| CHAPTER 4 | KEMOTERAPI

195K 32.2K 8.8K
                                    

"Terkadang terlihat baik-baik saja di depan seseorang yang kita sayang adalah cara terbaik untuk tetap kelihatan bahagia."

——

Baru saja Cakrawala membuka pintu ruang rawat Maratungga, ia langsung terkena sembur.

"Kok lama banget sih datengnya, lo dari mana aja Cak?" tanya Maratungga.

Maratungga sudah berjam-jam menantikan kedatangan Cakrawala. Biasanya pukul lima sore Cakrawala sudah datang, namun kali ini Cakrawala datang pukul setengah tujuh.

"Hehe Maaf," ucap Cakrawala. Ia melempar senyum pada Maratungga.

"Lagi banyak pr? Mau ada event olimpiade lagi?"

Cakrawala mengangguk. Tadi pulang dari sekolah ia memang sudah terlambat. Saat ia mau pulang, Pak Haecan memanggilnya, beliau membicarakan tentang perhelatan kompetisi olimpiade matematika. Seperti biasa, sekolah pasti akan menyeleksi murid yang akan dikirim sebagai perwakilan.

Soal kompetisi, SMA Elang tidak pernah pilih kasih, sekalipun tahun lalu Cakrawala yang memenangkan kompetisi tersebut, jika tahun ini ia ingin berlaga kembali, maka ia harus melalui seleksi tingkat sekolah dulu.

Bisa saja ada murid yang tidak terpilih tahun kemarin, kemudian murid tersebut menjadikan itu sebuah pelajaran untuk bangkit menjadi lebih baik. Dan bisa saja yang sudah terpilih tahun lalu, ia justru beleha-leha dan menggampangkan sebuah proses karena merasa dirinya sudah pintar, ia tidak ingin belajar lagi. Oleh karena hal tersebut sistem seleksi kompetisi tingkat sekolah selalu ada di SMA Elang. Tak ayal jika SMA Elang menjadi sekolah favorit dengan menyabet banyak penghargaan.

Soal kompetisi SMA Elang memang selalu adil, tapi untuk meminta keadilan selain hal tersebut di SMA Elang, jangan harap akan diberi. Contohnya saja Moa, hanya karena ia anak pemilik sekolah maka gadis itu bisa bertindak sesuka hati dan tidak pernah diadili. Sekalipun ada yang melaporkannya. Sialan, mengingat soal Moa membuat Cakrawala bergumul kesal.

"Bang tadi waktu ke sini Cakrawala liat ada cewek cuantik." Ujar Cakrawala.

"Serius lu?" tanya Maratungga.

"Serius. Bodynya kayak gitar spanyol."

"Kenapa nggak lu sikat aja?" Maratungga mengerling nakal.

"Udah Cakrawala ajak kenalan. Namanya Sutiyem. Tapi tiba-tiba cowoknya dateng bawa palu gede banget. Cakra takut kalo kepala Cakra di getok palu. Terus Cakrawala lari deh, Hahaha." Cakrawala tertawa.

Maratungga tertawa kecil. Cakrawala memang orangnya begitu, suka tidak jelas dan suka tertawa. Receh.

"Itu di kresek lo bawa apa?" tanya Maratungga.

"Oh, ini," Cakrawala mengangkat kresek putih yang ia jinjing. "Nasi goreng penuh cinta dari Bu Wati khusus untuk Cakrawala yang paling guanteng sejagat raya." Cakrawala tertawa.

"Idih najis!"

Cakrawala meletakkan kresek putih yang dia bawa di atas nakas. Ia kemudian duduk di kursi dekat ranjang Maratungga.

"Tadi Cakra ke ruangan dr. Wiliam dulu buat ngambil hasil tes, hasil tes Bang Mara bagus. Jadi Bang Mara bisa kemo sekarang."

Maratungga menatap datar wajah Cakrawala. "Bisa nggak sih, gue nggak usah kemo. Lagipula kemo nggak kemo gue juga bakalan mati."

"Bang main yuk!" Ajak Cakrawala.

"Gue udah gede, nggak suka main-main. Kayak anak kecil aja."

Cakrawala tertawa kecil. "Gaya lu Bang udah kayak orang bener aja!"

2. NOT ME ✔️ Where stories live. Discover now