I.N.P -18-

23.8K 2.4K 26
                                    

Mata Arra membulat sempurna tepat saat mendengar jelas perkataan lelaki itu.

"Tunggu ya, Ra, gue kes--"

"Eh, Sen, nggak usah. La-lagian lo pasti baru pulang sekolah 'kan? Mending lo pulang terus istirahat," sela Arra sebelum lelaki itu mematikan sambungan telepon.

"Nggak. Gue ke sana sekarang, kita ke rumah sakit. Lagian gue belum balik rumah. Gue baru keluar dari ruangan OSIS,"

"Tapi gue nggak kenapa-kenapa kok. Gu-gue ini tadi cuma digigit semut. Iya digigit semut doang," bohong Arra tak berhenti menepuk-nepuk pelan dadanya yang terasa nyeri.

"Bener? Tapi lo kaya kesakitan, Ra."

"Nggak Ersen. Udah, ya, gue dipanggil Bunda. Lo pulangnya hati-hati. Bye, Sen,"

"Eh tapi, Ra---"

Tut

Belum sempat Arra mendengar lanjutan ucapan Ersen, dirinya lebih dulu mematikan sambungan telepon itu sepihak. Perlahan ia mendudukkan pantatnya di depan lemari pakaian, menyandarkan punggungnya nyaman sembari meremat dadanya.

Rasa nyeri, sakit, sesak. Entah kenapa, gadis itu saja bingung. Padahal di sekolah ia juga mempelajari ilmu biologi. Tapi, tetap saja dirinya tak paham dengan apa yang di alaminya sekarang.

"Aww--- gue kenapa, sih? Sakit gini." Gerutu Arra meremat dadanya erat, "Huh... Uhukk--- Sesek banget nih ruangan."

Saat ia sibuk menggerakkan badannya ke sana kemari. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Arra terdiam, menoleh pelan ke sumber suara, "Si-siapa?"

"Sayang, ini Mama. Ayo makan. Kamu ngapain? Kok nggak keluar-keluar?" Jawab mama Alera dibalik pintu.

Mengetahui suara siapa itu, Arra bernafas lega, untung saja bukan Alvin. Lagian mana mungkin lelaki itu mau susah-susah untuk mengetuk pintu sekedar memanggilnya makan? Konyol sekali.

"I-iya, Mah, Arra bentar lagi turun,"

"Ya udah, Mama tunggu dibawah, ya. Soalnya Ayah sama Bunda kamu nggak bisa lama-lama, Ra. Mereka juga mau prepare katanya," tutur mama.

"I-iya, Mah,"

Hening. Sepertinya mama Alera sudah turun. Pelan-pelan Arra bangkit, biarpun badannya sedikit lemas, tapi berusaha mungkin ia tetap tenang.

Sebelum keluar kamar, Arra menyempatkan merapikan baju-bajunya terlebih dahulu.
.
.

"Arra, kenapa lama? Udah ditunggu banyak orang kamu," ucap Sarah, begitu ia berniat menyusul Arra. Ternyata gadis itu sudah menuruni tangga.

Arra menyengir, "Iya, Kak. Tadi beresin semuanya rada ribet. Jadi lama deh,"

"Ohh... Emang Alvin tadi nggak bantu?"

"Ehh--- bantu kok, cuma Arra kasihan aja. Nanti dia kecapekan. Makanya, Arra aja yang ambil alih," bohong Arra sedikit menyuguhkan senyum.

"Ya udah, ayok. Si Abi ngedumel daritadi gara-gara kamu,"

"Biasa, Kak. Emang itu makhluk nggak ada baiknya sama gue,"

"Gitu-gitu Kakak kamu,"

"Iya-iya. Gitu-gitu juga suami kak Sarah. Hahaha..." Tawa Arra sedikit tak bernada. Karena tertawa pun dadanya berasa tertusuk jarum.
Lambat laun tawanya mereda, dia menatap Sarah dengan tatapan sendu. Sedangkan Sarah tak menyadari hal itu.

I'm Not Parasite [END] PROSES PENERBITANWhere stories live. Discover now