya berakhir dengan Hisqa. Walaupun bukanlah hal yang mudah untuk melakukannya. Beberapa kali ia menghembuskan nafas kasar untuk mengurangi rasa bersalahnya setelah apa yang di lakukannya pada Hisqa membuatnya jadi terasa sulit dan rumit.

Tapi yang menjadi tujuannya sekarang adalah Shabiya, wanita yang selama ini ia sakiti. Dengan langkah cepat ia menuju ruang rawat Shabiya. Ia berharap agar Shabiya segera bangun dari masa kritisnya. Ia sangat merindukan wanita itu. Sangat.

Setelah tiba di depan kamar rawat Shabiya, ketika ia hendak masuk. Azzam sudah berdiri di hadapannya, dengan tatapan tajam.

"Dari mana saja kamu?" tanya Azzam dengan suara berat.

Sebelum menjawab Althaf berdehem sejenak untuk mengurangi rasa gugupnya. "Aku dari cafe."jawab Althaf jujur, tapi tidak sepenuhnya. Mengatakan sebenarnya bukanlah hal yang tepat ketika berhadapan dengan Azzam. Ia menyadari kalau kakak iparnya itu begitu membencinya setelah mengetahui semua perbuatan buruknya pada Shabiya selama ini, Dan Althaf menerima semua itu karena ini semua memanglah salahnya.

"Apa sesuatu yang begitu penting terjadi? sampai sampai kau meninggalkan adikku dengan kedaan seperti ini. Aku jadi berfikir untuk segera melepaskan Shabiya dari pria yang sama sekali tidak bertanggung jawab sepertimu."Ucap Azzam dengan wajah merah padam, karena menahan emosi. Ia sangat membenci pria yang ada di hadapannya ini. Setiap dirinya melihat Althaf, ia selalu merasa bersalah karena gagal menjadi kakak yang baik untuk melindungi adiknya dari perbuatan bejat pria seperti Althaf. Sebelum ia kehilangan kesabarnnya dengan cepat ia meninggalkan Althaf dengan perasaan bersalah dan itu sama sekali tidak mengurangi rasa bencinya pada pria itu setelah apa yang dilakukan pada adiknya, Shabiya.

"Maafkan aku Shabiya." Lirih Althaf sebelum melangkah ke dalam kamar rawat Shabiya.

Tapi setelah memasuki ruangan tersebut. Kosong? dimana Shabiya?
Althaf panik. Ia segera berlari ingin mengejar Azzam. Tapi pria itu sudah menghilang di lorong rumah sakit.

"Dimana Shabiya. Apa..?

"Tidak, tidak mungkin. Shabiya tidak mungkin meninggalkannya. Ini tidak boleh terjadi sebelum ia menerima maaf dari wanita itu."Shabiya dimana kamu Jangan membuatku takut." Batin Althaf. Sambil mengacak rambutnya frustasi.

Ketika hendak pergi, tanpa sengaja matanya bertemu dengan sepasang mata teduh. Athaf menghampiri pemilik mata teduh itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Bagaimana bisa? Shabiya sudah sadar dan bangun dari masa kritisnya.

"Kau, sudah sembuh?" tanya Althaf pelan ketika ia hendak menangkup wajah Shabiya, tapi wanita itu menepisnya pelan dengan senyum tipisnya.

Membuat Althaf kecewa.

"Ardan bisa tinggalkan aku berdua disini dengan Althaf." Ucap Shabiya menatap Ardan yang sedari tadi membantunya mendorong kursi roda kerena permintaan Shabiya untuk menemaninya berjalan jalan di taman rumah sakit.

Ardan mengangguk pelan, sebelum meninggalkan Shabiya. Ardan menatap Althaf dengan penuh peringatan.

****

"Apa ada yang ingin kau katakan?" tanya Shabiya akhirnya setelah keheningan menyelimuti keduanya.

Althaf berdehem sejenak, lalu menekuk kedua kakinya, berlutut di depan Shabiya dan menatap manik mata Shabiya.

Cinta Dalam LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang