LS.42

5.9K 736 255
                                    

"We can do it."

#again




Ethan dan belasan polisi lainnya mengepung sebuah taksi yang menuju ke bandara. Informannya bilang jika itu taksi yang di tumpangi Mova.

"KELUAR DAN LETAKKAN TANGAN DI ATAS KEPALA!" ucapnya memberi instruksi.

Berikutnya pintu dari sisi kiri terbuka. Seorang gadis cantik keluar dari dalam mobil sambil mengangkat tangan ke atas. Wajahnya tampak ketakutan.

Anggota polisi yang melihat langsung jatuh pada pesonanya. Mereka jadi ragu jika perempuan cantik di depan mereka ini tega membunuh orang.

Ethan mendengus keras. Ia akui jika gadis di depannya ini cantik. Tapi itu bukan tolak ukur dia tega membunuh atau tidak. Ingat siapa itu Sea.

Dengan gerakan kepala ia memberi kode agar mereka memborgol gadis itu.

Polisi yang berada di arah jarum jam 9 maju mendekat. Ia menyimpan pistolnya lalu mengeluarkan borgol.

Ethan memperhatikan dari tempatnya berdiri. Rekannya itu selesai memborgol gadis tersebut. Lalu berjalan ke arahnya. Tapi ada yang beda dari pria itu. Matanya kosong.

▲▼▲

Setelah bersusah payah membujuk Aurora. Akhirnya gadis itu tidak lagi mengacuhkannya seperti tadi. Tapi bayarannya harus mentraktir gadis itu makan es krim sepuasnya.

"Kamu mau rasa apa?" Dylan bertanya.

"Vanila campur cappucino. Topingnya wafel sama coklat batang. Porsi jumbo ya," ucap Aurora.

Dylan mengangguk paham. "Bentar ya."

Aurora memperhatikan sekitar. Tempat ini bagus. Mereka memiliki outdoors dan indoors yang luas dan menarik. Terbagi menjadi beberapa bagian dengan pagar besi yang menjadi penghalang.

Setiap bagian memiliki tiga meja. Dan saat ini dia sedang bersama dengan pasangan lainnya di dalam ruangan itu.

Ia jadi berpikir untuk merubah ulang konsep Caffe-nya. Masalah menu itu tanggung jawab Azka sebagai kepala koki. Cowok itu punya resep baru tiap bulannya.

Bosan menunggu. Ia lebih memilih untuk memainkan ponselnya. Mencari inspirasi untuk Coffe miliknya nanti.

"...kamu kenapa?"

Sayup-sayup dia bisa mendengar obrolan dua sejoli itu. Suara mereka pelan. Tapi dia yang terlalu peka dengan suara. Nathan sering melatihnya dulu.

"Aku gak papa."

"Beneran?"

"Hm."

Dylan datang bak dewa penyelamat. Jujur saja dia malas mendengar obrolan pasangan lain. Karena dia cemburu. Apalagi jika sang wanita bersikap manis. Tolong saja. Dia itu kaku dan acuh. Tidak mengerti caranya merayu.

Lussy Smith: Psycopath GirlWhere stories live. Discover now