31 - 𝑀𝑒𝑛𝑎𝑛𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑠𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

19.6K 813 42
                                    

~𝒞𝒾𝓃𝓉𝒶 𝒹𝒶𝓁𝒶𝓂 𝓁𝓊𝓀𝒶~

***

Seperti yang dikatakan Althaf sebelumnya, bahwa ia akan menuruti perkataan Shabiya untuk berpura pura menjalani pernikahan ini, Althaf sebenarnya tidak habis fikir bagaimana bisa Shabiya memintanya untuk melakukan itu semua. tapi bukankah setelah semua ini Shabiya berjanji akan segera pergi dari hidupnya. Tentu Althaf akan melakukan apapun agar keinginannya bersama Hisqa terwujud, termasuk bersandiwara dan membuat Shabiya bahagia. "Sungguh wanita bodoh, jika ingin pergi, maka pergi saja kenapa harus dengan berpura pura seperti ini."Batin Althaf.

"Mas!"Ya, itulah panggilan yang disematkan Shabiya padanya. Setelah kejadian di hari itu, dan Shabiya meminta agar memanggilnya dengan panggilan tersebut. Lagipula ia tidak perduli dengan apa yang dilakukan wanita itu.

"Apa kau membutuhkan sesuatu?"Tentunya ia hanya berpura pura bukankah Shabiya sendiri yang menginginkan hal tersebut, entah dengan tujuan apa.

"Tidak, aku hanya ingin bertanya kenapa kamu tidak berangkat ke kantor pagi ini?"Tanya Shabiya sembari menatap Althaf dengan lembut.

"kamu masih sakit, kalau aku ke kantor siapa yang akan menjagamu?"

"Aku baik baik saja kok Mas, jangan khawatir. Mendingan kamu berangkat ke kantor saja!" Ucap Shabiya.

"Jangan keras kepala, kamu tidur saja dan istirahat agar cepat sembuh."Ucap Althaf lalu merebahkan tubuh Shabiya kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuh mungil Shabiya.

"Aku ke bawah dulu, istirahatlah!" tapi sebelum Althaf beranjak, Shabiya menggenggam jemari kokoh Althaf.

Althaf hanya menatap Shabiya lurus dengan tatapan bingung, ketika Shabiya terus memandangnya dengan senyuman."Kenapa?"tanya Althaf ketika Shabiya tak kunjung melepas tangannya.

"Kamu berhasil Mas."Ucap Shabiya membuat Althaf menyeritkan dahinya.

"Ya, kamu berhasil membuatku bahagia. Walaupun aku tahu ini hanya sandiwara. Tapi tetaplah seperti ini, janganlah bosan untuk melakukan ini, jangan bosan berpura pura untuk membuatku bahagia."Ucap Shabiya dengan tatapan lurusnya. Althaf hanya mengangguk, dan memberikan senyum tipisnya lalu meninggalkan Shabiya sendiri.

***

Althaf sedang berkutat di dapur, berniat membuatkan Shabiya bubur. Ya, ia melakukan itu karena sadar jika selama ini yang memasak itu hanya Shabiya tapi Shabiya saat ini sedang sakit jadi tidak mungkin kalau wanita itu yang memasak, tidak papalah ia sesekali memasak untuk wanita itu. Ketika sedang asik memasak tiba tiba bel berbunyi. Siapa sih yang bertamu sepagi ini. Umpat Althaf.

Dengan kesal Althaf menuju ke pintu depan, baru saja ia ngin membuka pintu tersebut tapi sungguh Althaf di buat terkejut ketika tiba tiba pintu sudah didorong dengan keras.

"Kamu bukanya lama, sana minggir Mama mau ketemu menantu mama, dimana Shabiya, dimana mantu kesayangan Mama, hah?" Keterkejutan Althaf bertambah ketika mendapati Mama nya sudah berdiri dihadapannya dengan ekspresi tidak bersahabat.

"Mana Shabiya?, Mama mau lihat bagaimana keadaan mantu Mama, katanya dia sakit, kamu ini bagaimana sih, jadi suami gak becus!"Omelan bertubi tibu sudah dilayangkan Arumi kepada putranya yang hanya diam mentapnya, Arumi mendengus kesal lalu melangkah berniat mencari menantunya sendiri memastikan jika Shabiya baik baik saja.

Sementara Althaf menghembuskan nafasnya kasar. Bagaimana bisa Mama nya ada disini, dan bagaimana bisa Mamanya tau kalau Shabiya sedang sakit. Batin Althaf.

***

"Shabiya, sayang. Kamu kenapa? Apa yang terjadi sampai kamu sakit seperti ini, Mama tau pasti ini karena Althaf iya kan? Anak itu memang keterlaluan." Shabiya yang sebelumnya juga kaget karena Mertuanya tiba tiba datang dan menghampirinya di dalam kamar, lalu melemparkannya pertanyaan seperti ini, hanya tersenyum. Sungguh betapa beruntungnya ia mempunyai Mama mertua seperti Arumi.

"Ma, Sahabiya cuma kecapean aja. Jadi jangan khawatir, ini juga bukan salah Mas Althaf mungkin Shabiya kecapean karena akhir akhir ini Shabiya sibuk ngurus skripsi."Ucap Shabiya mencoba menenangkan Arumi.

"Uh, Mama sampai khawatir dengar kamu sakit."Keluh Arumi sambil menatap Shabiya dengan penuh kasih sayang.

"Mama dengar dari siapa kalau Shabiya sakit? Tanya Shabiya, tidak mungkin Althaf yang memberitahu kepada Mamanya.

"Dari Raka, sekretarisnya Althaf. Tadinya itu Mama nelfone ke kantor tapi kata Raka Althaf gak masuk kantor selama tiga hari karena kamu sakit, Mama tuh khawatir kalau kamu sampai kenapa napa sayang, jadi Mama kesini tanpa memeberi tahu Althaf paling juga Althaf ngelarang Mama untuk jenguk kamu. Jelas Arumi dengan wajah kesalnya.

Shabiya terkekeh pelan, Mama mertuanya sangat lucu dan sukses menghiburnya, Shabiya memang sangat beruntung karena mempunyai Mama mertua perhatian seperti Arumi.

Setelah itu hanya celoteh ria, dari dua perempuan beda generasi tersebut. Sampai mengabaikan seseorang yang sedari tadi mengamati kelakuannya sembari mendengus. Anaknya sebenarnya siapa sih. Dumel Althaf pelan lalu kembali ke bawah untuk melanjutkan kegiatan yang sebelumnya tertunda karena kedatangan Mamanya secara tiba tiba, ini semua karena Raka si mulut lemas.

***

Semua makanan sudah terhidang di atas meja dengan rapi. Sementara Shabiya menatap kagum, bagaimana bisa Althaf memasak semua makanan ini. Batin Shabiya.

"Sini duduk sayang, gak usah heran. Althaf itu memang jago masak karena kuliahnya dulu diluar negri dan harus memasak setiap hari."

Shabiya mengangguk menegerti, lalu duduk di sebelah Arumi. Kenapa gak sarapan di kamar?" Tanya Althaf menatap tajam Shabiya.

"Shabiya sudah sehat kok, Shabiya pengennya makan bareng sama Mama." Jawab shabiya sambil melirik Arumi dengan senyum lebarnya.

"Sudah, mari kita makan. Kamu mau yang mana sayang? Ucap Arumi sambil memberikan Shabiya lauk.

Althaf sungguh muak, benar benar berlebihan Mamanya ini, padahal kan Shabiya bukan anak kecil yang harus di layani.

"Kenapa? Kamu mau diambilin juga?"tanya Arumi menggoda putaranya itu, dia tau kalau Althaf pasti sangat jengkel.

"Gak Althaf bukan anak kecil yang harus dilayani seperti itu."serga nya dengan wajah sebal.

Shabiya dan Arumi hanya terkekeh pelan melihat mimik wajah Althaf, sementara Althaf hanya membuang wajahnya dan melihat kelakuan keduanya, sangat menyebalkan.

Cinta Dalam LukaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant