| CHAPTER 19 | PULPEN KUNING

112K 23.7K 3.6K
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ya...
Selamat membaca!

———

———

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

———

Cakrawala mengembuskan napas panjang setelah semua pekerjaan ia selesaikan. Ia melihat jam dinding menunjukan pukul delapan malam. Maratungga yang tadi sore berada di taman belakang, sudah masuk ke dalam rumah. Ia menyelesaikan lukisannya di balkon kamar.

Cakrawala mengintip Maratungga dari celah pintu kamar yang ia buka sedikit. Ia tersenyum, Maratungga masih asik menggoreskan kuas ke atas kanvas. Abangnya itu sedang melukis deburan ombak di laut. Lukisannya masih belum jadi, namun keindahannya sudah bisa dinikmati.

"Ngapain ngintip-ngintip?" Tanya Maratungga tanpa menoleh.

Cakrawala terkekeh kecil. "Hehe... Enggak kok."

"Rumah udah dibersihin semua?"

Cakrawala mengangguk.

"Pergi sana, ngapain kek, yang penting jangan di kamar gue."

Cakrawala mengangguk. "Kalo abang butuh apa-apa bilang, ya."

"Hm."

Cakrawala menutup pintu kamar Maratungga, setelah itu ia menuju ke kamarnya sendiri. Ia belum mandi, padahal sudah jam delapan malam. Sebetulnya Cakrawala bisa saja mandi terlebih dulu, namun ia takut jika nanti tiba-tiba ayahnya datang dan pekerjaan rumah belum selesai. Bisa-bisa Tigu nanti marah. Terlebih lagi ayahnya itu selalu pulang tanpa mengabari lebih dulu.

Di atas meja belajar, Cakrawala melihat ada bungkusan kresek hitam, ketika ia buka, ternyata isinya dua potong martabak coklat. Cakrawala tersenyum.

"Makasih, Bang." Cakrawala mengambil martabak itu lalu mengunyahnya perlahan.

Cakrawala tersenyum senang. "Enak..." ujarnya.

Maratungga selalu punya cara tersendiri dalam mengungkapkan perhatiannya pada Cakrawala. Maratungga itu memang galak, tapi Cakrawala tahu, abangnya itu sangat sayang padanya.

———

"Mama mau ngapain ke sini lagi?" tanya Moa ketus.

Setelah mamanya memutuskan untuk bercerai, Moa jadi tidak menyukai mamanya lagi. Mamanya selalu saja menjelek-jelekkan Papanya, padahal ia sendiri jauh lebih egois.

"Kamu ikut sama Mama, ya?" Pinta sang Mama.

"Enggak! Moa mau ikut sama Papa aja," ucap Moa.

2. NOT ME ✔️ Where stories live. Discover now