LIMA PULUH DELAPAN - BERDAMAI

11.4K 1.6K 326
                                    

Park Jihye merenung setelah ia berhasil menidurkan ketiga anaknya. Ini sudah tepat pukul dua pagi, dan sudah terhitung tiga hari Jungkook tidak pulang ke rumah.

Sama seperti yang Jungkook katakan, “Kirimi aku pesan jika kau ingin aku pulang.”

Hingga detik ini, Jihye tak kunjung mengirimi pesan dan menyuruh Jungkook untuk pulang. Jihye tahu jelas sang suami pasti sangat kebingungan mencari makan, apalagi Jungkook sangat sulit bangun pagi apabila bukan Jihye yang berusaha membangunkannya.

Wanita itu memilih untuk keluar dari kamar. Menyeduh teh herbal sebelum ia bawa cangkir itu ke ruang santai untuk menyalakan televisi dan menonton sebuah film yang tidak ia mengerti jalan ceritanya.

Melipat kedua lutut di depan dada, Jihye menyeruput sedikit demi sedikit teh herbalnya. Gengsi, tentu saja. Jihye rindu dengan suaminya sementara ia tidak ingin mengirim pesan pada Jungkook lebih dulu.

Namun, Jihye pikir ia harus melakukannya. Jihye menghela napas dalam, meraih ponselnya dan segera mencari nomor kontak Jungkook di sana.

[3G Mom💜: Pulanglah.]

Marah terlalu lama rupanya sangat percuma. Apalagi penyebabnya hanya karena tato yang tidak akan bisa dihapus dan hilang dari kulit Jungkook begitu saja. Jihye juga mendadak mengingat pesan ayahnya mengenai hubungan rumah tangga.

Huh, kau tidak boleh menggunakan egomu, Jihye,” monolognya. Jihye fokus menatap televisi, tapi layar ponselnya serasa jauh lebih menarik untuk ia lirik setiap detik.

Jihye menunggu Jungkook membalas pesannya. Akan tetapi, hingga jarum jam menunjuk angka tiga dan film horor yang ia tonton telah selesai tayang, Jungkook belum juga membalas pesan singkat dari Jihye.

Mungkin Jungkook sudah tertidur. Setidaknya, itulah yang ada di kepala Jihye saat ini. Jihye berubah mencemaskan Jungkook mengingat setelah menikah Jungkook benar-benar selalu diurus oleh Jihye mulai dari bangun pagi hingga sebelum tidur.

Jungkook itu ceroboh. Ia bisa memakai kemeja kerja yang sama di keesokan harinya tanpa sadar, kemudian akan marah pada dirinya sendiri jika ada seseorang mengingatkan mengenai kemejanya yang belum diganti.

Pria itu juga jarang sekali mau meletakkan pakaian-pakaian kotornya ke dalam keranjang. Tapi Jihye berdoa agar Jungkook bisa menangani dirinya sendiri saat ini tanpa bantuan orang lain.

Saat Jihye bangkit dari sofa dan mematikan televisi, kepalanya tiba-tiba menoleh manakala bel pintu utama berbunyi. Jihye segera melangkah dan menilik melalui layar interkom untuk mengecek siapa gerangan yang bertamu semalam ini.

Manik Jihye terbelalak saat yang ada di sana adalah Jungkook dan seorang wanita yang terlihat kesusahan menahan berat tubuh Jungkook.

Jihye segera membuka pintu lebar-lebar. “Astaga, apa yang terjadi?”

“Hai, suamimu terlalu banyak minum malam ini. Aku mengantarnya pulang saat dia memintaku untuk mengarahkan mobilnya ke rumah ini.” Jihye segera mengambil alih tubuh Jungkook. “Lain kali jaga suamimu. Jangan sampai ada wanita lain yang menggoda dan mengambilnya. Ingat, wanita malam menyukai pria kaya dan tampan. Kalau begitu ... aku permisi. Temanku sudah menunggu di mobilnya.” Wanita itu kemudian pergi setelah menyerahkan kunci mobil Jungkook.

“Terima kasih banyak, Aerin-ssi.”

Jihye tahu wanita di hadapannya adalah artis papan atas yang bernama Song Aerin. Cukup kaget juga bagaimana bisa Jungkook datang dengan seorang artis terkenal yang lagu dan filmnya telah disukai oleh jutaan orang.

Dengan susah payah membawa Jungkook menuju kamar, Jihye lalu menidurkan Jungkook dan melepas jaket pria itu. Sejenak kaget sebab Jungkook tidak mengenakan dalamannya—hanya sebatas hoodie dan celan jins panjangnya.

EUPHORIAOù les histoires vivent. Découvrez maintenant