34. Tamparan Keras

2.2K 156 15
                                    

"Siapa yang meninggal?" Kent menyela, bertanya dengan ekspresi bingung luar biasa.

Pertanyaan itu membuat mereka terselimuti keheningan dalam sekejap.

Ellen menoleh ke arah Dion dengan kerutan di dahi. "Kak, ini maksudnya apa sih?" tanyanya. "Lo bilang Kesya meninggal. Tapi ... kenapa jadi gini? Lo sengaja bohongin gue supaya gue mau nemuin kak Kent? Sampe-sampe nyeting semuanya sekompleks ini. Keterlaluan banget sih lo. Ini masalah nyawa, Kak!"

"Ell, sumpah gue gak bohong!" Dion berseru karena kaget dituduh yang macam-macam. Mana mungkin dia berani berbohong soal kematian seseorang.

"Kalau lo gak bohong, kenapa kak Kent bilang begitu?"

"Gue gak tau, Ell. Tapi, sumpah gue gak bohong! Percaya sama gue. Kesya memang udah meninggal, Ell. Dia meninggal tadi siang sekitar habis dzuhur."

Ellen menyipitkan matanya, sulit untuk percaya.

"Lo berdua ngomongin apa sih? Kesya meninggal, Kesya meninggal!" sahut Kent jengkel. "Kesya masih hidup! Sekarang dia ada di kamar gue. Jangan ngada-ngada!"

Lagi-lagi Dion dan Viko dibuat tercengang.

"Kent, lo amnesia apa gimana sih?" tanya Dion kesal. "Beberapa jam yang lalu Kesya dikuburin. Lo liat langsung dengan mata lo. Lo yang adzanin dia tadi."

"Apaan sih? Gak jelas banget!" Kent menatap tidak suka. "Asal lo tau ya, beberapa menit yang lalu gue ngobrol sama Kesya. Kesya masih hidup! Dia ada di kamar gue."

Perdebatan antara Dion dan Kent tak dapat dihindari. Dua kakak kelas Ellen itu saling adu mulut, menganggap dirinya paling benar. Kepala Ellen dibuat pusing. Ellen bingung harus percaya siapa. Kepada Kent yang ngotot bilang adiknya masih hidup atau kepada Dion yang bilang Kesya sudah meninggal?

"Ell." Viko menarik atensi Ellen yang tadinya terfokus pada perdebatan di hadapannya. "Kesya meninggal tadi siang. Dion gak bohong. Dion gak se-hebat itu buat nyuruh tante Keanna nangis-nangis di bawah sana cuma karena mau lo ketemu sama Kent," lanjutnya nyaris tanpa emosi, datar.

Benar juga. Kalau ini hanya sandiwara, kenapa tangisan Keanna tadi terdengar begitu pilu? Wanita blasteran itu bahkan tidak menyambut kedatangan Ellen, ia terus menangis seraya memeluk foto Kesya dengan didampingi seorang perempuan-yang tidak Ellen kenali-di sisinya.

Ellen kembali memerhatikan perdebatan Kent dan Dion. "Terus ... apa-apaan ini?"

"Gue gak tau," jawab Viko. Dia menghela napas panjang sebelum kembali berucap, "Gue gak tau apa yang udah terjadi sama Kent. Mungkin dia terlalu susah nerima kenyataan?"

Ellen terdiam. Muncul rasa iba melihat Kent yang terus ngotot bilang adiknya masih hidup. Rasa sayang cowok itu kepada Kesya ternyata lebih besar dari yang Ellen duga.

"Stres lo, Kent! Stress!" Dion berseru kesal. Entah bahasa apa yang harus dia gunakan agar Kent bisa mengerti.

"Elu yang stress, Yon!"

"Hah? Apa-apaan? Di sini tuh elo yang stress, Kent!"

Muak dengan perdebatan tanpa ujung di hadapannya, Viko akhirnya bergerak menengahi mereka berdua. Kedua tangannya terentang, menciptakan jarak antara Kent dan Dion yang sudah akan baku hantam.

Dare or DareDonde viven las historias. Descúbrelo ahora