DUA PULUH - SEMUA KARENA GUKIE

15.9K 1.6K 127
                                    

Jarum jam telah menunjuk angka delapan malam. Usai makan malam bersama dengan Gail di gendongan yang berhasil ditidurkan, Jihye lekas merebahkan si bungsu ke atas ranjang kamarnya—sementara Jungkook merokok di halaman belakang dan Gukie menggosok gigi di kamar anak itu.

Jihye kemudian meregangkan ototnya yang terasa kaku. Teramat lega sebab Gail terlelap awal sekali. Biasanya si bungsu tersebut selalu mengajak Jihye begadang dan tertidur jika Jungkook sudah berangkat ke kantor.

Masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, lantas keluar dengan gaun tidur satin berwarna putih dengan tali bahu tipis.

Jihye lantas dibuat terkejut manakala mendapati suara tangis Gail yang memekakkan telinga. Saat melihat sendiri, Jihye pikir mulanya Gail terjatuh dari ranjang. Namun, perkiraannya salah.

Sebab sekarang ia melihat anak sulungnya tengah mencium pipi Gail dengan gemas tanpa memedulikan adiknya meraung dengan tangisan keras.

Kepala Jihye mendadak panas. Buru-buru melangkah mendekat ranjang dan menarik kasar Gukie tanpa sadar.

“APA YANG GUKIE LAKUKAN?! TIDAK LIHAT BABY IYEL SEDANG TIDUR?!”

Jihye membentak keras sekali, pun mata bulat Gukie langsung berkaca-kaca. Untuk pertama kali sepanjang Gukie dibesarkan dengan kasih sayang sang ibu, Jihye tidak pernah mengeluarkan suara keras dan berlaku kasar sebelumnya.

Tanpa menunggu waktu lama, Gukie menangis tak kalah kencang, membuat Jihye semakin dibuat kepalang marah.

“Menangis?! Mau Mommy hukum, ya?!” Jihye menurunkan Gukie dari atas ranjang manakala anak sulungnya mulai memeluk tubuhnya. “Keluar! Main dengan daddy sana!” bentaknya sekali lagi.

Kelelahan betul-betul membuat Jihye tidak dapat menahan amarah. Kesabarannya sudah habis kali ini. Beberapa kali Gukie sengaja membangunkan Gail meskipun dalam artian gemas. Namun, malam ini Jihye membutuhkan waktu istirahatnya—dan ia yakin sekali bahwa setelah ini Gail akan susah untuk ditidurkan.

Seusai kepergian Gukie dari kamarnya, Jihye lekas mengambil Gail yang masih menangis histeris. Segera menggendong bayinya dan membawanya ke balkon kamar untuk ditenangkan.

Bersyukur sebab Gail tidak lagi menangis. Akan tetapi, tidak ada tanda-tanda jika Gail mengantuk. Dan yang bisa Jihye lakukan hanya mengembuskan napas lelah.

....

Gukie menutup kasar pintu kamar sang ibu. Berlari dengan tangis deras untuk mencari keberadaan sang ayah, kemudian segera naik ke atas pangkuan dan memeluk erat setelah Jungkook mematikan bara api rokoknya.

“Kenapa, Hyung?” Jungkook menepuk punggung gemetar tersebut. Pria tiga puluh tahun tersebut sangat yakin jika Gukie melakukan kesalahan sebab ia sempat mendengar keributan dari dalam rumah.

Mommy nakal,” jawabnya dengan suara serak. Gukie masih asyik menangis di pelukan sang ayah, mengabaikan kaus Jungkook yang barangkali tercium bau sisa asap rokok.

Mendengar tangisan Gukie membuat Jungkook ngilu. Ayah dua anak itu lekas meraih pipi Gukie dan menyeka air matanya.

Hyung atau mommy yang nakal?” tanyanya sembari merapikan surai berantakan Gukie.

Menyeka ingusnya dengan lengan, Gukie hanya dapat menggeleng. Detik yang sama, Jungkook menemukan lengan anaknya yang memerah.

“Ini kenapa? Mommy?”

Gukie kini mengangguk. “Sakit ...,” adunya kepada sang ayah yang mendadak mengeraskan rahang.

Membawa Gukie ke dalam gendongan, Jungkook sontak meninggalkan halaman belakang untuk menghampiri sang istri.

EUPHORIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang