25. Dion Prandelly

2.7K 170 29
                                    

Cuaca hari ini cerah. Burung-burung gereja yang hinggap di atap sekolah berkicau dengan riang. Satu-dua ada yang membawa rumput guna membuat sarang.

Namun, di cuaca secerah ini, ada satu cowok yang kepalanya diselimuti awan mendung. Pikirannya sedang berantakan. Mi ayam yang ia beli juga ikutan berantakan karena diaduk-aduk sejak tadi. Ia tidak minat sama sekali untuk memakan mi ayamnya.

Cowok itu adalah Dion Prandelly—salah satu teman terdekat si prince SMA Darma Bangsa.

Dion sadar betul kalau berteman dengan Kent menimbulkan banyak dampak negatif terhadap dirinya. Sering dia didekati perempuan-perempuan yang menyukai Kent. Dion dimintai melakukan ini-itu. Tak jarang permintaan mereka membuat Dion kelelahan sendiri.

Yang lebih parah lagi, semua gebetannya akan jatuh hati kepada Kent. Ada beberapa yang Kent pacari malah.

Awalnya Dion tidak terlalu memusingkan itu. Karena kalau memang si cewek menyukainya, cewek itu pasti tidak akan berpaling ke orang lain. Secara tidak langsung Kent telah menyortir cewek-cewek untuknya. Dion sangat berterimakasih.

Namun, untuk kasus Ellen beda lagi. Akhir-akhir ini dia sampai kurang tidur hanya untuk memikirkan Ellen. Dion tahu tidak seharusnya dia melakukan ini, tapi mau bagaimana lagi?

Dion sudah mencoba untuk melupakan Ellen dengan memaksa dirinya menyukai Riris. Tapi, tetap saja tidak bisa. Otaknya terlanjur penuh dengan sosok manis Ellen Rena Monata Bramantyo.

Belum lagi, Dion merasa ada kejanggalan antara Riris dan Viko.

Dia kembali mengingat kejadian yang dilihatnya di lorong UKS tadi pagi. Viko yang ia kenal sebagai sosok laki-laki cuek ke perempuan, tadi tampak berbeda sekali ketika berduaan dengan Riris. Ekspresi Viko selalu berubah-ubah ketika dia mengobrol dengan Riris—lebih banyak tertawa. Kalau ke perempuan lain, cowok itu selalu memasang tampang jutek.

Sebenarnya apa yang terjadi?

Dion pikir dia tahu semuanya. Dia pikir dia sudah sangat mengenal teman-temannya lebih dari orang lain. Tapi, kenapa justru Dion merasa dia satu-satunya sosok yang tidak tau apa-apa? Kenapa semuanya mendadak rumit?

Pening memikirkan berbagai kemungkinan, Dion menyingkirkan mangkuk mi ayamnya menjauh. Cowok itu menenggelamkan wajahnya dalam lipatan tangan di atas meja. Diam beberapa menit.

"Apa perlu gue pindah dimensi?" gumamnya ngawur.

***

Viko menyenggol-nyenggol lengan Kent ketika merasakan ada yang aneh dengan Dion hari ini. Si cowok berisik yang mereka kenal itu kini tampak anteng bermain ponsel, mengabaikan sekitarnya. Padahal ada Riris yang duduk tepat di seberangnya, tapi Dion tetap acuh. Perhatiannya tertuju penuh ke layar ponsel.

"Temen lo kenapa tuh?" bisik Viko, sesekali melirik Dion.

Kent mengangkat bahu.

"Yon," panggilnya.

"Hm?" Dion menoleh. "Kenapa?"

"Ada Riris tau di sini." Viko yang menjawab.

"Eh?" Dion menatap sekeliling, pandangannya berhenti di Riris. Bibirnya mengulas senyum. "Hai," sapanya tanpa embel-embel 'my lope' seperti biasa. "Hai, Sa. Hai, Ell." Dion bahkan menyapa yang lain. Setelah itu, dia kembali menatap layar ponsel.

Viko dan Kent dibuat melongo. Sejak kapan Dion menjadi cowok cool begini? Kesambet setan apa dia? Setelah tadi pagi bolos dua jam pelajaran sendirian, Dion jadi aneh.

"Ellen, kak Dion kenapa ya?" Bahkan Lisa ikutan penasaran, berbisik kepada Ellen.

"Gak tau," Ellen balas berbisik, melirik Dion sekilas. Tadinya Ellen mau menanyakan perihal chat mereka semalam. Tapi melihat Dion yang seperti ini, rasanya sulit.

Dare or DareWhere stories live. Discover now