TIGA PULUH EMPAT - PENTINGNYA MINTA MAAF

16K 1.5K 325
                                    

Jihye baru saja selesai membereskan kamar utama, kamar Gukie, serta ruang kerja Jungkook manakala ia mendapati anak sulungnya menangis dan memeluk perutnya sangat erat.

"Ssstt ... jangan menangis. Baby Iyel sedang tidur," kata Jihye kemudian mengangkat anaknya ke gendongan dan membawanya ke kamar Gukie.

Jihye mendudukkan Gukie ke atas ranjang sementara dirinya berlutut di hadapan Gukie sambil menyeka air mata yang terus bercucuran.

"Kenapa menangis, hm? Ada jagoan yang bisa menangis rupanya ...," kata wanita Park tersebut.

Gukie memanyunkan bibir sebelum mengecuk matanya. Anak itu lalu melingkarkan lengannya di leher sang ibu sehingga membuat Jihye memajukan punggungnya.

"Daddy nakal pada Gukie," jawabnya masih disertai suara sengau. Bulu mata basahnya mengerjap pelan sembari mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. "Goo kan cuma mau pinjam ponsel daddy, tapi daddy malah marah-marah."

Mendengar penjelasan itu, Jihye sejenak melepaskan lengan Gukie dari lehernya. "Tidak bohong?" tanyanya yang disambut respons gelengan dari kepala Gukie. "Lalu kenapa daddy bisa marah kalau Goo tidak salah?"

Sebelum anak itu menjawab, Jungkook datang memasuki kamar anak itu dan berdiri di sebelah Jihye—membuat Jihye harus mendongak karena posisinya saat ini tengah berlutut.

"Daddy tidak marah lho, Goo." Jungkook menatap sang istri kemudian. "Gukie menghapus dokumen untuk rapat besok siang," katanya ke arah Jihye.

Gukie menangkup pipi sang ibu. Wajahnya terlihat kentara akan menangis sekali lagi, tapi Jihye lekas memegangi punggung tangan anaknya yang setia bertengger di pipinya.

"Benar yang daddy bilang?" Gukie mengangguk lamat—tak berani menatap Jungkook yang masih berdiri di dekatnya. "Minta maaf pada daddy dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi."

Namun, bukannya menuruti perintah sang ibu, Gukie malah menggeleng karena terlalu takut dengan sang ayah. Padahal Jungkook memang benar-benar tidak marah-marah, hanya memberi nasihat pada anaknya untuk tidak lancang lagi lain kali.

"Hyung ... Daddy tidak suka kalo Hyung nakal. Ingat Daddy pernah bilang apa?" Gukie menggeleng—pura-pura tidak tahu. "Goo harus menjadi anak yang baik untuk mommy dan Daddy."

Jihye tersenyum saat anak itu mengulurkan kedua tangannya ke arah sang ayah. Dengan gesit Jungkook menggendonga anak sulungnya, kemudian terkejut ketika Gukie langsung memeluk lehernya dengan erat.

"Gukie tadi tidak sengaja," ujarnya dengan suara serak. Air matanya keluar lagi sebab menjadi merasa bersalah. "Goo minta maaf ...," lanjut si kecil kemudian disambut kekehan ringan dari kedua orang tuanya.

Telapak tangan besar Jungkook menepuk punggung anaknya. Bibirnya lalu mendarat di leher Gukie. "Baunya anak Daddy. Pasti belum mandi, ya?" Gukie lekas menggeleng. "Baiklah, ayo mandi dengan Dad." Jungkook membawa langkahnya menuju kamar mandi Gukie dan mulai melepas kaus sang anak serta kausnya.

Sementara itu, Jihye di luar kembali mematri senyum. Senang sekali rasanya melihat kedekatan Gukie dan Jungkook. Apalagi kalau sang ayah sudah mulai mengusili anak sulungnya sampai Gukie menangis dan berakhir mencari sebuah pelukan dari sang ibu.

Jihye bergegas menyiapkan pakaian Jungkook dan Gukie. Tak lupa mengambil bathrobe untuk suami sebab di kamar mandi Gukie tidak ada satu pun handuk berukuran besar atau bathrobe milik Jungkook.

"Daddy, kenapa itu ada kumisnya?" Gukie bertanya sembari menunjuk sesuatu di bawah sana. Jungkook langsung menunduk untuk melihat apa yang Gukie tunjuk. Kemudian tawanya menguar dengan kerad hingga menggema di dalam kamar mandi. "Waktu itu tidak ada," tambah Gukie.

EUPHORIADonde viven las historias. Descúbrelo ahora