9. Abang

4.5K 203 29
                                    

"Nataaaaa!" Kent berteriak, mengalahkan suara knalpot motor dan kendaraan-kendaraan lain di jalanan.

Ellen yang melamun langsung tersentak kaget. Tangannya menabok punggung Kent. "Apaan sih? Bikin kaget mulu!"

"Ya abisnya elo dipanggil-panggil dari tadi bukannya nyahut malah diem. Mikirin apa sih?" Kent menatap wajah Ellen melalui kaca spion motornya. Sekarang mereka sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah Ellen.

"Kepo!" balas Ellen galak, masih kesal gara-gara dibuat kaget.

Kent tertawa sebentar. "Eh, Nat, rumah lo di mana?"

"Ngapain lo nanya alamat rumah gue? Mau ngerampok ya lo?" tuduh Ellen. "Atau jangan-jangan lo mau ngapelin nyokap gue ya? Nyebut, Kak. Nyokap gue anaknya udah tiga, bukan mama muda lagi."

"Gak gitu maksudnya, Pacarrrr," balas Kent gemas. "Emangnya lo mau gue bawa ke rumah gue?"

Ellen membelalakkan matanya saat sadar bahwa dia berada di jalan yang tidak menuju rumah. Pemandangan kanan dan kiri benar-benar asing.

"Ini mau kemana? Rumah gue bukan ke arah sini!" Ellen berseru panik. "Kak, turunin gue sekarang. Kalau enggak, gue telepon abang gue. Biar dia ke sini, nonjok lo habis-habisan!" ancamnya sambil menggoyang-goyangkan bahu Kent. "Turunin! Pokoknya turunin!"

"Tenang, Nat, tenang. Gue gak akan ngapa-ngapain lo."

"Bohong! Gue mau turun! Sekarang!"

Kent menggeleng. "Gak boleh."

"Gue bilang turun!"

"Ya gue bilang gak boleh, Nataaaa," balas Kent santai

Ellen mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Kepalanya menunduk.

"Gue mohon … turunin gue sekarang."

Refleks, Kent menatap ke kaca spion. Matanya terbelalak melihat Ellen yang sudah akan menangis. Tanpa bertanya lebih lanjut, Kent langsung menepikan motornya.

"Nat, sumpah gue gak ada maksud apa-apa," ujar Kent ketika melihat Ellen yang langsung turun dari motornya. Ia benar-benar tidak menyangka kalau perihal seperti ini saja membuat cewek itu menangis.

"Nat," Kent mencoba untuk menyentuh bahu Ellen tapi tangannya cepat-cepat ditepis.

Kent bergeming sebentar. Otaknya benar-benar dibuat bekerja keras untuk memahami penyebab Ellen menangis. Cewek itu tidak berkata apa-apa, hanya matanya yang terus mengeluarkan air dan hidungnya yang perlahan memerah.

Kent menelan ludahnya. Sungguh, dia tidak ada maksud apa-apa.

"Nat, plis, dengerin gue." Kent berdiri di hadapan Ellen, berusaha bicara tatap muka. Tapi Ellen segera memalingkan wajahnya, membuat Kent jadi makin gusar. Bahkan ketika dia kembali berdiri di depan Ellen, cewek itu terus saja mengalihkan pandangan.

"Nat, PLEASE!" Kedua tangannya menangkup wajah Ellen, memaksa cewek itu untuk menatapnya. Ellen masih menangis, matanya menatap ke samping bawah, tidak mau menatap wajah Kent.

"Ellen Rena Monata, lihat gue. Dengerin gue," ujar Kent dengan nada titah yang kental.

Mata Ellen meliriknya takut-takut. Kent tersenyum, berusaha untuk mengusir kegelisahan cewek itu.

"Nat, denger, gue gak tau alamat rumah lo. Jadi gue jalanin aja motornya ke sembarang arah. Gue gak ada maksud apa-apa. Sumpah," ujarnya pelan-pelan.

Respon dari Ellen adalah hidungnya yang menyedot ingus. Mata cewek itu masih berair. Kent jadi sadar satu hal. Wajah Ellen yang menangis mengingatkannya akan seseorang.

Dare or DareWhere stories live. Discover now