47 - 𝐾𝑒𝑏𝑎ℎ𝑎𝑔𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘𝑚𝑢

23.4K 950 79
                                    

~Cinta dalam luka~

***

Althaf tersentak, dengan perasaan khawatir ia segera menghampiri dimana Shabiya sudah tidak sadarkan diri.

Kekhawatirannya semakin menjadi ketika melihat darah mengalir dari hidung Shabiya.

Dengan tubuh bergetar Althaf segera meraih Shabiya, membawanya kedalam gendongannya. Diselimuti perasaan cemas ia segera menuju rumah sakit. Dalam hati, ia berdoa agar tuhan mau memaafkannya dengan menyelamatkan Shabiya.

****

"Dimana adik gue?"tanya Azzam dengan nafas memburu ketika tiba di ruang rawat Shabiya dan mendapati Althaf.

Althaf segera menegakkan badannya, ia hanya mampu mentap Azzam dengan perasaan khawatir.

"Ini pasti semua karena mu, kamu penyebab semua yang dialami adikku. Kamu pria kejam. Kalau sampai terjadi apa apa pada Shabiya, sumpah demi Allah aku tidak akan pernah memaafkanmu!"Bentak Azzam dengan tatapan nyalangnya.

"Azzam berhenti Nak, kamu tahu sendiri kalau adikmu sakit mungkin ini juga karena penyakitnya."Ucap Umi Sarah mencoba menenangkan Azzam walaupun tak luput di dalam hatinya ia sangat khawatir, takut jika terjadi apa apa pada putrinya, Shabiya.

"Shabiya mengalami semua ini karena pria bajingan ini Umi."Ucap Azzam dengan pandangan benci pada Althaf.

"Azzam tenanglah Nak, istighfar. Pergilah berwuduh., tenangkan hatimu dan berdoalah agar adikmu baik baik saja."Nasihat Sarah.

"Iya Umi."Jawab Azzam lalu menuju ke musholah rumah sakit. Umi nya benar, ia butuh ketenangan saat ini dan salat adalah pilihan yang tepat.

"Umi.."lirih Althaf.

Sarah memandang Althaf getir. Bukannya ia tidak marah, mengetahui semua kelakuan Althaf pada putrinya. Tapi mencoba memberikan kesempatan bukanlah hal yang salah. Sarah tidak akan tahu bagaimana kedepannya tapi sebagai seorang ibu tentu ia menginginkan yang terbaik untuk putrinya.

"Bersabarlah Nak, Allah maha tahu. Ia sudah merencanakan bagaimana kedepannya. Umi berharap Shabiya sembuh dan menemukan kebahagiaannya, dan berjanjilah pada Umi jika kamu yang akan memberikan kebahagiaan itu pada Shabiya. Jangan sakiti ia lagi, karena Umi tahu kalau putri Umi adalah wanita rapuh."

****

"Keluarga pasien!"

Althaf segara mengekkan tubuhnya. Begitu pula yang lain.

"Bagaimana keadaan adik saya dokter?"tanya Azzam dengan perasaan cemas.

"Sekarang ini, pasien sedang istrihat. Kemungkinan untuk beberapa hari kedepan pasien harus tetap di rawat di rumah sakit di kerenakan kondisi yang masih lemah. Dan untuk pasien bernama Shabiya di sarankan agar mengikuti kemoterapi agar mencegah sel kanker sebelum menyebar keseluruh tubuh."Saran dokter yang menangani Shabiya.

Semuanya mengangguk mengerti.

"Apakah saya bisa menjenguk istri saya dokter?"

iArini tersenyum miring mendengar perkataan Althaf. Sejak kapan pria itu menganggap Shabiya sebagai seorang istri setelah apa yang dilakukan pada Shabiya selama ini.

"iya, tapi untuk sekarang ini yang boleh menjenguk pasien hanya beberapa orang saja dikarenakan pasien masih dalam keadaan lemah dan membutuhkan istrihat."Terang dokter bernama Sella.

****

Althaf melangkah perlahan dimana Shabiya masih terbaring lemah dengan wajah pucat. ia mengusap pipi shabiya pelan.

"Shabiya ku mohon bangunlah!"Aku tahu kamu wanita kuat. Jadi kumuhon bangunlah Shabiya. Aku berjanji akan membahagiakanmu setelah ini Shabiya, maafkan aku."Ucap Althaf dengan tubuh bergtar.

"Aku tidak menyangka kau akan berubah secepat ini, aku berharap kalau memang berubah dan tidak akan menyakiti Shabiya lagi. Tentu Kau masih ingat perkataanku dulu?"Ucap Erlan diambang pintu.

"Kau akan merebut Shabiya?"bukannya menjawab Althaf malah bertanya balik.

"Merebut? Aku bukan pria perebut istri orang. Aku hanya pria yang bersedia melindungi wanita rapuh seperti Shabiya."jawab Erlan.

"Kau tidak memiliki tanggung jawab apapun untuk melindungi Shabiya. Aku suaminya jadi berhentilah mengharapkan Shabiya lagi."

"Tapi entah mengapa aku masih ragu, Aku tahu kau masih menjalin hubunganmu dengan Hisqa. Apa kau yakin itu akan membuat Shabiya bahagia?"

"itu bukan urusanmu, aku sudah memutuskan apa yang akan kulakukan, jadi berhentilah mencampuri urusanku."Jawab Althaf yang sudah tersulut emosi.

"Semoga kamu melakukan hal yang tepat." itulah ucapan Erlan sebelum melangkah dari dalam ruang rawat Shabiya setelah usai berdebat dengan Althaf.

****

Kini sudah terbilang delapan hari Shabiya terbaring di rumah sakit dengan kondisi yang masih sama.

Membuat seorang pria menatap teduh dan penuh harap agar sang wanita yang kini terbaring lemah di hadapannya segara membuka matanya. Dan menyapanya dengan sebuah senyuman yang amat ia rindukan.

"Apakah tidak ada kesempatan untuk mengatakan kepadamu bahwa sekarang aku sadar kalau selama ini hanya ada kesakitan untukmu, apakah kamu tidak ingin mendengar kalau aku sangat menyesal Shabiya."Bukalah matamu dan maafkan aku.."lirih Althaf dengan menggenggam tangan Shabiya yang terasa sangat dingin di telapak tangannya.

"Shabiya aku sudah berjanji kalau kamu membuka matamu, aku akan berusaha mebahagiakanmu. Aku berjanji."

"Janji? Mungkin Shabiya sudah terlalu bosan mendengar kalimat tersebut. Lihatlah bahkan hanya untuk membuka mata ia tak mampu. Lalu mengapa kau harus bersusah payah mrmbuat janji yang pada akhirnya tidak akan pernah kau tepati."

Rentetan kata menyambung indra pendengaran Althaf, membuat tubuhnya seketika menegang.

Ia berbalik melihat seorang pria berbadan kokoh berjalan ke arahnya dengan penuh kebencian.

"Kalaupun Shabiya membuka matanya. Akan ku pastiakan kalau tidak ada kesempatan untukmu di dalam hidupnya."Lagi lagi kalimat tersebut membuat tubuhnya mengang dengan perasaan khawatir. Althaf menyadari kalau setelah kejadian ini, Azzam kakak Shabiya yang notabenya sebagai kakak iparnya sangat membencinya.

"Kenapa kamu masih ada disini? Apa belum puas menyakiti Shabiya?" tanya Azzam dengan senyum meremehkan.

"Aku tidak akan meninggalkannya meski Shabiya menolakku."

Azzam tertawa hambar lalu menatap Althaf nyalang."Kau memang pria bajingan." dan sudah kupastikan Shabiya tidak akan kembali bersamamu, setelah apa yang selama ini kau lakukan padanya."Ucap Azzam sebelum meninggalkan Althaf yang diliputi perasaan cemas.

****

Cinta Dalam LukaWhere stories live. Discover now