I.N.P -7-

29.9K 2.7K 45
                                    

Arra yang melihat itu sedikit ada rasa ingin membantu, ia pun mendekati Alvin.

"Sini, gue bantu." Tawar Arra tiba-tiba, membuat Alvin tercekat karena mengira tak ada orang di kamarnya.

"Eh-- lo ngapain di sini?!" Decak lelaki itu.

"Yaa... Main lah, masa ke kamar calon nggak boleh? Orang nggak ngapa-ngapain juga."

"Nggak. Sana keluar. Bikin males aja."

"Enggak, ya, orang gue baru datang kok udah diusir. Nggak sopan." Cibir Arra, kembali mendekati ranjang.

"Pergi, Ra. Nggak guna lo di sini."

"Enak aja, berguna lah."

"Gue bilang pergi, ya, pergi." Alvin menatap tajam, "Paham nggak sih?"

Arra terlalu malas dengan perdebatan kali ini, mau tak mau ia menuruti perkataan lelaki itu, "Iya, gue balik. Tapi inget, besok jemput gue ke sekolah, kita berangkat bareng. Jangan sampe nolak, entar gue aduin ke Papa."

Cepat-cepat Arra beranjak dari kasur, berjalan ke pintu kamar. Sebelum membuka pintu, ia kembali menatap Alvin.

"Jangan lupa kita mau nikah, putusin cewek lo." Ucap Arra bergegas keluar kamar sebelum Alvin marah.

Alvin tak membalas, ia mengusap surainya kasar lalu menonjok dinding dengan keras. Berusaha meluapkan emosinya, "Arrghh!! Cewek sialan!"

Arra melangkah menuruni tangga, dilihatnya calon mertua di bawah sana. Ia mendekat berniat untuk pamitan, "Mama."

Mama yang sibuk dengan adonan di depan, mendongak menatap Arra, "Iya, Sayang? Lho? Udah? Kok cepet?" Bingung Mama.

"Ee... iya, Ma. Arra mau langsung pulang aja. Nanti keburu malem."

"Oh gitu. Lho? Alvin mana, Ra? Biar dia yang anterin kamu."

"Nggak perlu, Ma. Arra bisa sendiri kok." Bohongnya, padahal sih mau kalau diantar Alvin daripada nunggu ojek yang lamanya kayak gamon berkepanjangan.

"Ya udah. Hati-hati kamu, ya."

"Iya, Ma. Bye..." Arra menyempatkan untuk mencium punggung tangan mama, bergegas keluar rumah.

Sesampainya Arra di depan gerbang, dirinya bingung. Ingin berjalan menuju halte tapi malas, ingin memesan ojek tapu malas nunggu lama. Alhasil, abangnya lah si penolong utama.

Baru aja Arra ingin menekan tombol telepon, tapi suara seseorang baru saja membuka pintu terdengar di telinga tajamnya. Arra spontan menoleh ke belakang, melihat Alvin berjalan mendekati motor.

Diam-diam Arra tersenyum senang. Cepat-cepat ia mendekati lelaki itu dan naik ke atas motor tanpa meminta ijin dari Alvin. Alhasil, lelaki itu marah.

"Woi! Lo ngapain main naik! Turun!" Alvin berdecak kesal, matanya menatap tajam wajah Arra.

Bukan Arra namanya jika murah menyerah, gadis itu tetap kekeuh menggelengkan kepala, "Enggak, anterin gue dulu."

"Nggak. Males."

"Ih, nggak boleh gitu. Udah ayok. Anterin doang apa susahnya sih, Vin?"

I'm Not Parasite [END] PROSES PENERBITANحيث تعيش القصص. اكتشف الآن