38 - Not Susceptible!

1.7K 109 28
                                    

"Cha, lo marah?" tanya Steven melembut.

"Iya-iya, kenapa?" sahut Icha. Suaranya naik satu oktaf.

Steven hanya menatap Icha dengan menaikkan satu alisnya dan senyuman kecil. "Jangan marah, nanti gue tambah suka."

Icha yang mendengar itu merasakan pipinya memerah dan malu. Tapi ia dengan cepat mengubah raut wajahnya.

"Udah nggak mempan!" sergah Icha. Icha memandang ke arah lain untuk menyembunyikan pipinya yang merah.

"Beneran?" goda Steven. Steven masih tetap menatap Icha santai tanpa merasa bersalah.

"Iya!"

"Yaudah deh, Icha belajar sama Kak Dani aja. Udah ganteng, baik, sabar juga!" sindir Icha.

"Yaudah sana, belajar sama kakak gue," balas Steven tanpa berdosa. Steven pun pergi meninggalkan Icha yang masih melongo di tempatnya.

Icha melihat punggung itu perlahan jauh dan hilang, Icha jingkrak-jingkrak di tempatnya dengan raut muka yang kesal.

"Steven nyebelin! Dasar sombong, nggak peka!"

Icha pun berlari untuk mengejar Steven yang sudah jauh, jika bukan karena olimpiade, Icha pasti sudah pergi dan tidak akan mengejar Steven seperti ini.

Icha semakin cepat berlari untuk mengejar Steven yang sedang berjalan menuju perpustakaan, Icha akhirnya bisa mensejajarkan langkahnya dengan Steven.

Icha mulai mengatur napasnya yang ngos-ngosan, keringat mulai membasahi pelipisnya. Steven hanya diam dan menatap lurus ke depan, tidak mempedulikan Icha yang sedang berada di sampingnya.

Akhirnya mereka sampai di perpustakaan, Steven pun duduk di kursi yang biasa dipakai untuk membaca buku. Icha segera duduk di sampingnya, Icha meletakkan semua buku dan alat tulisnya di meja.

"Udah marahnya?" tanya Steven dengan santainya. Ia menatap Icha yang saat ini menatap lurus ke depan.

Steven tertawa kecil melihat tingkah lucu Icha. "Nggak jadi ke kakak gue?"

Icha langsung menatap Steven dengan raut yang kesal dan menurut Steven menggemaskan. "Nggak."

"Kenapa?" tanya Steven lagi.

Icha berdesis pelan dan tidak menghiraukan pertanyaan Steven lalu ia bangkit dari duduknya.

Steven langsung mengerutkan keningnya dan memandang Icha bingung. "Mau kemana?"

Icha berdecak dan memutar bola matanya. "Bukannya tadi nyuruh ke Kak Dani?"

"Nggak, kata siapa?" balas Steven. Steven ingin tertawa saja melihat sifat Icha yang lucu seperti ini.

Icha memilih duduk kembali dan melipat tangan di depan dada. Icha menatap lurus ke depan dan menghela napas kasar.

"Maafin gue," ucap Steven tulus. Steven memandang Icha lekat dari samping.

Icha langsung merasakan desiran hebat dan jantungnya berdetak lebih cepat. Sungguh, Icha gugup.

"Cha, maafin gue ya," ulang Steven tulus.

Icha langsung mengalihkan pandangannya ke arah Steven. Lalu tak lama, Icha mengangguk.

Steven langsung mengacak-acak rambut Icha, merasa gemas. "Maafin gue ya Cha, jangan marah lagi."

Icha langsung tersenyum samar dan mengangguk.

"Jadi nggak belajarnya?" tanya Steven dengan menaikkan kedua alisnya

"Jadi lah!" sahut Icha dengan semangat.

***

Icha sangat bersemangat sekolah karena hari ini ia ingin mengajak Steven nonton. Film-filmnya sekarang bagus-bagus, tapi horror. Karena film ini kesukaan Icha, jadi ia harus berani untuk menonton film horror.

Meskipun awalnya Icha ragu, tapi ia meyakinkan diri karena film ini bagus meskipun horror.

Sepanjang koridor kelas, Icha datang dengan senyum yang merekah. Para siswa yang melihat itupun merasa aneh, bahkan ada yang tertawa.

Icha tak memerdulikan itu sama sekali, yang terpenting ia sekarang merasa senang. Nanti saat istirahat, Steven akan berada di depan kelas Icha karena Icha sudah mengirim pesan ke Steven.

***

Waktu yang di tunggu-tunggu Icha akhirnya tiba, bel istirahat berbunyi. Icha langsung beranjak dari duduknya dan segera menuju ke luar kelas.

Ternyata Steven sudah ada di depan kelasnya dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana.

"Stev!" panggil Icha.

Steven langsung menoleh ke arah sumber suara, ia pun berjalan menuju ke arah Icha.

"Apa?" tanya Steven.

"Ngomongnya bisa di kelas aja?" pinta Icha. Ia malas jika harus berbicara di tempat ramai seperti ini.

Steven pun mengangguk dan mengikuti Icha yang sudah melangkah masuk ke dalam kelas.

Mereka berduapun duduk di bangku. Steven memandang Icha yang saat ini memainkan roknya.

"Kenapa Cha?" tanya Steven.

Icha langsung berhenti memainkan roknya dan menatap ke arah Steven yang menunggu ucapan dari mulut Icha.

"Em..jadi gini, film di bioskop bagus-bagus," ucap Icha memberi kode. Icha langsung menurunkan pandangannya.

"Oh."

Hanya oh saja? Icha yakin Steven pasti tidak peka. Icha bingung bagaimana cara memberitahu Steven.

"Iya Stev, filmnya bagus-bagus," ujar Icha lagi.

"Terus?"

Dasar Steven nggak peka! Icha sungguh kesal dan tidak tau lagi cara memberitahu Steven.

Icha menghela napas kasar dan memejamkan matanya sejenak.
"Ayo nonton filmnya!" kesal Icha karena Steven tidak peka juga.

"Sekarang?" tanya Steven.

"Ya nanti, gimana?" Icha menatap Steven penuh harap.

"Nggak."

Icha langsung membulatkan matanya mendengar jawaban Steven. Steven menatap Icha dengan santai tanpa beban. Raut muka Icha mendadak kesal, Steven yang menyebalkan!

"Kenapa?" tanya Icha sedikit keras dan kesal.

"Kita besok udah lomba, Cha. Kita butuh belajar," jawab Steven.

Icha yang mendengar itu hanya memutar bola matanya dan menatap Steven sebal.

"Katanya udah bisa, ngapain belajar," sindir Icha. Icha mengingat bahwa kemarin Steven mengatakan bahwa ia sudah bisa.

"Meskipun udah bisa kan harus belajar lagi, Cha," balas Steven.

"Tapi kenapa kemarin kok Icha aja yang belajar? Steven nggak tuh."

"Gue kan belajarnya di rumah," sahut Steven.

Dasar Steven! Pinter banget balas omongan orang! Icha sangat merasa kesal hari ini.

"Terserah deh! Dasar Steven nggak peka!" cerca Icha.

Icha melipat tangannya di depan dada dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Steven menyebalkan, ia selalu menang jika membalas perkataan orang.

"Jangan marah," ucap Steven. Steven mengelus rambut Icha lembut.

"Siapa juga yang marah?" balas Icha.

Steven tersenyum kecil.
"Habis lomba kita nonton," ujar Steven tiba-tiba.

Icha dengan cepat memandang ke arah Steven, raut muka Icha berbinar. "Beneran?"

"Iya, Cha," sahut Steven dengan mengacak-acak rambut Icha dan tersenyum kecil.

***

Steven nggak peka banget ya?

Jangan lupa vote and comentnya, selalu di tunggu❤


Salam

Reva Adhia

LOVE VIBESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang