I.N.P -17-

24.2K 2.5K 110
                                    

Sebelumnya, aku minta tolong. Misal kalo ada yang gak nyambung, atau tiba-tiba muncul science aneh. Plis, kasih tau ya. Tinggalin tanda, soalnya kemarin ada yang gitu. Kadang author juga bisa ngebug nulisnya.

Btw, semangat buat yang lagi puasa ❤️

Selamat membaca..
_________

Tepat di depan pintu, Arra melihat-lihat sekeliling. Luas, kesan pertama yang gadis itu tangkap. Apakah rumah setinggi ini bakal dihuni untuk dua orang? Terlalu mewah. Itulah pikiran Arra.

"Ayah. Bunda." Sapa Arra saat dirinya sampai di dalam rumah, tepatnya di ruang tamu, dimana sudah ada anggota keluarganya di sana.

"Ini apa anaknya," ucap Abio saat melihat adik kesayangannya muncul.

"Eh, sayang, darimana aja kamu? Kok baru masuk?" Tanya Bunda.

"Itu Bun, tadi lihat-lihat keliling rumah bentar." Jawab Arra tersenyum manis, ia berjalan mendekati keluarganya, mencium kedua pipi sang Bunda. Topeng yang bagus.

"Situ sayang, duduk sama Alvin sana," perintah mama Alera, menunjuk sofa di samping dirinya berdiri.

"Oh iya, Mah." Arra melangkah ke tempat yang mama Alera tunjuk, dimana ada tatapan sinis yang menyambutnya. Arra tak keberatan, toh sudah biasa.

"Jadi, Ra. Sekarang kalian tinggal di sini berdua." Kata Ayah, memulai percakapan.

Arra yang mendengarnya sempat kebingungan, melihat luas rumah tidak sebanding dengan isi orang rumahnya, "E--ee, Yah, apa nggak bisa ada pembantu? Mm... Minimal bibi Nara, Yah. Arra 'kan nggak bisa masak." Cicitnya sedikit kaku.

"Ra. Ra. Gunanya dapur panjang kali lebar kali tinggi apa kalo nggak lo gunain?" Cibir Abio yang tak habis pikir dengan adiknya itu.

"Ya, nggak bisa lah, ntar kalo nggak enak gimana? Mau dibuang?" Balas Arra sedikit sensi.

"Dicoba dong, Ra. Punya lidah nggak digunain buat apa?"

"Ya 'kan lidah orang beda-beda, Bang!"

"Sama aja. Dimana-mana suami juga demen masakan istri, kayak gue contohnya. Ya, 'kan, Sar?" Ucap Abio bangga, ia menatap istrinya yang hanya tersenyum malu.

'Alvin mah beda, Bang. Nggak kayak lo,' batin Arra sedikit melirik Alvin yang seperti tak fokus dalam pembicaraan antara keluarga mereka.

"Sudah-sudah, nanti biar Bunda coba ngomong sama bibi," bunda menimpali.

Mendengar ucapan bundanya, Arra langsung menoleh dengan mata berbinar, "Beneran, Bun? Makasih, ya, Bun. Bunda emang paling ngertiin Arra. Nggak kayak Abang." Kata Arra sembari menyipitkan matanya ke Abio.

Abio yang merasa tersindir ikut memicingkan mata menatap Arra, "Serah lo, Ra. Males gue ngomong sama tipe cewek kayak lo."

"Sama."

Sedangkan mereka yang di ruangan itu hanya menggelengkan kepala seraya terkekeh, beda dengan Alvin. Lelaki itu tampak diam dengan menopang dagunya ke sisi sofa. Malas, mungkin satu kata yang pas untuk Alvin.

"Ya udah, kalian berdua beres-beres di kamar sana. Keburu malas nanti. Di pojok kanan, ya." Ujar Bunda. "Kalo udah selesai, turun lagi. Kita makan siang, tadi sempet mampir ke caffe depan komplek ini. Jadi nggak perlu nunggu masak."

"Oh gitu. Ya udah, Bun, Mah. Arra ke atas," pamit Arra ke mereka yang dibalas anggukan kepala.

Tatapan Arra akhirnya jatuh ke Alvin yang masih tak bergeming, "Vin, ayok." ajak Arra seraya menarik sedikit lengan lelaki itu berniat agar Alvin mau bangkit dari duduknya.

I'm Not Parasite [END] PROSES PENERBITANNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ