LS.22

5.7K 562 137
                                    

"Hanya ini? Cih! Gak terasa sakit tuh!"

#santai




Ruangan pengap itu dikawal oleh puluhan pasukan dengan seragam berwarna merah darah. Mereka ditugaskan untuk mengawasi dua orang yang sedang terikat di tengah ruangan.

Keadaan senyap. Tidak ada yang bergerak atau bersuara. Semua fokus pada kedua orang itu.

Hingga salah satu dari dua orang tersebut bersenandung riang. Matanya masih tertutup. Bahkan tidak ada tanda-tanda dia sudah sadar. Tapi suara senandung itu berasal darinya.

Puluhan pasukan itu meneguk saliva kasar. Mendadak suasana suram. Seakan teror kematian sedang mengejar mereka.

Pintu ruangan itu terbuka. Menampilkan sosok lelaki dengan pakaian seragam sekolah dan wajah dinginnya. Lelaki itu berjalan ke tengah ruangan lalu mengangkat dagu wanita yang di ikat itu.

"Gak susah nangkap wanita legenda kayak Sea ini. Bahkan mudah," gumamnya.

"Kalau sudah tertangkap, mau di apakan?" Pertanyaan itu keluar dari mulut wanita itu. Membuat dia harus mundur ke belakang.

"Wow! Lo udah bangun ternyata!" serunya.

Lussy menatap lelaki di depannya datar. Ganteng!  Pikirnya.

"Mau sampai kapan seperti ini? Aku sudah mengantuk dan ingin tidur," kata Lussy. "Lagi pula kasian anak buahmu. Berdiri tegak hampir lima jam lamanya. Kau tidak kasian?"

"Lo!?"

Kemudian Brian tertawa renyah. Lucu mendengar penuturan Lussy. "Tidak ada gunanya kau berdebat dengan wanita ini. Buang waktu," katanya.

"Jadi bagaimana akhirnya?" Lussy bertanya. "Tetap seperti ini atau kau ingin bertarung, bocah?"

Gio mendengus sebal. Bisa-bisanya wanita itu merendahkannya. Padahal keadaannya tidak menguntungkan untuk melakukan itu.

"Lo udah ketangkep aja masih songong!" cibirnya.

Brian tidak bisa menahan tawanya. Pria itu terbahak sampai air matanya keluar saking hebatnya.

"Aku sarankan kau pergi selagi bisa. Karena kau tidak akan bisa menang," ucapnya.

"Satu!" Brian mulai menghitung.

Lussy menggeleng melihat kelakuan pria itu. Sudah kebiasaan jika ingin membunuh pasti memberi peringatan. Tidak sepertinya yang akan langsung menyerang.

"Dua!"

Gio masih diam di tempat. Tidak bergerak sama sekali.

Meski sebenarnya dia gemetar. Tapi dia tidak ingin kalah nyali dengan dua tawanannya ini.

"Nyali mu besar juga, nak. Sayang jika kau harus mati di sini!" ujar Brian.

"Aku tidak takut!" sahut Gio.

"Tiga!"

Srett!

Pisau kecil berhasil menggores pipi Gio. Menyebabkan darah segar mengalir dari luka itu.

"Sayang sekali meleset," sesal Brian. Padahal dia sudah membidik mata lelaki itu tadi. Tapi yang kena malah pipinya.

Gio menyentuh pipinya yang perih. Lelaki itu menggeram. Lalu memerintahkan anak buahnya untuk menyerang kedua orang itu.

"Kau tidak berniat membuka tali ikatanku?" tanya Lussy. Namun di gubris oleh Gio. "Baiklah. Aku juga bisa sendiri," katanya.

Tidak sampai tiga detik tali yang mengikat kedua lengannya sudah terlepas. Semua menatap takjub hal itu.

Lussy Smith: Psycopath GirlDonde viven las historias. Descúbrelo ahora