Vote dan komennya jangan lupa ya...
Selamat membaca!———
———
"Akh!" Wicak merintih memegangi kepala bagian belakang. Saat pegangan telapak tangannya ia lepas, ada darahnya.
Sialan!
Seseorang baru saja melemparnya dengan sebuah batu besar hingga membuat kepala belakangnya berdarah.
"Sayang... Kamu nggak papa?" Nadin membantu Wicak berdiri.
Wicak menoleh, di belakangnya sudah ada Moa berdiri dengan tatapan tajam.
"Lo apa-apaan?!" Sentak Wicak.
"Gue udah bilang sama lo, kalo lo mau main-main, cari orang lain. Tapi jangan-ganggu-Cakrawala," ujar Moa penuh penekanan.
Para murid yang menyaksikan kejadian itu berbisik-bisik. Apalagi kedatangan Moa yang langsung melemparkan batu ke kepala Wicak, terbilang sangat berani.
"Moa lo kenapa—"
"Diem," ujar Moa memotong ucapan Nadin.
"Lo yang—"
"Gue bilang diem bangsat!"
Bruk!
Moa mendorong Nadin hingga terjatuh. Melihat kekasihnya didorong di depannya sendiri membuat telapak tangan Wicak mengepal dan rahangnya mengeras. Ia marah.
Sekarang giliran Wicak yang membantu Nadin berdiri. Moa melewati kedua pasang manusia itu begitu saja dan berdiri di depan Cakrawala.
Cakrawala yang masih dalam posisi kedua tangan terikat di atas kepala, menatap Moa dengan pandangan memohon. Sepasang netra gelap milik Cakrawala berkaca-kaca. Moa mengembuskan napas panjang saat melihat kondisi Cakrawala yang sangat mengenaskan dengan wajah dan badan terkena lemparan tomat serta telur.
Moa mengeluarkan sebuah pisau kecil dari dalam kantung seragam. Pisau itu biasanya ia gunakan untuk meraut pensil yang patah, tadi selepas meraut pensil ia lupa memasukkan pisau itu ke dalam kotak pensilnya lagi.
Moa mengayunkan pisau itu ke atas untuk memotong tali yang mengikat kedua tangan Cakrawala.
Cakrawala melotot. "Moa awas!" Sentak Cakrawala.
Bruk!
Moa ambruk ketika tubuhnya ditendang oleh Wicak.
"Jangan sakiti Moa..., urusan kamu denganku bukan dengan Moa," kata Cakrawala. Ia memohon.
YOU ARE READING
2. NOT ME ✔️
Teen FictionCakrawala Agnibrata, dia selalu menebar senyum ke semua orang meskipun dunianya sedang hancur berantakan. Sampai pada akhirnya kepura-puraannya untuk bahagia justru merenggut kewarasannya. Ia sakit mental. "Setelah sekian bulan saya mengamati peril...