|CHAPTER 54 | SENANDUNG UNTUK CAKRA

100K 20.3K 1.9K
                                    

"Penyakit mental itu ada bukan karena seseorang jauh dari Tuhan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Penyakit mental itu ada bukan karena seseorang jauh dari Tuhan."

———

Maratungga pelan-pelan membuka mata. Kelopak matanya berkedip dengan lemah.

"Mara... Mara bisa denger ayah?"

Melihat putra kesayangannya telah membuka mata setelah berminggu-minggu terbaring koma membuat senyuman di bibir Tigu terbit.

"Dokter!"

Tigu segera memencet bel yang ada di dinding ruang rawat Maratungga untuk memanggil dokter. Saking senangnya dengan kesadaran Maratungga, ia sampai memencet bel tersebut berulang kali.

Tigu kembali melangkah mendekati Maratungga. "Terima kasih jagoan ayah sudah bertahan..." ucapnya.

Cup

Ia mencium punggung tangan Maratungga, penuh kasih sayang. Ia juga memandang wajah pucat Maratungga dengan sangat teduh.

"Cak—ra..."

Alih-alih kata 'Ayah' yang pertama disebut, Maratungga justru melafalkan nama adik tirinya. Ucapannya sangat lemah hingga nyaris tidak terdengar, namun gerakan mulut Maratungga dengan jelas menyebut nama 'Cakra'.

"Cak—ra..."

"Hem?" Tigu memandang Maratungga. "Ada Ayah di sini."

Pintu ruang rawat Maratungga terbuka disusul kemunculan seorang dokter laki-laki berjas putih serta perawat wanita yang berjalan di belakangnya.

Tigu mengambil langkah mundur dan memberikan space untuk dokter serta suster tersebut memeriksa kondisi putranya.

"Gimana keadaan anak saya dok?" tanyanya.

———

Cakrawala masih setia memejamkan mata setelah obat bius menembus lengannya dan merenggut kesadarannya. Ia terbaring di atas sofa ruang tamu rumahnya dengan kepala berada di pangkuan Moa.

"Cakra..." Moa mengusap kening Cakrawala yang tertutup poni dengan sangat lembut.

Mata Moa basah karena tangis. Dadanya juga terasa teramat sesak ketika melihat Cakrawala diseret-seret serta memberontak seperti itu.

Moa tadi sempat menelepon ayahnya dan meminta tolong supaya petugas rumah sakit jiwa itu tidak membawa Cakrawala secara paksa. Atas perintah dari ayahnya, para petugas tersebut akhirnya setuju untuk memberikan waktu. Moa yang akan berbicara pelan-pelan dengan Cakrawala. Memberikan cowok itu pengertian.

Moa tidak ingin Cakrawala disakiti seperti itu—diseret kemudian dibius hingga tidak sadarkan diri. Moa tahu Cakrawala itu sakit mental, cowok itu tidak normal, tapi setidaknya perlakukan Cakrawala selayaknya manusia. Cakrawala bukan binatang, tolong... Jangan perlakukan dia seperti itu. Moa tidak suka.

2. NOT ME ✔️ Where stories live. Discover now