I.N.P -39-

27.9K 2.5K 115
                                    

Sesampainya Arra di dalam kamarnya dengan bantuan bibi Nara. Ia langsung terbaring lemah. Dadanya masih nyeri hingga kini.

"Non pasti belum minum obatnya, ya? Kok pucet gitu mukanya?" Tebak bibi.

Arra menggeleng, "Arra udah minum kok, Bik. Arra juga nggak tau kenapa."

"Ya udah. Non mau bibi buatin apa?"

"Nggak usah, Bik. Arra cuma minta tolong, panggilin Bunda. Minta nomornya Mama, tapi jangan bilang disuruh sama Arra. Bilang aja ada perlu gitu, soalnya handphone Arra di tas."

Bibi langsung mengangguk. Bibi bergegas berjalan ke sisi jendela kamar Arra, mengambil ponsel usang yang ia punya.

Sementara Arra, ia kembali mengingat ucapan-ucapan Alvin. Begitu benci lelaki itu padanya.

Tak lama bibi kembali mendekati Arra, "Non, ini. Nomornya nyonya Alera. Tadi nyonya Aizen juga menanyakan kabar Non, bibi bilang Non sedikit nggak enak badan."

Arra tersenyum simpul, "Iya, Bik. Nggak papa. Boleh Arra pinjem handphone-nya, Bik?"

Tanpa menjawab, bibi langsung memberikan benda pipih itu ke Arra. Buru-buru gadis itu langsung memanggil nomor yang ada di galeri pesan milik bibi.

Tut... Tut...

"....."

"Ee-- ini Arra, Tan, Tante bisa ke sini nggak? Ke rumah Arra sama Alvin?"

"....."

"Iya, Arra pulang duluan dari sekolah. Arra nggak enak badan, Tan. Tante bisa periksa Arra nggak?"

"....."

"Iya, Tan. Makasih."

Tut

Setelah melakukan panggilan itu, Arra sedikit lega. Ia mengembalikan ponselnya ke bibi, "Ini, Bik. Makasih."

"Sama-sama, Non. Kalo gitu bibi ke bawah ya. Bibi bawain air." Ujar bibi.

Arra mengangguk, "Iya, Bik."

Bibi langsung pergi meninggalkan Arra yang masih berseragam lengkap itu di atas kasur. Kepergian bibi membuat Arra kembali merasakan kesendirian, kamarnya sangat sepi.

Dilihatnya jam dinding menunjukkan pukul 11.39, tandanya masih lama untuk Alvin pulang dari sekolah.

"Tante kok lama, ya?" Arra bergumam lirih, sesekali ia meremat dan menepuk dadanya sendiri. Tak lupa untuk menghirup udara, untungnya tak terlalu sesak seperti yang tadi sempat ia rasakan.

"Apa gue sakit? Sakit apa?" Arra masih bergeming tak jelas, pikirannya melayang kemana-mana.

Memakan waktu 20 menit Arra melamun, tiba-tiba suara deru mobil terdengar di telinga Arra. Refleks ia bangkit dari tidurnya.

"Itu pasti Tante." Tebak Arra.

Dan benar, tak lama pintu terbuka memperlihatkan sosok wanita dewasa. Dimana ID card masih tergelantung rapi di leher jenjangnya, juga sebuah tas kulit yang wanita itu tenteng. Di belakang ada bibi yang membawa segelas air untuk Arra.

I'm Not Parasite [END] PROSES PENERBITANOnde as histórias ganham vida. Descobre agora