TIGA PULUH DELAPAN - KEMARAHAN DADDY (2)

14.9K 1.5K 319
                                    

Terhitung tepat dua minggu setelah hari ulang tahun Jihye dirayakan dengan kesederhanaan. Saat ini pun Bibi Han sudah dibolehkan untuk kembali bekerja dan setidaknya meringankan pekerjaan Jihye setelah lebih dari satu bulan mengurus rumah, anak, dan suami sekaligus.

Gail sedang tertidur, begitu juga dengan Gukie yang memang setiap hari harus tidur siang karena perintah sang ibu. Sementara Jungkook sedang disibukkan dengan merombak ruang kerjanya di lantai dua. Jihye sendiri memilih bersantai di dalam kamar sembari merenung dalam waktu yang lama.

Jungkook sudah sibuk dengan kegiatannya selama dua jam terakhir. Akan tetapi, Jihye enggan untuk sekadar melihat bagaimana ruangan sang suami saat ini.

"Nyonya, Tuan Jungkook memanggil di atas." Jihye mengerjap manakala suara Bibi Han menyapa rungunya. Pintu kamar yang sengaja tidak ditutup membuat pelayan paruh baya itu masuk.

Mengangguk sambil mengulas senyum, Jihye kemudian berdiri dari duduknya di atas sofa. Ia tinggalkan ponsel yang sedari tadi berada di atas pangkuannya. Jihye menyempatkan diri untuk menguncir rambutnya yang sudah tumbuh memanjang. Lalu tungkainya melangkah santai menuju lantai dua setelah membuatkan kopi susu untuk sang suami.

"Bi, tolong jaga Iyel sebentar, ya," ujar Jihye sebelum mencapai pada anak tangga terakhir. Tangan kanannya memutar kenop pintu, lantas masuk ke dalam ruang kerja tersebut. Maniknya melebar karena tak menyangka dengan hasil akhirnya, pun bibirnya tak berhenti berucap kagum. "Kau jadi membeli lukisan itu?" tanya Jihye saat menemukan sebuah lukisan abstrak yang ia tak tahu apa makna di balik coretan tersebut.

Jungkook menoleh sambil mengangguk. Pria jangkung itu kemudian menerima cangkir di tangan sang istri sebelum meneguknya dan kembali melanjutkan kegiatannya memasang wallpaper dinding.

Kaus hitamnya sudah ditanggalkan di atas sofa ruang kerja—hanya mengandalkan celana kolor yang panjangnya di atas lutut. Memamerkan otot dan perut kotak-kotaknya di depan sang istri. Ditambah rambutnya yang sudah memanjang lantaran malas untuk sekadar mampir ke salon.

"Jiy, bisa bantu aku mengikat rambut? Gerah sekali rasanya," kata pria itu tanpa menatap sang istri. Jungkook saat ini tengah berjongkok untuk memasang kertas wallpaper bagian bawah.

Melepas ikat rambutnya, Jihye lantas menghampiri Jungkook dan meraih rambut basah itu. "Kau harus keramas setelah ini. Lihatlah, rambutmu sampai lepek karena keringatmu sendiri."

Jungkook hanya berdeham singkat sebagai tanggapan lantaran pria Jeon itu terlampau fokus dengan kegiatannya—tak ingin wallpaper yang ia padang berubah miring atau tidak rapi hanya karena menanggapi suara sang istri.

Jihye berakhir duduk di sofa berwarna merah marun tersebut. Meraih kaus setengah basah milik sang suami untuk ia pindah di atas lantai kayu. Kemudian maniknya benar-benar penuh menjadikan Jungkook sebagai objeknya.

Satu kakinya menyilang di kaki yang lain, sementara kedua tangannya melipat di depan dada dengan punggung bersandar pada sofa. Sejenak Jihye menambah suhu dingin dari AC ketika dirinya merasa kegerahan.

Lantas setelah suara hembusan napas sang suami menggema, barulah wanita Park itu menggeser pantatnya untuk menciptakan ruang kosong pada Jungkook.

Jungkook menyeka keringat di keningnya menggunakan lengan sebelum duduk dan meregangkan ototnya. "Astaga, aku lelah sekali," ujarnya kemudian. Pria itu mengecup bibir Jihye. "Sayang, ambilkan minumku di sana." Bibirnya menciptakan cengiran ke arah sang istri, pun jari telunjuknya tengah menunjuk meja kerja yang berada cangkir kopi di atasnya.

Setelah Jihye mengambilkan kopi susu buatannya, wanita itu kembali duduk. Hanya saja, kini ia meletakkan berat tubuhnya di pangkuan sang suami. Mengalungkan kedua lengannya pada leher lengket Jungkook karena berkeringat.

EUPHORIADove le storie prendono vita. Scoprilo ora