26. Dare or Dare [2]

3.7K 155 16
                                    

Rumah Dion selalu menjadi tempat untuk Viko dan Kent berlabuh. Selain karena Dion anak tunggal dan kamarnya luas, masakan Ibu Dion enak-enak. Jadi, temannya itu betah main ke sana.

Sekarang ini hanya ada Viko. Kent jarang mampir semenjak berpacaran dengan Ellen. Katanya dia mau mencoba untuk quality time dengan Ellen selama seminggu penuh. Tapi Kent beberapa kali menyempatkan diri untuk mampir walau hanya sebentar.

"Oi, Yon!" Viko menegur Dion yang melamun di depan televisi.

"Ha? Iya? Apa? Di mana? Kapan? Siapa? Mengapa? Bagaimana?" latah Dion, mengucapkan pertanyaan ADIK SIMBA. Dia memang sering latah begini kalau dikageti.

"Bisa-bisanya lo ngelamun di depan tv. Mikirin apa sih?"

Dion menghela napas panjang. "Lagi mikirin soal dare kita waktu itu."

"Dare kita?" Viko mengerutkan dahi, berpikir keras. "Oh, dare yang itu? Gue sampe lupa anjir."

Dion mendengus. "Besok hari terakhir dare Kent sama Ellen kan ya?"

"Kayaknya sih gitu. Kan Kent bilang dia mulainya hari Kamis, dan sekarang udah hari Selasa. Jadi, seharusnya besok udah hari terakhir sih," jelas Viko. "Harusnya ya. Kita kan gak tau, bisa aja Kent ajuin perpanjangan kontrak. Haha."

Dion mengangguk paham. Tanpa dijelaskan seperti itu pun dia tahu. Dion tidak akan pernah lupa dengan kecerobohannya yang satu ini.

Waktu itu jam kosong. Dia bersama Kent dan Viko langsung ke kantin, memesan bakso dan gorengan. Tiga puluh menit pertama meja mereka ramai, asik membahas tentang pertandingan sepak bola. Begitu topiknya mati, mereka sibuk sendiri.

"Nge-game mulu kerjaan lo, Yon. Cari cewek napa? Kasihan gue lihat lo pacaran sama hp mulu," Viko mencibir Dion yang sejak tadi sibuk bermain game di ponselnya.

"Hp gue bisa dipake buat ngaca loh, Ko. Mau gue pinjemin gak? Buat ngaca gitu, kali-kali gak ada kaca di rumah," sarkas Dion tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

"Tidak, terima kasih," tolak Viko.

Kent yang mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan, menyeringai. "Di antara kita bertiga, cuma gue doang yang gak jomblo. Ya, nggak?"

Kontan saja Viko dan Dion memutar bola mata. Kalau Kent tidak perlu diragukan lagi statusnya. Cowok itu sejak SMP sudah mendapat gelar playboy cap kaleng sarden karena selalu punya pacar lebih dari satu.

"Lo mah gak tahan jadi jomblo sehari doang. Pacaran aja paling lama tiga minggu. Lewat dari tiga minggu udah keren banget itu. Keajaiban dunia," ujar Dion, melirik sinis.

"Eitsss! Jangan salah, Bro. Gini-gini gue udah pernah pacaran sama cewek selama satu bulan penuh." Kent tersenyum bangga.

"Heh! Itu kan gara-gara lo lupa masih punya pacar, makanya bertahan sampe satu bulan." Viko mengingatkan.

Kent tergelak. Itu bukan yang pertama kali dia melupakan pacarnya, sering sekali malah. Cowok ini terlalu menganggap enteng perasaan orang lain. Kent memang cowok berengsek.

Viko berdecih, menopang dagu. "Kok gue bete, ya?" ujarnya lesu.

"Sama." Kent ikutan bertopang dagu.

Dion yang baru saja kalah bermain game di ponselnya, berdecak sebal. Ia meletakan ponsel di meja, menatap wajah-wajah lesu temannya.

"Gimana kalau kita main dare or dare aja?" usul Dion. "Udah lama banget kita gak main itu."

Seketika wajah Viko dan Kent berubah cerah. Dua cowok itu saling lirik, tersenyum jahat. Tiap bermain dare or dare, Dion selalu jadi sasaran empuk. Peruntungan si cowok berisik itu kalah jauh dibandingkan peruntungan Viko dan Kent yang selalu bagus.

Dare or DareWhere stories live. Discover now