19 - 𝐼𝑘ℎ𝑙𝑎𝑠

18.3K 662 5
                                    

~𝒞𝒾𝓃𝓉𝒶 𝒹𝒶𝓁𝒶𝓂 𝓁𝓊𝓀𝒶~

***

Shabiya masuk ke dalam kamar Althaf dengan langkah pelan. Takut Althaf bangun, walaupun lampu dalam kamar tersebut redup, Shabiya dapat melihat dengan jelas bahwa Althaf sedang tidur di atas kasur.

Shabiya melangkah ke arah lemari tempat baju seusai membersihkan tubuhnya, lalu mengambil selimut untuk ia pakai tidur di soffa.

Tapi baru saja Shabiya ingin merebahkan badannya di atas Soffa.

"Dari mana kamu seharian ini?"Suara berat dengan nada dingin menghaentikan kegiatan Shabiya, ia menatap Althaf yang juga menatapnya tajam.

Shabiya berdehem palan lalu menjawab."Emm, Saya--"Baru saja Shabiya ingin menjawab dengan cepat Althaf memotongnya tidak ingin mendengar penjelasan wanita ini.

"Dari ketemuan sama Pria lain, siapa? Pacar kamu? Tebak Althaf dengan senyum meremehkan.

Shabiya membulatkan matanya, terkejut dengan apa yang di katakan Althaf.

"Kenapa kamu terkejut? Saya gak marah kok kalau kamu punya pacar, malah itu lebih baik. Dan lebih baik lagi kalau kamu pergi dari kehidupan saya dan menikah dengan kekasihmu itu!"Ucap Althaf sambil tersenyum sinis kepada Shabiya.

Shabiya hanya mematung. Apakah yang di maksud Althaf adalah Adam. Pria yang baru di kenalnya tadi siang karena sebuah insiden. Tapi kenapa Althaf mengatakan kalau Adam kekasihnya. Tidak, itu sama sekali tidak benar. Pekik Shabiya dalam hati.

Sekali lagi Althaf tersenyum sinis ketika melihat keterdiaman wanita di hadapannya ini, jadi benar kalau pria tadi kekasihnya.

Baru saja Shabiya ingin membenarkan kesalapahaman ini, tapi Athaf sudah merebahkan lagi badannya di atas kasur membuat Shabiya kecewa, yang di ucapkan Althaf sama sekali tidak benar. Shabiya hanya bisa menatap punggung kokoh Althaf dengan air mata yang berlinang di pipinya, seakan masalah datang bertubi tubi menghampirinya.

***

Shabiya bangun dari tidurnya, ia melirik ke arah kasur tapi tidak menemukan keberadaan Althaf. Tanpa pikir panjang Shabiya segara menuju ke arah kamar mandi, mengambil air wuduh dan segera melaksanakan salat. Walaupun di lubuk hatinya ia sangat ingin jika salatnya setelah menikah diimani dengan sosok suami, tapi ia hanya bisa tersenyum kecut menyadari bahwa Althaf tidak akan melakukan itu dengannya.

Setelah melaksanakan salat subuh Shabiya bergegas turun untuk menyiapkan sarapan pagi.

"Kamu sudah bangun sayang?" tanya Mama Althaf.

"Iya dong Ma,"Jawab Shaniya semangat berusaha menutupi kesedihannya.

Arumi hanya terkekeh mendengar ucapan Menatunya ini.

"Sini Shabiya bantuin Mama!"Ucap Shabiya berniat membantu Arumi meotong sayuran yang akan dimasak pagi ini.

"Oh iya, kamu belum cerita ke Mama kenapa kamu pulang Malam kemarin, sekarang cerita semuanya ke Mama!"Ucap Arumi.

Shabiya tersenyum lalu mencerita kan semua kejadian kemarin kepada Arumi, mulai dari ia berada di taman, lalu pinsan karena terkena bola, dan berakhir di rumah sakit.

"Astaga kenapa kamu gak bilang sama Mama kalau kemarin kamu masuk rumah sakit!"Ucap Arumi terkejut mendengar cerita Shabiya.

"Mama Shabiya gak kenapa napa, buktinya sekarang Shabiya sudah sehat."Jawab Shabiya.

"Kamu ini, lain kali kalau ada apa apa hubungi Mama atau suami kamu!" Ucap Arumi. Shabiya hanya mengangguk sebagai jawaban.

***

Semuanya duduk di meja makan dengan suasana hening. Membuat Arumi berdehem mencoba menghangatkan suasana yang sangat membosankan ini.

"Ma, Pa. Besok Althaf mau pindah Rumah di bandung, Althaf sudah membeli rumah disana untuk kami tempati!"Ucap Althaf.

Arumi membelalakkan matanya begitu pula Shabiya sementara Farhan hanya diam karena sebelumnya Althaf sudah membicarakan ini padanya.

"Kamu kenapa harus pindah sih, terus kenapa mendadak seperti ini? Nanti kalau kalian pindah lalu Mama yang nemenin siapa?" Ucap Arumi sedih.

Althaf menghela nafas mendengar ucapan Mamanya."Ma, dengerin Althaf. Sekarang Althaf sudah berkeluarga jadi Althaf ingin mandiri, Althaf ingin membangun rumah tangga Althaf sendiri dengan cara Althaf sendiri, Althaf ingin mandiri dan tidak tergantung dengan kalian."Alibi Althaf.

Shabiya tersenyum mengejek, sungguh alasan yang patut di acungi jempol, karena semua yang dikatakan pria ini hanya kebohongan semata.

"Tapi tetap saja Mama gak mau kalau kalian pindah, Mama sudah terlanjur nyaman dengan keberadaan Shabiya disini, nanti kalau Shabiya pergi, yang temenin Mama masak siapa, Mama bakal kesepian tinggal di rumah ini!"Ucap Arumi merajut.

"Ma, alasan Althaf pindah kebandung itu karena perusahaan disana sudah menjadi tanggung jawab Althaf, dan Shabiya juga harus melanjutkan kuliahnya yang tertundah seminggu ini!" Jawab Althaf tapi alasan sebenarnya tidak mungkin ia katakan kepada Mamanya.

"Iya Ma, Althaf benar. Shabiya harus melanjutkan kuliahnya, sebentar lagi kan Menantu kita Wisuda pasti sekarang masa sibuk sibuk nya mempersiapkan skiripsi, iya kan Sayang?" tanya Papa Althaf, Farhan kepada Shabiya yang diangguki sebagai jawaban.

Shabiya bingung, antara senang dan tidak senang yang di rasakannya saat ini. Senang jika pindah ke Bandung nanti, kota kelahirannya pastinya dia akan dekat dengan orang tuanya dan juga sahabat sahabatnya yang seminggu ini ia rindukan tapi Sedih jika pindah rumah di Bandung lalu bagaimana cara ia menjalani kehidupan rumah tangga bersama Althaf, tinggal berdua dengan pria sedingin pria itu, ditambah dengan kelakuan nya yang selalu berhasil membuat hatinya menjerit sakit. Batin Shabiya. Tapi apa boleh buat jika keputusan sudah ada di tangan Pria itu maka yang hanya dapat dilakukan Shabiya yang memgiyakan apa yang sudah terjadi dan mengikuti alur jalan takdir dimana ia akan membawanya dalam menjalani pernikahan ini. Suka dan duka dalam sebuah pernikahan harus di terima Shabiya dengan ikhlas dan tentunya ia selalu berdoa pada tuhan agar Kelak nanti kebahagiaan yang akan menghampiri pernikahannya dengan Althaf.

***

~Vote & Komen~

Cinta Dalam LukaWhere stories live. Discover now