6. Kerusuhan di Kantin Sekolah

10.2K 246 14
                                    

Ketika jam istirahat tiba, Ellen memutuskan pergi ke kantin untuk membeli minuman ditemani Riris. Mereka hanya berdua karena Lisa dipanggil guru, katanya hendak membahas tentang olimpiade bulan depan.

Ellen menghela napas panjang. Kesialan demi kesialan yang menimpanya hari ini membuat mulutnya terasa pahit dan kering. Moodnya hancur berantakan. Mungkin dengan meminum minuman dingin kepalanya yang sakit bisa mendingan.

Ya, seharusnya begitu kalau saja tidak muncul keributan di salah satu meja kantin.

Satu per satu orang berdatangan demi melihat keributan itu. Ellen terjepit di tengah kerumunan masa. Sepatunya sampai-sampai terinjak. Bahkan dia terpisah dengan Riris. Entah ke mana cewek tomboi itu menghilang.

Karena tidak mau dirinya makin tersiksa, Ellen terpaksa mengikuti arus manusia di sekitarnya. Dia juga ikutan maju, matanya awas menatap sekitar. Takut nanti kakinya kena injak lagi.

"MATI LO ANJING!"

Ellen tersentak mendengar teriakan yang berasal dari tengah-tengah kerumunan orang. Kepo dengan apa yang terjadi, susah payah dia bergerak membelah kerumunan itu. Tubuhnya lagi-lagi terjepit.

"Ah, c'mon …." Ellen memutar bola matanya malas. Sulit sekali rasanya melewati orang-orang di hadapannya ini.

"Gue tau lo itu anak yang dibuang! Tapi bisa kan kelakuan gak usah nyampah banget?! Tai aja masih mendingan daripada elo!"

Seruan itu kembali terdengar, membuat Ellen harus berjinjit demi bisa memuaskan rasa keponya.

Brak!

Salah satu meja kantin ringsek tertimpa orang yang teriakannya tadi lantang sekali. Kaki meja itu patah, benda-benda di atasnya seperti botol saos, kecap serta tempat sendok dan garpu pun berjatuhan di lantai. Orang yang menonton di dekat situ segera mundur karena tak mau terlibat perkelahian.

Kak Kent!

Mata Ellen terbelalak lebar melihat yang sedang berkelahi itu adalah Kent. Muka cowok itu merah, kelihatan jelas kalau dia murka. Ellen tidak tau alasannya apa tapi yang pasti sosok itu tidak sama dengan yang mendatanginya di koridor dua jam lalu.

"Gilaaa! Cowok gue keren banget!" komentar cewek yang menghalangi jalan Ellen. Ia bersama teman di sampingnya tampak antusias sekali menonton Kent adu jotos.

Mengabaikan kumpulan cewek itu, Ellen menerobos lewat tengah-tengah. Alhasil dia mendapat banyak cibiran julid dan omelan yang membuat telinga sakit mendengarnya. Ellen mengucapkan maaf, tapi omelan yang diterima malah jadi dua kali lipat.

"Kak Kent, udah, Kak. Please …."

Kontan saja kepala Ellen menoleh. Tak jauh di samping kirinya, ada cewek yang menangis tersedu-sedu sambil dirangkul temannya. Ellen mengerutkan dahi. Sepertinya itu adik kelas.

"Kent! Udah, Woi!"

Kini tatapan Ellen beralih ke cowok yang berteriak di depannya.

"Entar anak orang bisa mati gara-gara elo, Kent!" tambah cowok itu.

Kent tidak mendengarkan. Telinganya dibuat tuli oleh amarah yang membumbung tinggi di kepalanya. Dia justru makin brutal menghajar cowok yang bersusah payah bangkit sehabis jatuh menghantam meja.

"Ck, ahh! Kepala batu banget jadi orang!" cibir cowok yang berdiri di depan Ellen.

Tak lama kemudian, pak Bambang dan beberapa guru datang. Beliau melewati kerumunan dengan sangat mudah. Langsung saja pak Bambang menarik Kent menjauh dari lawannya yang kali ini terdorong menghantam etalase kaca. Lawannya sudah nyaris tepar.

"Sudah! Diam!" titah pak Bambang tegas.

Kent menyentak lengannya, berusaha melepaskan diri dari cengkraman guru tersebut. "Lepasin saya, Pak!" ujarnya kesal.

"Diam! Jangan banyak bergerak!"

"Ck, ah!"

Kent terus memberontak sampai-sampai sikunya mengenai perut pak Bambang yang kosong. Perih sekali rasanya. Gara-gara itulah cengkraman pak Bambang mengendur. Kent berhasil lolos. Cowok itu melesat cepat menghampiri lawannya yang sudah babak belur, kemudian dia lanjut menghajarnya dengan brutal.

Dari sekian banyaknya siswa di sana, tidak ada yang berani ikut campur. Bahkan teman terdekat Kent sekalipun. Mereka sudah tau kalau berurusan dengan Kent yang sedang mengamuk bukanlah pilihan tepat.

"Kent!" Pak Bambang kembali menahan Kent kemudian menariknya menjauh dari lawannya-- Fariz.

"Jangan berontak atau saya panggil kedua orang tua kamu ke sekolah sekarang juga!" ancamnya ketika Kent hendak melakukan perlawanan lagi.

Kent mendengkus seraya menyeringai. Ancaman seperti itu tidak mempan. Tak ada alasan baginya untuk takut. Sebab, dia tau betul bahwa orang tuanya terlalu sibuk bekerja sehingga tidak bisa memenuhi panggilan dari pihak sekolah.

Sikut Kent kembali menyodok perut pak Bambang, kali ini disengaja. Dia sekarang benar-benar seperti belut yang sulit untuk ditangkap dengan tangan kosong.

"KAK KENT! JANGAN BERGERAK!"

Langkah Kent sontak terhenti mendengar teriakan lantang itu. Suaranya tidak asing di telinga. Itu suara yang sama dengan yang didengarnya dua jam lalu, suara milik Ellen Rena Monata Bramantyo -- pacarnya.

Kent menoleh ke arah Ellen, yang lain juga begitu. Sekarang semua atensi terpusat pada perempuan itu. Ellen jadi malu sendiri dengan apa yang sudah dilakukannya. Dalam hati, dia menyesal telah melakukan hal tolol ini.

Ellen begooooooooo! pekiknya dalam hati. Sumpah deh ngapain sih pake teriak-teriak segala?! Astagaaaa malu-maluin banget gilaaaa! Ellen bego! Bego! Begooooooooo!

Tak tahan mendapat tatapan dari segala penjuru mata angin, Ellen segera berlari menghampiri pak Bambang, dia bicara sebentar. Kemudian cewek itu mendatangi Kent, membawanya pergi dari sana.

"Awas! Jangan di jalan!" ketus Ellen pada rombongan cewek yang menghalangi jalannya. Matanya menyorot tajam, galak.

Setelah jalannya terbuka, Ellen lanjut menarik Kent pergi sementara pak Bambang menangani Fariz yang nyaris mati. Kerumunan perlahan bubar. Beberapa bahkan ada yang mengikuti ke mana Ellen dan Kent pergi. Karena sadar diikuti, Ellen sempat menoleh ke belakang demi memelototi stalker-stalker itu. Mereka langsung balik badan, pura-pura mengobrol dan cekikikan.

Kent diam menyaksikan itu. Dia bahkan tidak melawan ketika ditarik entah ke mana. Kakinya terus melangkah mengikuti Ellen dengan tatapan datar yang menyorot penuh rambut cewek itu. Rambut Ellen yang dikuncir kuda bergerak ke kanan-kiri karena empunya berjalan tergesa-gesa. Melihat itu, sudut bibir Kent tertarik satu. Amarahnya tadi mulai reda hanya karena hipnotis kuncir kuda.

"Lo mau culik gue ke mana?" tanya Kent setelah mereka jauh dari kantin.

Ellen menoleh sekilas ke belakang. "Diem kalo gak mau kena gigit!" ujarnya galak.

Senyum miring Kent berubah simetris. Matanya menatap kuncir kuda lagi.

"Mau dong digigit," ujarnya jahil.

Ellen menghentikan langkahnya. Tangannya yang tadi menarik pergelangan tangan Kent langsung dilepas begitu saja. Kent kaget. Lebih-lebih lagi ketika Ellen melemparkan tatapan tajam kemudian berjalan ke belakangnya.

"Lo mau digigit? Sana masuk lo! Biar digigit sama bu Dian!" Ellen mendorong punggung Kent sehingga cowok itu masuk ke sebuah ruangan yang tidak asing lagi baginya.

Yang pertama kali dilihatnya adalah guru perempuan yang sedang makan di meja sambil berkutat dengan laptop. Guru tersebut mengerjap dua kali melihat Kent, otaknya loading sebentar. Setelah otaknya selesai mengunduh data, mulut dan matanya sontak terbuka lebar.

"ASTAGA, KENTTT! KENAPA LAGI KAMUU?" pekik guru itu histeris.

Kent menghela napas panjang.

Selamat datang kembali di ruang BK.

***

Versi lama : 12 Oktober 2019
Versi baru : 25 Mei 2023

Dare or DareWhere stories live. Discover now