45 - 𝑀𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛

23.6K 898 92
                                    

~𝒞𝒾𝓃𝓉𝒶 𝒹𝒶𝓁𝒶𝓂 𝓁𝓊𝓀𝒶~

***

"Kamu tunggu disini, aku beli minum dulu."Ucap Althaf pada Shabiya yang duduk di kursi taman.

Shabiya mengangguk mengerti dan mengamati Althaf yang kini di sebrang jalan menghampiri sebuah tokoh.

Shabiya tiba tiba teringat, ditempat yang sama dia kehilangan pussy kucing kesayangannya. Hal itu membuatnya sangat sedih dan mengancam semua orang agar menemukan pussy tapi sampai sekarang pussy belum juga ditemukan dan itu semua karena kecerobohannya sendiri meninggalkan pussy sendiri.

"ini minumannya."Shabiya tersentak dan langsung memerima minuman yang diberikan Althaf.

"Kenapa? Kamu kok murung gitu?"Tanya Althaf heran.

"gak papa." jawab Shabiya singkat.

"Ada apa? Aku bertanya Shabiya?"

"Mas Althaf ngeselin deh."Gerutu Shabiya.

"Yaudah cerita sama Mas kamu kenapa?"

"mas Althaf selalu maksa."

"habis kamu ngeles mulu. Ayo cerita sebenarnya ada apa kenapa tiba tiba muka kamu ditekuk gitu?"

"Aku teringat pussy."Jawab Shabiya lirih.

"Pussy? Pussy siapa?"Tanya Althaf tidak mengerti, siapa pussy sampai membuat Shabiya sedih.

"Pussy kucing aku yang hilang."cicit Shabiya.

"Oh kucing kesayangan kamu itu."Jawab Althaf sambil mengangguk mengerti.

"Kok bisa hilang?"

"Shabiya tinggal bentar di tempat ini dulu, tapi saat biya kembali pussy udah gak ada."jelas Shabiya dengan mata berkaca kaca."

"gak usah nangis, entar aku beliin kucing lagi."jawab Althaf.

"Enggak mau, Shabiya cuman mau pussy gak mau kucing yang lain."tolak Shabiya. Membuat althaf lagi lagi hanya bisa menghela nafas.

"Tapi kan pussy kucing kamu udah hilang, terus gimana?"

Shabiya hanya mengangkat bahunya acuh dan menepis kasar air matanya.

"Dasar cengeng."ejek Althaf lalu mencubit pipi Shabiya gemas.

"Ah, mas Althaf suka banget deh cubit Shabiya. Kan sakit."pekik Shabiya marah.

****

"Ah, Shabiya cepek!"keluh Shabiya sambil menepuk pelan lututnya.

"Mau dipijitin?"tawar Althaf karena dari tadi memperhatikan Shabiya yang mengeluh.

"Eh, gak usah."Jawab Shabiya sambil tersenyun kecil.

Althaf mengangguk kecil dan memperhatikan apa yang dilakukan Shabiya, yang masih menepuk pelan lututnya.

"Kamu gak ada rencana lanjut kuliah?"tanya Althaf, membuka suara.

Shabiya melirik ke arah Althaf yang terlihat serius dengan laptop yang ada di pangkuannya. Shabiya tidak meyadari jika sedari tadi Althaf memperhatikannya dan hanya mencoba mengalihkan tatapannya pada laptop di hadapannya.

"Maunya sih gitu, tapi..."

Shabiya mengatupkan bibirnya dan membuang pandangannya kesamping. Tidak ingin kalau Althaf menyadari kesedihannya.

"Aku akan mendukung apa pun yang menjadi pilihanmu Shabiya, tapi mungkin sekarang kamu harus memperhatikan kesehatanmu, kamu harus sembuh."Ucap Althaf dengan menatap Shabiya lembut.

"tapi kalau aku tidak bisa.."

"hustt.,jangan bicara seperti itu, kamu pasti sembuh."potong Althaf sambil mengusap kepala shabiya pelan.

****

"Shabiya!"

Shabiya tidak perlu menebak siapa yang mempunyai pekikan keras selain dirinya kalau bukan Puput.

Shabiya lalu memutar bola matanya malas ketika melihat Puput sudah meloncat loncat sambil mengangkat kedua tangannya girang.

"Maaf neng dari tadi Bapak udah usir tapi nengnya bilang dia temennya neng Shabiya."Ucap satpam, yang beru bekerja di rumahnya.

"Iya pak, itu memang teman saya."Jawab shabiya.

"Kalau begitu bapak minta maaf neng, udah usir temannya. Wah bapak jadi tidak enak sama nengnya."Ucap Pak Adi sambil menggaruk tengkuknya.

"gak papa pak, bapak bukain aja. Suruh masuk ke dalam!"titah shabiya.

"Iya neng."Ucapnya lalu segera membuka pintu gerbang dan mempersilahkan puput masuk, setelah sebelumnya meminta maaf karena sudah mengusir orang yang ternyata sahabat nonnya.

****

"Biya kamu kurusan."ucap Puput sambil memandang Shabiya senduh.

"Kamu gak usah lebay dari dulu aku gak gendut jadi gak usah heran." jawab Shabiya ketus.

"Ih, apa apaan sih!"Gerutu Shabiya ketika puput tiba tiba menangkup kedua pipinya.

"tapi pipi Chubby kamu gak ada lagi."Ucap puput lalu mencubit pipi Shabiya.

"Puput berhenti gak!"Bentak shabiya kesal.

"Iya, iya. Gak usah marah deh."Ucap Puput akhirnya lalu meraih segelas jus jeruk yang sebelumnya dihidangkan Shabiya.

"jadi apa perlu apa kamu kemari?"Tanya Shabiya.

Puput menyeritkan dahinya lalu meletakkan gelasnya dan memandang Shabiya jenuh.

"Hiss, pertanyaan yang sunggu tidak menarik untuk dijawab."

"Puput, aku tahu kamu kesini karena ada alasan."Sela Shabiya sambil menatap tajam puput.

"Bertamu."jawab puput singkat lalu kembali mengambil jus jeruk mengabaikan tatapan kesal Shabiya.

"Apa untuk mengejekku karena kembali bersama Althaf?" tebak Shabiya, membuat Puput mentapnya.

"tepat sekali."jawa puput lalu tersenyum miring.

"Apa suami yang begitu kau cintai itu ada di rumah?"Tanya puput sambil menekankan kata cintai.

Shabiya menggeleng."Mas Althaf ke kantor."

"Mas Althaf?" manis sekali."ejek Puput.

"Aku tahu kamu kecewa dengan keputusanku ini Put."Ucap Shabiya.

"Dan kamu tahu kalau semua itu karena aku peduli denganmu Shabiya, aku sudah menggapmu seperti saudaraku sendiri. Aku khawatir dengan keputusanmu untuk kembali bersama Althaf, setelah pria tersebut telah mengecewakanmu berkali kali. Tapi mengapa Shabiya, kamu tahu cinta tidak ada artinya jika dibandingkan dengan sebuah penghianatan, tapi kamu masih kukuh untuk mempertahankannya."Ucap Puput sambil menatap Shabiya tidak percaya.

"Aku sudah berjanji Puput, jika memang Althaf kembali menghianataiku dan mengecewakanmu, tanpa kau suruh tanpa kau minta maka aku sendiri yang akan pergi dari hidupnya."Ucap Shabiya lirih.

"Tapi apa kau yakin Althaf akan berubah setelah kau memberinya kesempatan?"Tanya Puput.

"Entahlah."

"Bahkan kau masih ragu."

****






Cinta Dalam LukaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora