CHAPTER 10 | PERHATIAN TERSELUBUNG |

126K 25.9K 1.9K
                                    

Vote dulu ya, biar nggak lupa. Ramaikan komentar juga, biar Caay semangat dan cepet update.

Selamat membaca!

——

"Bi, bukain pintu kamarnya Cakrawala." Tigu memberikan kunci kamar Cakrawala kepada Bi Wati.

Bi Wati yang saat itu tengah memegang pel, meletakkan benda tersebut, kemudian mengambil kunci kamar yang disodorkan oleh Tigu.

"Baik, Tuan."

Tigu yang sudah mengenakan setelan jas hitam rapih segera melangkah keluar rumah. Usai menyuapi Maratungga bubur dan sate, ia langsung pergi bekerja lagi.

Bi Wati meninggalkan pekerjaan mengepelnya lalu melangkah menuju kamar Cakrawala. Ia memasukkan kunci ke bolongan pintu, kemudian memutar kunci tersebut.

Ceklek

"AAAAAA!" Bi Wati menjerit. Ia melihat Cakrawala terlentang di lantai dekat pintu dengan kondisi wajah penuh lebem.

"Cakra... Ya allah, astagfirullah Cakra..." Bi Wati mendekati Cakrawala. Ia tidak kuasa melihat Cakrawala dalam kondisi seperti ini.

Di dalam kamarnya, Maratungga mendengar suara jeritan Bi Wati. Ia bangkit dari posisi tiduran lalu memijakan kaki di lantai. Meskipun saat memijak lantai kepalanya masih terasa pusing, ia tetap memaksakan diri.

Maratungga melangkah dengan berpegangan pada dinding-dinding hingga akhirnya ia sampai di pintu kamar Cakrawala.

"Bi Wati teriak-teriak ada ap—CAKRAWALA!" Maratungga tersentak kaget saat melihat Bu Wati sedang berusaha mengangkat tubuh Cakrawala.

Maratungga melangkah semakin mendekati Cakrawala. Cakrawala yang saat ini setengah sadar melenguh kesakitan ketika Bi Wati tidak sengaja menyentuh bagian tubuhnya yang lebam.

"Cakra..." panggil Maratungga.

"Di sofa aja..." ujar Cakrawala sangat lemah.

"Tapi—" ucapan Bi Wati terpotong saat Cakrawala menggeleng.

"Akh... Sofa," ujar Cakrawala lagi.

"Turutin Cakrawala aja Bik," kata Maratungga.

Bi Wati mengangguk. Ia pun memapah Cakrawala menuju sofa hijau yang terletak di samping kanan tempat tidur, ia kemudian membaringkan tubuh Cakrawala dengan hati-hati.

"Bik, ambilin kotak P3K sekarang!" perintah Maratungga.

Bi Wati segera keluar untuk mengambil kotak P3K.

Maratungga mengelus rambut Cakrawala dengan lembut. "Lo kenapa, hm?" tanyanya.

Sudut kanan bibir Cakrawala robek. Kedua rahang kecil Cakrawala juga ada luka gores, belum lagi pipi kanan Cakrawala yang berwarna merah kebiru-biruan.

Cakrawala menggeleng, ia memaksakan untuk tersenyum meskipun kedua sudut bibirnya terasa sangat perih. "Cakra nggak papa..." ujarnya pelan.

Bi Wati datang dengan kotak P3K di tangannya.

"Cakra biar aku yang urus, Bibi ngelanjutin pekerjaan Bibi aja, ya?" Maratungga mengambil kotak P3K dari tangan Bi Wati.

Bi Wati mengangguk. "Iyah." Bi Wati melangkah keluar dari kamar Cakrawala untuk melanjutkan pekerjaan mengepelnya.

"Ya allah... Kenapa bisa ada orang setega itu sama Cakra..." ujar Bi Wati.

Bi Wati yakin, Tigu lah yang memukuli Cakrawala. Ia pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri ketika Tigu memukuli Cakrawala.

2. NOT ME ✔️ Where stories live. Discover now