I.N.P -19-

23.5K 2.3K 154
                                    

Mendengar ucapan keras Arra, Alvin lantas membalikkan badan, menatap nyalang wajah Arra, "Lo ngancem gue?"

Dengan badan yang sedikit gemetar juga tangan sedikit berkeringat dingin, Arra mencoba tetap tenang.

"Bu-bukan gitu, Vin. Masalah lo nggak nganterin gue ke minimarket nggak papa. Tapi, masalahnya, rumah ini gede. Aku nggak berani malam-malam sendirian disini, mana susah tidur gara-gara nggak ada mini," lirih Arra sedikit menundukkan kepala.

"Gue nggak peduli. Bella lebih butuh gue dari lo. Kalo nggak berani, pulang ke rumah nggak usah di sini."

"Ya jangan dong, ntar kalo Ayah nanyain 'kan nggak lucu. Terus kalo nginep di rumah temen, akunya yang nggak enak."

"Makanya ikutin kata gue. Disini. Diem. Nggak bakal ada makhluk-makhluk begituan." Alvin kembali membalikkan badan, tpi lagi-lagi ucapan Arra membuat lelaki itu mengurungkan niatnya.

"Kenapa, sih, Bella terus, Vin? Aku juga cewek. Aku butuh kamu, di sini posisi aku istri kamu. Kamu seharusnya lebih menghargai aku dari pada cewek kamu yang statusnya cuma pacar," jelas Arra sedikit menahan kesal.

Alvin menatap remeh, ia melangkah sedikit demi sedikit mendekati Arra. Melihat wajah lelakinya, Arra sedikit gemetar sembari menahan nyeri di dadanya sedari tadi.

"Apa lo bilang? Bella terus? Emang lo nggak sadar siapa lo sebelumnya?" Ucap Alvin menekan begitu ia sampai di depan Arra, matanya menatap kedua mata Arra bergantian, "Mau gue jelasin?"

"Gue tau, tapi 'kan awalnya kit---"

"Iya awalnya lo pengganggu. Lo benalu di hubungan gue. Makanya otak lo gunain jangan asal ngomong!" Sela Alvin sedikit menusuk dikalimat terakhir.

"Vin, gue nggak pengganggu kok. Lagian kenapa, sih? Lo terus-terusan ngatain---"

"Itu pantes buat lo. Kalo aja lo nggak muncul di hidup gue, gue bakal bahagia sama Bella, Ra. Makanya sadar diri lo itu siapa!" Lagi-lagi ucapan Arra dipotong oleh lelaki itu, Alvin mengusap kepalanya gusar, "Argh--- Lo harusnya tau, Ra. Gue udah baik ngasih lo uang, semuanya, tanpa lo minta. Jadi, gue cuma minta jangan ngelarang gue. Bisa?"

Sedikit menghela napas lirih, Arra menatap sendu, "Iya, Vin, aku sadar kok. Tapi 'kan kamu bisa usaha buat sayang sama aku. Paling nggak hargai dikit keberadaan aku, nanti lama-lama pasti bakal terbiasa kok."

Alvin berdecih malas, "Berusaha sayang sama lo? Iya? Itu mau lo?" Tanyanya sedikit meremehkan ucapan Arra. Arra mengangguk mengiyakan perkataan Alvin, "Mimpi jangan tinggi-tinggi. Nggak ada tuan rumah yang jatuh cinta sama tamu."

"Vin, Bella itu cuma masa lalu yang kembali bertamu. Beda sama aku, jelas-jelas disini kita sah atas agama maupun negara. Artinya semesta pengen aku sama kamu, bukan kamu sama dia." Jelas Arra panjang lebar, sampai-sampai tak memberi jeda. Berniat jaga-jaga jika Alvin kembali menyela.

Ucapan Arra seakan lelucon untuk Alvin, lelaki itu memutar bola mata malas, "Gue nggak peduli. Terserah lo mau ngomong apa."

Alvin berniat membalikkan badan, tapi detik berikutnya saat Arra ingin kembali berucap, Alvin lebih dulu memutar badan.

"Satu lagi. Inget, jangan pernah sekalipun ngirim WhatsApp ke gue. Jangan ganggu waktu gue sama Bella. Paham?" Kata Alvin. Setelah mengatakan itu, ia kembali melangkah. Benar-benar melangkah meninggalkan Arra di ruangan yang hanya terdengar bunyi detikan jam dinding.

Mau menghentikan langkah lelaki itu kembali? Percuma, yang ada hanya hinaan yang Arra dapat.

Melihat lelakinya menghilang dipandangan, Arra mendengus lirih, "Gini aja terus sampe mampus. Untung gue orangnya nggak emosian."

I'm Not Parasite [END] PROSES PENERBITANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang