4. Sekilas Tentang Masa Lalu

7.8K 277 37
                                    

Sekali lagi, Ellen terancam datang terlambat. Penyebabnya masih sama ; Nauval yang kesiangan. Entah apa yang dilakukan kakaknya semalam di tongkrongan sampai pulang jam 4 subuh. Parahnya, kakaknya malah lanjut tidur di jam segitu. Mentang-mentang orang tua mereka sedang tidak di rumah, Nauval jadi semena-mena terhadap waktu tidurnya.

Sudah bangun kesiangan, siap-siap lama, memberi makan ikan dan burung lebih dulu pula. Nauval lagi-lagi ngaret. Mengakibatkan Ellen diserang darah tinggi melihatnya masih bisa santai padahal sudah jam tujuh lewat. Ellen curiga kakaknya terkena syndrome capybara, apa-apa santuy seolah hidupnya tidak ada beban sedikitpun.

"Kan udah ketutup!" Ellen mendesah kecewa melihat gerbang sekolah tertutup rapat. Sementara itu, Nauval  menguap lebar.

"Santai aja sih, palingan dapet 5 poin," katanya sambil menggaruk kepala yang terasa gatal.

"Ah, gara-gara elo nih!"

Ellen segera mengambil tas sekolahnya yang diletakan bertumpuk dengan tas sekolah Nauval di kursi belakang. Kemudian dia segera keluar dari mobil, lantas berlari kecil menuju gerbang Darma Bangsa.

"Oi! Duit jajan lo di gue tau!" teriak Nauval dari mobil.

Ellen berhenti melangkah lalu mengecek saku seragamnya. Kosong. Cewek itu menepuk dahi lantas balik badan. Menghampiri Nauval yang berdiri sambil menopang dagu di pintu mobil yang terbuka.

"Mana?" Ellen mengadahkan tangan kanan, meminta uang jajannya.

"Cium dulu baru gue kasih," ujar Nauval sambil menunjukkan pipi kiri.

"G!" Ellen menolak mentah-mentah. "Udah ah cepetan siniin duitnya. Gue mau masuk. Entar makin parah hukumannya. Emang lo tega sama gue, Bang?"

"Cium dulu gak mau tau."

"Ck ah!"

Dengan terpaksa, Ellen melangkah lebih dekat, mengecup pipi kiri Nauval. Baru setelah itu, kakaknya memberikan uang jajan sambil senyum lebar.

"Jangan boros."

"Iya, tau," balas Ellen malas. "Udah sana berangkat lo. Jangan bolos!"

"Iya, tau."

Mobil merah Nauval akhirnya melaju, menuju sekolahnya yang berada 5 KM ke utara. Seharusnya mereka diletakan dalam satu sekolah agar tidak ribet sekaligus agar ada yang bisa mengawasi Ellen. Tapi, Nauval menolak dengan alasan sekolahnya tidak bagus untuk sang adik. Padahal, menurut pandangan Ellen, itu hanya akal-akalan Nauval agar dia bisa bebas bolos tanpa takut ada yang cepu. Dasar kang bolos!

Ellen balik badan, menuju gerbang sekolah lantas digiring menemui guru piket oleh pak satpam. Setelah diomeli singkat, Ellen akhirnya diperbolehkan pergi ke kelasnya. Hilang sudah 5 poin dari total 100 poin yang dia punya. Kalau sampai dia kehilangan separuh dari total poinnya lagi hanya karena terlambat, Ellen bersumpah akan membotaki kepala Nauval sampai klimis.

"Sssttt? Riris, ada pak Heru gak?" Ellen berbisik pada Riris yang duduk dekat jendela.

Riris sempat terkejut tiba-tiba mendengar bisikan di tengah kesibukannya mencoret kertas. Lantas, ketika tau itu suara Ellen, Riris menggeleng. Gelengan kepalanya memiliki dua makna. Satu karena tidak habis pikir kalau Ellen akan terlambat. Dua sebagai jawaban atas pertanyaan Ellen mengenai ada tidaknya pak Heru di kelas.

"Aman, nih?" tanya Ellen memastikan.

Riris mengangguk. Tanpa tunggu lama lagi, Ellen segera melangkah secepat yang dia bisa menghampiri pintu kelas karena khawatir kepergok oleh pak Heru. Dadanya sudah lapang dan lega ketika alas sepatunya memijak lantai ruangan kelas. Namun, ketika Ellen sudah dekat dengan mejanya, tas sekolahnya tiba-tiba ditarik dari arah belakang.

Dare or DareWhere stories live. Discover now