I.N.P -6-

30.4K 2.9K 24
                                    

3 hari kemudian....

"KAK! LAKIK LO PELIT JADI ORANG!" Teriak Arra dari arah dapur, kala Abio sibuk memakan sesuatu, sementara ia hanya diam melihat.

Tak lama seseorang muncul, menutup kedua telinga karena teriakan Arra, "Apa lagi, Ra? Jangan teriak-teriak." Ucap Sarah menggelengkan kepala.

Memang benar, abangnya telah menyandang status suami sejak 2 hari yang lalu. Dimana Sarah adalah istrinya.

"Ini nih, bang Abi nggak mau bagi-bagi bocinya, Arra 'kan pengen, Kak." Adu Arra.

Sarah menghela napas akan tingkah adek iparnya itu, "Kakak kira apa, di kulkas ada sana."

"Beneran? Kok Abang nggak bilang?!"

"Makanya lo, ke dapur sekali-kali. Enak aja mau minta punya gue, ini 'kan buatan bini gue tersayang." Ucap Abio sembari melahap makanan di depannya.

"Ck minta secuil aja nggak boleh, pelit amat!"

"Stt, Arra, udah sana. Apa mau Kakak bikinin?" Tawar Sarah.

Arra cepat-cepat melambaikan tangan, menolak, "Enggak usah, Kak. Kasihan kak Sarah 'kan udah capek bersih-bersih rumah."

Abio terkekeh, melihat tingkah Arra yang sedikit lucu, "Nah, gitu. Kudu sadar. Mandiri sana."

Arra berdehem malas, ia langsung mengikuti perintah Sarah, melangkah menuju ke dapur.

"Mana? Katanya ada boci." Kata Arra sedikit berteriak, matanya masih sibuk melihat-lihat barang di dalam kulkas.

"Ada nggak?" Tanya Sarah, berjalan mendekati Arra. Arra membalikkan badan lalu menggeleng-geleng kepala.

"Mm... Ya udah, Kakak beliin lagi." Icap Sarah berniat melangkahkan kaki pergi.

Arra terkejut sejenak, buru-buru ia menahan lengan Sarah, "Jangan Kak, biar Arra aja. Sini uangnya." Ucapnya sambil menadahkan tangan.

"Beneran? Kamu nggak mager? Biasanya juga rebahan kalo jam segini." Ujar Sarah.

Arra menggeleng, "Nggak lah, lagi semangat ini. Udah Kak, mana uangnya?"

Sarah mengangguk, mengambil beberapa lembar uang di dompetnya, "Ini, ya, sekalian beli yang paketan aja bisa buat stok di rumah."

"Siap, Kak. Arra pergi. Bye..." Pamitnya langsung melenggang pergi. Sesampainya Arra di ruang makan, ia memberikan tatapan tajam ke Abio yang asik makan.

"Apa lo." Sinis Abio yang merasa tersindir karena tatapan Arra. Sedangkan gadis itu tak membalas, ia langsung memalingkan wajah ke arah lain.

Arra kembali berjalan meninggalkan rumah, menikmati setiap langkahnya. Lagi pula, jarak rumahnya ke minimarket gak jauh-jauh amat. Tapi, ditengah perjalanannya tiba-tiba saja rasa aneh muncul di dalam sana.

"Aww--- perasaan udaranya seger-seger aja deh, kok kayak sesek gini." Arra menggerutu lirih, sesekali menepuk-nepuk dadanya. Ia tetap menghiraukan rasa itu, dan berjalan ke minimarket.
.
.

Sepulang dari minimarket, Arra masih saja merasa sesak, ia berjalan sedikit tak beraturan, "Aww--- Uhukk--- Uhukk-- ini asap kenapa makin banyak sih?!"

Mau tak mau ia harus menahan rasa itu di dalam sana, kakinya tetap melangkah. Arra tak mau ambil pusing.

Padahal, awan begitu cerah. Langitnya juga indah, sinar matahari hampir tenggelam. Biasanya jam-jam ini sudah jarang lalu lalang kendaraan besar yang terbiasa meninggalkan asap seenaknya. Entah apa yang membuat gadis itu merasakan sesak di dalam tubuh.

I'm Not Parasite [END] PROSES PENERBITANWhere stories live. Discover now