23. Dua Manusia Menyebalkan

2.6K 172 21
                                    

Anak ilang

|Woee lo dmn? Gue udh lumutan nih nungguin lo di dpn. [15.13]

|Woeeee. [15.15]

|So baksoooo. [15.16]

|Buset dah ngapain aja sih lo di dalem sana? Cepetan keluar. [15. 16]

Ellen memijat pelipisnya usai membaca pesan-pesan dari Nauval. Dengan cepat, jemarinya mengetikkan balasan pesan karena tidak mau Nauval bertambah kesal.

|Sabaran dikit napa, Bg? Gue lg piket kls nih. Tunggu 15 lagi ya? :) [15.17]

Nauval langsung membalas.

Anak ilang

|5 menit lo g muncul, gue bakar novel-novel lo di rumah :) [15.17]

|Cpt ya, Sayangku, kalo g mw novel-novelmu jadi abu:> [15.17]

Ellen berdecak. Susah memang menjadi adik dari seorang Nauval Nathaniel Bramantyo—si Manusia Menyebalkan.

Meletakan kemoceng yang dia pegang ke tempat semula, Ellen pamit pulang duluan kepada teman-temannya yang juga piket hari ini. Berhubung pekerjaan bagian Ellen sudah selesai, teman-temannya tidak protes. Ellen langsung berlari secepat yang dia bisa menuju gerbang. Karena dia tau betul ancaman Nauval tidak main-main.

Dulu, Nauval pernah membakar habis novel-novelnya karena dia terlalu lama sarapan. Nauval juga pernah memisahkan kepala dari boneka beruang hadiah ulang tahun Ellen karena Ellen tidak mau menemaninya nonton pertandingan sepak bola tengah malam. Menjadi adik dari seorang Nauval haruslah punya kesabaran tingkat tinggi.

Ponsel Ellen bergetar. Segera dia ambil ponselnya dan segera melihat isi pesan. Siapa tahu itu pesan dari Nauval? Tapi ternyata bukan.

Kakel Baik Hati:

|Nat, lo di mana? [15.20]

|Lo gue anter pulang. Gue tunggu di parkiran. [15. 20]

|Gak boleh nolak ya kan gue pacar lo. [15.20]

Kali ini Ellen menggeram kesal. Si Manusia Menyebalkan ke-dua telah muncul. Ahh, kenapa dia harus berurusan dengan dua manusia menyebalkan ini sih?

|Sori, Kak. Gue ga bsa plg sama lo. Abang udh nunggu di dpn. [15.21]

Ellen menyimpan ponselnya di saku. Sudah 4 menit berlalu sejak pesan Nauval dikirim tadi. Tinggal 1 menit lagi penentuan nasib novel-novelnya. Ellen mempercepat langkahnya. Semoga masih sempat!

"Hai, Ren."

Langkah Ellen terhenti, badannya tiba-tiba kaku. Di bawah tangga, Biru tampak tersenyum. Cowok itu sudah menunggunya sejak tadi.

Ellen menelan ludahnya susah payah. "Minggir lo! Gu–gue mau pulang."

Biru terkekeh. "Buru-buru amat sih," cibirnya. "Kamu kan pulang sama aku hari ini, Rena Sayang."

Ellen mundur selangkah, kembali menaiki tangga. Lututnya tremor, Ellen pasti jatuh jika saja dia tidak berpegangan pada tembok di sampingnya.

Bagaimana ini? Ellen tidak bisa berlari dalam kondisi begini. Dia harus apa? Apakah dia hanya bisa pasrah ditelan ketakutannya sendiri terhadap sosok Biru di hadapannya?

Tidak, tidak!

Tidak boleh begitu. Ellen harus kuat. Dia tidak boleh terlihat lemah di hadapan Biru. Karena dia tau betul semakin dia ketakutan, maka Biru akan semakin gencar mengganggunya. Ellen tidak mau hal itu sampai terjadi.

Sungguh, Ellen tak habis pikir dengan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia masih menyimpan secuil rasa kepada sosok yang telah menorehkan sejarah kelam dalam hidupnya itu. Sulit baginya untuk melupakan semua kenangan mereka di masa lalu. Memang hubungan mereka sudah dianggapnya selesai, tapi bukan berarti kenangan manis mereka berdua langsung terlupakan begitu saja. Ellen masih ingat semuanya.

Dare or Dareحيث تعيش القصص. اكتشف الآن