I.N.P -1-

92.6K 6.4K 221
                                    

~Datangnya yang misteri
Hadirnya yang entah dinanti atau diingkari~
_i.n.p

✯✯


"Sayang, ayok bangun. Kamu kesiangan Arra, ini sudah jam berapa kamu masih enak-enakan tidur? Ayo sayang bangun." pinta bunda Aizen--- ibunda Arra.

"Ngghhh.... Bun, masih jam 5 udah teriak-teriak aja dikamar Arra, udah tau masih ngantuk juga, ah." Balas Arra malas.

"Heh nggak ada, ayo bangun. Kamu itu pindah sekolah hari ini. Kok malah males gini? Sekolah kamu masuk jam 06.45 sayang... Ini udah jam 06.20."

"Nanti aja, Bun, lima menit lagi."

"Terserah kamu deh, Bunda ke bawah mau nyiapin sarapan. Buruan bangun." Arra hanya membalas deheman pelan.

Bunda Aizen keluar dari kamar, berniat turun untuk menyiapkan makanan, karena dia juga mempunyai makhluk lain untuk diberi makan. Sedangkan gadis itu masih sibuk memeluk boneka kesayangannya.

"Huahh..." Sedikit demi sedikit, gadis itu mulai membuka mata, merenggangkan otot-otot tubuh, matanya melirik melihat jam dinding. Sedikit blur memang, karena matanya pun malas untuk terbuka.

"Jam berapa sih? Baru juga setengah tujuh." Arra menggerutu, menelisik lebih dalam jam dinding di depan. Tapi, bentar, ada yang aneh. Spontan Arra melebarkan matanya, "HAH--!!! Setengah tujuh?! Bunda! Kok udah lewat 10 menit sih!"

Tersulut emosi, Arra bergegas membersihkan diri ke kamar mandi, tak lupa membawa seragamnya dari almari.

Selepas mandi ia keluar, bergegas merias dirinya,  hanya sedikit polesan lip tint agar terlihat segar, diambilnya tas sekolah, cepat-cepat ia turun ke ruang makan.

"Pagi Ayah... Pagi Bunda... Pagi makhluk tak kasat mata." Sapa Arra pada keluarganya.

"Pagi sayang." balas Bunda, tersenyum manis.

"Pagi, Ra, buruan sarapan. Kamu bisa telat nanti." lanjut ayah Arsel---ayah Arra.

"Nggak sopan banget lo sama abang sendiri. Durhaka tau rasa." Abio memicingkan mata menatap Arra, ia menjabat sebagai kakak satu-satunya milik Arra.

"Nggak terima?"

"Kaga lah, cakep-cakep gini juga."

"Pfttt.... Iya cakep, kalo dilihatat dari atap Burj Khalifa, hahaha..." tawa Arra lepas. Ia memang gemar sekali mengusili kakaknya itu.

Abi yang terlalu malas berdebat dengan rival sejatinya itu, hanya memutar bola mata malas, "Serah lo."

"Makanya jangan ngajak berantem, huuuu.." Arra melangkah ke salah satu kursi, duduk dengan nyaman sesekali menggoda Abio.

"Sudah-sudah jangan berantem tiap hari bisa nggak, sih, kalian itu? Heran tiap hari berantem, nggak sulung nggak bungsu sama aja." geram Bunda Aizen.

"Namanya juga anak-anak Bun, udah lah." Ayah menengahi.

"Iya, Yah, tapi mereka tiap hari. Sampe bunda males dengernya."

"Gini, ya, Bun. Kalo nggak ada perdebatan tuh sepi nih rumah. Ye nggak bang?" Kaya Arra, mengangkat dagu mengarah ke Abio.

"Iyain deh, kasihan gue." Balas Abio.

"Ih kok gitu sih, ah, nggak solid lo."

"Sttt Arra, sama Abang sendiri yang baik ngomongnya." Bunda menatap Arra lekat. Sedangkan yang ditatap malah menyengir.

I'm Not Parasite [END] PROSES PENERBITANWhere stories live. Discover now