43 - Tired

1.5K 97 19
                                    

Matamu boleh basah, hatimu boleh patah, tapi tolong jangan menyerah begitu saja. -Icha Febrina.

***

Setelah pulang sekolah, Icha langsung pulang naik angkot. Icha tidak mau kejadian seperti kemarin terulang lagi.

Selama perjalanan, Icha melamun dan memandang jalanan. Pikirannya sekarang terlintas pada Steven, Icha gelisah karena sikap Steven tadi. Ia sungguh tak tega melihatnya.

Akhirnya Icha sampai di depan gerbang rumahnya, ia turun dari angkot dan membayarnya. Ia ingin segera masuk ke dalam dan melampiaskan semua keluh kesahnya.

Mamanya, Anita, belum datang. Pasti Anita akan lembur dan pulang agak malam. Icha segera naik satu per satu tangga dengan cepat.

Matanya sekarang sudah mengeluarkan air yang siap terjun bebas. Ia langsung membuka pintu kamarnya dan merebahkan tubuhnya di ranjang. Icha menatap ke atas dengan senyum getir dan mata yang basah.

Memang cara perempuan melampiaskan semua keluh kesahnya adalah menangis. Entah mengapa itu membuat sakit dalam hati sedikit mereda. Tak peduli dengan tas dan sepatu yang melekat di tubuhnya.

Icha menangis sejadi-jadinya, sekarang kesedihannya sudah tak bisa ditahan lagi. Menjauhi Steven memang sesulit ini, tapi Icha harus bersabar.

"Gue nggak boleh egois, gue harus kabulin permintaan Indira. Semangat Cha!" Icha mulai berbicara. Tapi senyumnya masih terlihat dengan pipinya basah karena air mata.

Tapi Icha tiba-tiba teringat sesuatu, ia langsung mencari ponsel di saku seragamnya dan menyalakannya. Jari Icha mulai bergerak mencari aplikasi dan mengetikkan sesuatu di sana. Setelah pesan itu sudah terketik, Icha mengirimnya ke Indira.

Icha Febrina : Ra, tadi kok nggak ke kantin? Nggak masuk?

Tak lama, Indira membalas pesan Icha.

Indira Fernanda : Iya, tadi habis dari rumah sakit. Ada jadwal cek up.

Icha yang membaca itu merasa takjub dengan Indira, ia tak menyangka jika Indira sekuat itu menghadapi apa yang sekarang menimpanya.

Icha mengusap air mata di pipinya dan berusaha mengembangkan senyumnya. Ia harus kuat menghadapi semua ini, derita yang dihadapi Icha tak sebanding dengan derita Indira yang lebih besar darinya.

***

Sore ini Steven, Dimas, dan Rama sedang berada di rumah Steven untuk bermain ps. Rama mengambil minuman dan snack dari dapur Steven untuk pendamping mereka saat bermain.

Mereka bertiga sekarang sedang duduk rapi di ruang keluarga Steven untuk segera bermain. Tapi saat mereka hendak main, Steven memanggil kedua sahabatnya dan itu membuat Dimas serta Rama langsung menoleh ke arah sumber suara. Mereka berdua langsung meletakkan stick ps itu dan ingin tau mengapa Steven memanggil keduanya.

"Hubungan gue sekarang lagi nggak baik sama Icha," ucap Steven curhat. Ia ingin menyampaikan masalahnya kepada Rama dan Dimas untuk membantu mencari solusinya.

Dimas dan Rama langsung membulatkan matanya. "Kenapa?" serempak keduanya.

Steven menghela napas berat, setelah itu mulai menceritakan kejadian mulai dari pertama sampai terakhir dengan rinci tanpa ada yang tertinggal. Dimas dan Rama langsung terkejut mendengar cerita Steven.

"Gue salah apa coba?" tanya Steven dengan mengacak rambutnya.

Dimas tampak berpikir sejenak, mengingat-ingat semua cerita Steven. Ingin mencari tau letak kesalahannya dimana. Otaknya berpikir keras.

"Menurut gue sih lo nggak salah," komentar Dimas. Dimas menatap Steven sedikit iba karena dari raut mukanya yang terlihat frutasi. Steven yang mendengar itu hanya bisa menghela napas.

Pandangan Steven sekarang beralih ke Rama, ingin tau apa solusi yang diberikan. Raut muka Rama terlihat serius.

"Pasti ini ada pengaruh dari luar," komentar Rama dengan menatap Steven.

Steven mulai mengerutkan keningnya, masih belum mengerti arti ucapan Rama. Jarang sekali Rama serius seperti ini.

Rama sedikit kesal karena Steven hanya diam saja, ia akhirnya memanggil Steven lagi.

"Lo tuh tadi nanya-nanya, giliran dijawab nggak direspon. Awas aja kalau lo tanya lagi, nggak bakal jawab gue!" kesal Rama.

Steven berdesis dan menghela napas lagi, tak mengerti dengan jalan pikiran Rama. "Maksud lo ada yang memengaruhi dia gitu?"

Rama mengangguk. "Bisa jadi."

***

Setelah Rama dan Dimas pulang, Steven langsung menuju kamarnya untuk membersihkan dirinya dan mengganti bajunya. Ia harus cepat-cepat ke rumah Icha, Steven tidak boleh menyerah untuk hal ini.

Steven menuruni tangga dengan cepat, tapi saat di ruang tamu ia dipanggil oleh sang kakak.

"Kemana lo?" tanya Dani sembari menatap Steven dari atas sampai bawah.

"Rumah Icha," jawab Steven singkat dan langsung pergi dari hadapan Dani.

Tapi saat diluar, Steven mendengar Dani mengatakan sesuatu.

"GUE TUNGGU PUTUSNYA, JANGAN LUPA NGASIH TAU GUE YA! GUE SIAP JADI PENGGANTI LO!"

Steven yang mendengar itu hanya menghela napas dan berdesis. Iapun segera berjalan ke arah motornya dan segera menuju ke rumah Icha. Ia tidak ingin membuang waktunya, Steven harus cepat ke rumah Icha.

***

Saat sampai di rumah Icha, Steven langsung memarkirkan motornya di halaman rumah Icha. Steven menarik napas lalu menghembuskannya, ia dengan sungguh-sungguh mengetuk pintu rumah Icha.

Akhirnya terdengar sahutan dan pintu terbuka. Icha yang melihat Steven ada disini tersentak kaget, ia hanya diam tanpa mengucap sepatah kata.

"Bisa gue ngomong bentar?" tanya Steven dengan menatap Icha lekat, lalu Steven berjalan ke arah kursi dan duduk disana.

Icha hanya menurut dan duduk di kursi dekat Steven, ia hanya memandang lurus ke depan tanpa menatap orang disampingnya.

"Cha, apa gue pernah buat salah ke lo?" tanya Steven langsung ke intinya. Ia kemudian menolehkan kepalanya ke samping untuk melihat Icha.

Mata Icha terlihat merah, itu membuat Steven langsung tersenyum kecil.

"Lo nangis?" tebak Steven.

"Nggak, ngapain juga," sahut Icha cepat.

"Kasih tau apa alasan lo tiba-tiba jauhin gue gini, Cha. Gue butuh penjelasan," ucap Steven panjang.

Icha akhirnya memandang Steven, lalu menghela napas. "Gue udah bilang kan? Jauhin gue, jangan pernah anggap gue pacar lo lagi."

Steven yang mendengar itu tersenyum kecut. "Jika itu mau lo, gue turutin. Tapi kasih apa alasan lo, Cha."

"Gue bukan cowok yang bisa maksain orang untuk tetap sama gue," ucap Steven lagi.

"Tapi inget satu hal, Cha. Gue tetap cinta sama lo, dan seterusnya," lanjut Steven dengan senyumnya.

Icha yang mendengar itu tersenyum dalam hati, ia tak menyangka Steven akan seperti ini. Icha pikir Steven akan memutuskan hubungannya begitu saja, tapi nyatanya tidak. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya.

Akhirnya, Icha menghembuskan napas pelan dan kembali menatap Steven.

"Oke, Stev. Gue akan kasih tau alasannya sekarang."

***

Terima kasih telah membaca cerita LOVE VIBES✨

Kira-kira apa alasannya?

Jangan lupa vote and comentnya, selalu ditunggu❤

Salam

Reva Adhia

LOVE VIBESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang