I.N.P -49-

58.1K 3.8K 504
                                    

Pintu ruangan terbuka, mereka yang awalnya terduduk refleks berdiri. Mendekati Tante Alma yang baru saja keluar bersama satu suster.

"Sus, siapkan ruang rawat. Yang VVIP." Ucap Tante pada suster.

"Baik, Dok." Suster bergegas pergi.

Bunda Aizen memegang lengan Tante Alma, "Alma, gimana keadaan Arra?"

"Apa Arra baik-baik saja? Apa yang terjadi?" Sahut ayah Arsel.

"Bagaimana keadaan adek saya?" Sambung Abio.

"Kalian tenang, tubuh Arra memberikan respon baik. Dia sedang dalam keadaan pingsan sekarang. Saya akan memindahkan Arra ke ruang rawat. Tapi, tetap dalam pengerjaan yang ketat." Jelas Tante Alma.

Mereka mengangguk, sesekali bernapas lega. Tapi, ucapan Tante Alma selanjutnya membuat mereka kembali menegang.

"Maaf, apa Mbak Aizen atau Mas Arsel mengidap paru-paru basah? Soalnya, Arra mengalami komplikasi dengan penyakit tersebut." Ucap Tante Alma.

"Ko-komplikasi?" Kaku bunda Aizen. Ia hampir terjatuh jika saja ayah Arsel tak menangkapnya.

"Saya, Al. Saya keluar negeri tidak hanya mengurusi perusahaan. Tapi untuk pengobatan saya." Sahut ayah Arsel.

Abio langsung menggertakkan gigi-giginya, "Apa Arra separah itu?"

Sarah yang merasa jika suaminya tengah diterpa emosi kembali, ia langsung menenangkan Abio, "Sayang, kamu jangan mikir aneh-aneh. Arra pasti sembuh."

Tante menunduk sejenak, "Saya tidak bisa menjamin apa-apa. Untuk saat ini, biarkan waktu yang menjawab." Ujarnya, ia tersenyum manis sebelum beranjak pergi, "Saya urus dulu ruang rawat Arra. Permisi. Permisi."

Mama Alera cepat-cepat mendekat, ikut menenangkan bunda Aizen, "Mbak, sekali lagi saya minta maaf atas nama Alvin. Dia nggak bisa jaga Arra dengan baik."

Bunda mengangguk lirih, sudah tak ada lagi yang bisa ia ungkapkan. Hanya berdoa terus menerus agar putri kesayangannya itu terbangun dan terlepas dari penyakit apapun.
.
.

Bibi melihat tuan mudanya itu seperti tak terurus, bahkan baju seragam OSIS yang selalu bersih sekarang berubah kumuh. Rambut yang acak-acakan. Penampilan Alvin lebih dari sekedar berandalan sekolah. Bahkan, bibi Nara melihat mata tuan mudanya seperti habis menangis.

"Bik, Arra mana?" Tanya Alvin memegangi kedua tangan bibi. Mata yang sembab semakin membuat bibi iba, "Jawab Alvin!"

"Den, Aden belum makan? Mau Bibi buatin apa?" Bukannya menjawab, bibi malah mengalihkan perhatian.

"Jawab Alvin, Bik! Alvin butuh info dimana Arra! Bukan makan!" Sentak Alvin.

"Den, tapi Aden bisa--"

"Bik. Alvin mohon..." Alvin berjongkok di lutut bibi, beralih memegangi kedua kaki bibi Nara, "Alvin nyesel, Bik. Alvin nyesel sia-siain Arra. Alvin mau Arra, Bik. Kasih tau dimana Arra berada."

Bibi kelabakan, ia bingung akan kelakuan Alvin, berlutut di kakinya? Sungguh baru sekali seumur hidup bibi diperlakukan seperti ini.

"Aden, jangan gini. Bibi nggak enak." Bibi membantu Alvin berdiri. Mata tuan mudanya itu kembali meneteskan air mata, "Non Arra..."

"Arra dimana?! Buruan, Bik!"

"Di rumah sakit. Non Arra di sana."

Alvin memegang kedua pundak bibi Nara, "Siapa yang sakit, Bik? Terus Arra sama siapa di sana?"

I'm Not Parasite [END] PROSES PENERBITANWhere stories live. Discover now