3. Lollipop

7.9K 242 11
                                    

"Prince?"

Rasanya sudah tiga kali Ellen mengulang kata yang sama sebagai bentuk ketidakpercayaan akan informasi yang baru saja dia dapatkan dari Lisa. Matanya bergulir melirik stand kantin paling pojok yang sejak awal dibuat sudah dimonopoli oleh anak laki-laki. Tidak ada satu pun perempuan di sana kecuali bibi penjual yang melayani pelanggan dengan ceria dan bersemangat. Lebih-lebih lagi saat beliau melayani pesanan dari salah satu cowok yang cukup menonjol dibandingkan yang lain, cowok yang beberapa hari lalu berada dalam taksi yang sama dengan Ellen.

"Dia … prince?" Pertanyaan ke-empat.

Baiklah, Lisa mulai malas. Ketika tadi Ellen tiba-tiba menanyakan identitas cowok yang paling menonjol di ujung sana, dia berpikir bahwa Ellen sebentar lagi akan menjadi satu dari sekian banyaknya penggemar kakak kelas mereka itu. Namun, melihat reaksi Ellen yang tidak percayaan, Lisa jadi sangsi tebakannya benar.

"Memangnya kenapa sih, El? Lo dari ada masalah sama Kent?" Riris bertanya setelah cukup lama menyimak obrolan dengan makan gorengan.

"Kent?" beo Ellen dengan dahi berkerut.

"Iya. Kent. Nama cowok itu Kent. Kakel kita dia." Riris memutar-mutar sedotan sambil melirik sekilas cowok yang sedang mereka bahas. "Kenapa sih? Lo suka ya?"

"Dih!" Ellen buru-buru membuang pandangannya dari cowok bernama Kent itu. "Boro-boro suka! Dendam yang ada gue!"

"Loh? Kenapa?" Lisa nimbrung.

"Ah, ada lah. Pokoknya kesel bet gue sama dia."

"Kirain lo salah satu calon penggemarnya makanya nanyain."

"Idihh! Penggemar? Tch. Emangnya dia siapa sampe punya penggemar?"

"Prince Darma Bangsa, Ellen. Kan aku udah bilang tadi," jawab Lisa gemas.

"Prince? Tch. Apanya yang prince? Dari mananya yang prince? Dia itu lebih cocok jadi peternak kuda daripada prince!"

Riris dan Lisa kompak geleng-geleng kepala. Entah apa yang sudah Kent lakukan terhadap teman mereka ini sampai-sampai Ellen punya dendam kesumat yang agaknya sulit untuk hilang. Dari sorot matanya saja, Risa dan Lisa tau kalau Ellen benar-benar tidak menyukai Kent.

Meskipun Kent tampil menonjol dan mengakibatkan cowok-cowok di sekitarnya berubah jadi kentang, sorot mata Ellen sama sekali tidak berubah. Dia tetap tidak suka. Mau Kent itu dijuluki prince, king atau bahkan dewa Yunani sekalipun, Ellen tetap tidak suka.

Mungkin jika situasinya berbeda, kejadian di taksi tidak pernah ada, Ellen bisa saja menjadi salah satu penggemar Kent seperti yang temannya bilang. Karena jujur saja tampilan luar Kent memang kece abis. Postur tubuhnya bagus. Kent bahkan bisa menjadi pusat perhatian meskipun dia hanya berdiri diam di tengah keramaian. Cewek normal mana coba yang tidak suka?

"Kent dibilang prince itu bukan gak ada alasannya, El," ujar Riris di tengah aktivitasnya mengaduk-aduk es menggunakan sedotan.

"Emangnya dia abis ngapain?" tanya Ellen yang cukup kepo dengan alasan apa cowok menyebalkan itu bisa disebut-sebut prince Darma Bangsa.

"Kak Kent tuh ganteng!" sambar Lisa antusias. "Kayak pangeran-pangeran gitu," lanjutnya masih dengan antusiasme yang tinggi.

"Ha? Gara-gara itu doang?"

"Ya enggak lah! Gila aja lo. Kalo cuma modal muka udah dibilang prince mah gue juga gak setuju kali. Walaupun emang gue masih gak setuju karena itu kedengerannya alay sih. Apa coba tiba-tiba kasih julukan prince? Dipikir sekolah ini kerajaan apa ya?" komentar Riris nyinyir.

Dare or DareWhere stories live. Discover now