20 #Sakit

4.8K 264 5
                                    

"Lesti sama si Yuli, lama banget buset," ujar Eno geram.

"Padahal ngapain sampe ajak mereka?"

"Silaturahmi, emang apa? Hayoh lo mau apa? Kenapa Ky?~ biasa aja kali."

Billar malah tak memperdulikan Eno lagi. Dirinya lebih baik bicara dengan hati dan pikiran, ditemani segelas susu hangat.

"Assalamualaikum~" ucap salam dari orang yang ditunggu-tunggu.

"Waalaikumsalam~ dateng juga kalian, duduk!~ Ky~ jawab kek!~"

"Udah dalem hati, kalian ngapain sih ke sini? Udah malem. Pulang pulang~"

"Iiih kakak, gak boleh gitu. Kita baru aja sampe, kan a Eno yang undang, masa harus ditolak." 

"Ada apa sih emang ini?" Tanya Billar tidak tau maksud acara ini. Dirinya hanya mendadak panik dan tak karuan sendiri. 

"Kakak juga gak tau? Dede apalagi."

"Aku juga gak tau," seru Yuli.

"Yang tau di sini cuma babang Eno tampan~"

"Ngaca lo lele!" Tukas Billar, tawa pun mengisi ruangan.

"Gini gini, sebenernya gak ada apa-apa, cuma pengen kumpul sama kalian aja. Belakangan ini kan kita mulai akrab, apalagi ekhem bos sama dede~"

"Apesi No!" Kesal Billar.

"Diem dulu bos! Nah, gua ajak kalian kumpul deh."

"Gak jelas sumpah." Sela Billar.

"Kakak, gak apa-apa. Justru niat Eno udah baik, hargai iih. Makasih undangannya a Eno~"

"Nah ini baru bener, sama-sama dede. Ayo pesen aja, Billar yang bayarin~" celetuk Eno.

"Tuhkan, busuk hati lo."

"Sabar~ Eno becanda doang, kita bayar masing-masing aja."

"Eh eh jangan, kakak yang bayar aja, pesen deh~"

"Ok kalo gitu~ teteh yang pesenin, dede mau apa?"

"Es capuccino sama burger aja."

"Jangan minum es, udah malem." Seru Billar peduli namun masih malu-malu menunjukkannya.

"Acie perhatian~ ya udah, sama kayak kakak aja, itu kakak minum apa?"

"Haruslah, ini kakak minum susu anget."

"Dede sama kayak kakak aja teh Yuli, maaf ya."

"Oke."

"Burgernya gak jadi, susu anget aja."

"Sip!"

Teh Yuli pun pergi ke meja pelayan.

"Gua keluar dulu, pengen ke area tempat ngerokok."

"Ngerokok mulu idup lu, mati entar~"

"Buset, jahat amat tuh mulut!"

"Ya emang bener, sono sono pergi!"

"Maaf bang, pasti masih kesel ya sama gua?"

"Enggak, ngapain gak penting."

"Kakak ih, jangan jutek gitu, jelek."

Billar pun memberi senyuman pada Lesti, walau harus dipaksakan.

"Senyum yang tulus, ayo gimana?~"

Billar pun tersenyum tulus.

"Aaaa manisnya abang ini~"

"Aduh, lama-lama di sini, bisa jadi nyamuk gua. Pergi dulu ya~" Eno pun pergi.   

"Iye sono!" Usir Billar.

"Kakak keliatan beda, lagi sakit bukan?"

"Ah? Enggak~ cuma ngantuk aja, kan belakangan ini kurang tidur. Dede juga kan?" 

"Iya sih, tapi, coba maaf ya dede pegang keningnya." Ujar Lesti meminta izin, dirinya pun menempelkan punggung tangannya di dahi Billar.
"Ya Allah., kok dingin sih kakak. Pulang yaa, istirahat aja, dede panggilin Eno-"

Billar malah memegang pergelangan tangan kiri Lesti, karena Lesti akan melangkah pergi.

"Jangan, kalo kakak pulang, gak bisa liat dede. Justru karena kakak ada di sini, kakak paksain, biar bisa ketemu dede."

"Ih mulai mulai! Gombal mulu si bapak ini!~"

"Enggak gombal, beneran.."

"Udah ah, pulang ya, dede panggilin Eno."

Billar malah memegang dua tangan Lesti.

"Kak tangan kakak juga dingin."

"Iya kakak kedinginan, gak ada yang peluk, pengen dipeluk dede tapi belum muhrim. Maaf ya kakak pegang tangan dede, soalnya tangan dede anget." 

"Iya gak apa-apa. Ya Allah., pulang ya~  kan udah nih ketemu dedenya~ coba senderin punggungnya," ujar Lesti sungguh dibuat cemas. Billar pun bersandar di kepala sofa. Billar memang suka memesan ruang vip saat ke sebuah area umum, demi tetap menjaga privasi. Jadi, akan ada sofa tersedia di ruang ini. 

Tak lama Yuli datang dengan membawa nampan berisi pesanan.

"Ya Allah., bang Billar kenapa?"

"Kak Billar demam kayaknya, soalnya badannya dingin, eum dede minta tolong dong teh, ambilin selimut di mobil~ maaf."

"Iya iya, bentar ya!" Yuli pun bergerak cepat. 

Lesti benar-benar dibuat serangan jantung jika seperti ini jadinya. Billar masih memegang kedua tangannya, dan Billar juga mulai meletakkan kepalanya di bahu kiri Lesti, membuat Lesti merasakan hangat dipojok hatinya.

"Kakak ... denger dede, kan?" Tanya Lesti menjadi panik.

"Humh," dehem Billar setengah sadar.

Yuli pun muncul dan agak terkejut dengan apa yang dilihatnya.

"Teh Yuli jangan salah sangka dulu, ini darurat!"

"Iya dede iya, santai aja ya ampun~"

"Ya udah sini selimutnya!" Pinta Lesti.

Lesti pun dengan pelan melepas kedua tangannya dari genggaman Billar.

"Dingin banget astagfirullah.." ujar Lesti setelah tanganya bebas, dirinya pun menyelimuti tubuh Billar dibantu oleh Yuli karena kepala Billar masih berada di bahu Lesti.

"Teteh telpon Eno dulu," ujar Yuli menjauh beberapa langkah.

Lesti membenarkan selimut Billar dan terus mengecek dahi hingga leher Billar.

"Pucet banget kakak~"

"Dede.."

"Eh. I-Iya, dede di sini, kenapa kak? Ada yang sakit? Pusing?"

Billar mengangguk lemas, tubuhnya benar-benar gemetar dan sudah tak bertenaga, Lesti dapat merasakan berat tubuh Billar di sampingnya karena sedari tadi Billar menaruh kepalanya di bahu dan mulai menyandarkan tubuhnya juga di sisi Lesti.











Bersambung...

Takdir Sesungguhnya | LESLARWhere stories live. Discover now