LS.9

6.2K 516 101
                                    

Lussy melangkahkan kakinya melewati beberapa orang yang sedang hilir mudik di dalam gedung itu.

Sebagian orang yang mengenalnya memilih untuk berhenti bekerja dan menatapnya kaget. Bahkan yang sedang menuangkan tinta ke mesin fotokopi juga tidak sadar jika tinta itu tumpah ke lantai.

Lussy hanya tersenyum kecil dan tetap melangkah menuju tempat tujuannya. Ruangan Pemimpin.

Beberapa kali dia berkomentar saat melewati tempat yang tidak ia suka. "Ck! Fino merubah tempat ini menjadi jelek," gerutunya.

Begitu tiba di depan ruangan yang ia tuju, langsung saja ia masuk tanpa permisi terlebih dahulu. Orang yang berada di dalam ruangan itu menoleh kearahnya dan menatapnya marah. "Sudah aku bilang. Ketuk pintu jika ingin masuk!" bentaknya.

Lussy diam. Tapi kemudian tersenyum miring. "Aku bahkan lupa kapan terakhir kali mengetuk pintu ini jika ingin masuk," katanya. "Karena aku memang tidak pernah mengetuk pintu terlebih dahulu."

Pria tadi tampak berpikir. Memangnya siapa wanita ini hingga dia masuk ke ruangan Petinggi BIN tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu?

Kemudian dia sadar. Tangan kanannya bergerak untuk mengambil senjata api di dalam laci. Tapi sebelum dia berhasil meraih pistolnya, pelipis kanannya sudah di sentuh besi dingin. "Kenapa terburu-buru?" tanya Lussy.

Shit!

"Bukankah kau sudah mati?" tanya pria itu. "Dan kau juga buronan negara. Bagaimana kau bisa masuk ke sini dengan mudah?"

Lussy menurunkan Glock 20 yang ia todongkan tadi, lalu duduk di atas meja kerja. "Menurut dunia aku memang sudah mati. Tapi aku belum mau mati. Dan tuhanku juga belum merindukanku. Karena itu aku masih berada di sini," ujarnya.

"Masalah buronan," dia mengambil salah satu berkas di atas meja. "Seharusnya kau baca semua berkasmu, tuan Andrean." Dia menyerahkan berkas itu pada pria tadi. "Disitu tertulis jelas jika bukan aku yang penghianat. Tapi Fino Wiraga!"

Andrean mengambil berkas itu dan membacanya seksama. Ekspresi wajahnya terlihat jelas jika dia syok. "Ini...?"

"Lain kali gunakan matamu!" ucap Lussy kesal, lalu memukul dahi Andrean dengan ujung pistol. Membuat sang korban mengaduh sakit.

Andrean menatap Lussy berang. Baru kali ini ada orang yang berani berkata kurang ajar padanya. Bahkan memukul kepalanya dengan pistol. "Apa maumu!?" kesalnya.

"6 bulan lagi akan ada gadis yang mendaftar untuk menjadi Agent lapangan. Aku ingin kau mengajarinya semua," ujarnya. "Mulai dari teknologi, persenjataan, cara bertarung, bahkan cara menyamar. Ajari dia segalanya. Aku mau dia bisa lebih hebat dari Sea. Bagaimana pun caranya!"

"Siapa namanya?"

"Aurora Alexander Smith. Putriku."

"Bagaimana cara aku akan mengenalinya?"

"Jika bertemu, kau akan langsung tau dia yang mana."

Andrean mengangguk. Dia malas berdebat dengan wanita di hadapannya ini. Meskipun mereka baru bertemu, tapi dia banyak mendengar tentangnya.

Wanita ini punya cara tersendiri untuk menaklukkan lawannya. Bahkan tanpa menyentuhnya.

Andrean terkesiap saat Lussy bangun dari duduknya dan berjalan menyusuri meja kerjanya. "Kau tau? Fino itu seorang penghianat dan karena itu dia harus disingkirkan," kata Lussy.

Lussy berhenti pada bingkai foto kecil diatas meja. Melihat sebentar lalu mengangkatnya. Di dalam bingkai itu terdapat foto sepasang suami istri dan seorang anak laki-laki berusia 5 tahun. "Dan kau tau juga, kan, jika aku sangat menyayangi negara ini," katanya.

Lussy Smith: Psycopath GirlWhere stories live. Discover now