time to start (44)

478 54 2
                                    

"Jasa akan terjadi kapanpun. Tak mengenal waktu atau tempat, terkadang kita lupa bagaimana agar bisa bernafas dengan benar."

(Author ***** POV)

Minseok membongkar hampir semua isi almari di depannya. Istrinya Nana melihat suaminya tak jauh beda dengan seorang pecandu obat yang gila. Ada banyak baju dan barang penting seperti dokumen, kotak emas bahkan dasi suaminya berceceran di atas lantai. Sudah cukup baginya menggampangkan segala sesuatu sampai membuat beberapa barang menjadi berantakan.

"Apakah kau tidak cukup membuat keadaan lebih parah?" Tatapan mengandung batin marah. Tragis sekali kala sang suami membuat onar dan tak ada perhatian untuknya. Dia hanya bisa berdecak sebal dalam hati ketika tatapan tajam itu tak pernah berpendar akan cinta untuknya. Dengan mudahnya dia menjatuhkan surat gugatan cerai. "Tanda tangani ini. Hidupku sudah tak ada pentingnya bagimu bukan? Aku ingin membawa Jungkook bersamaku." Lanjutnya.

Dia saja tidak bisa bicara dengan benar ketika takut. Lalu sekarang semua itu terasa kaku juga kalut. Istrinya tidak pernah bermain, ini bukan tanda bahwa rumah tangga akan tahan lama seperti orang yang datang dan mendoakan. "Hidup kita sudah sulit. Bagaimana bisa aku menjalani ini semua denganmu. Aku ingin berpisah, merawat Jungkook. Tanda tangani sebelum kau mati dalam peperangan bodoh ini."

Setidaknya dia menjadi janda sebelum kematian suaminya. Dia bisa apa kalau sebenarnya pria di depannya ini sama sekali telah munafik akan perasaan nya.

"Tidak akan aku lakukan. Kau akan membawa Jungkook. Tidak akan aku lakukan, kecuali kau membiarkan Jungkook tetap disini bersamaku." Dia menatap sang istri lalu membuang dasi di tangannya. Sesuatu tengah dia cari tapi rupanya tak di temukan. Wanita itu tersenyum palsu, suaminya begitu parah dalam hal otak yang bergeser. "Keadilan hidup dan cinta. Sama sekali aku tidak akan menduga kalau tulang rusukku adalah orang kolot." Dia tertawa bengis setelahnya.

Ambil oksigen, lalu membuangnya. Hal ini telah biasa dia lakukan.

"Lalu, apa yang kau harapkan. Aku hanya mencintai Hera." Jujurnya. Ini menyakitkan, karena selama ini dia hanya menjadi kedua dalam bayang seorang istri. Opsi kedua untuk pergi tapi tak membawa Jungkook adalah hal egois yang akan dia tolak. Dengan mudahnya wanita itu mengeluarkan pistol dan menempelkan benda berbahaya itu di kepala belakang suaminya. "Aku selalu sabar mendapatkan pria sumbangan sepertimu. Kau sangat egois, ingin memisahkan seorang anak dari ibunya." Mata yang menyimpan dendam. Angkuh dalam segala hal.

Jika semua ini dilihat oleh orang lain maka bisa dipastikan maka mata seorang suami akan jatuh karena istrinya yang galak.

"Aku tidak apa jika tidak mendapatkan cinta. Caramu memperlakukan anakku seperti mesin penyimpanan uang. Itu mengapa membuat aku kuat, aku bisa menjadi janda kaya tanpa uangmu. Makanya aku ingin kau sadar. Aku tidak selemah dugaan mu." Dia mengatakan dengan suara parau. Air mata jatuh dengan kedua mata berwarna merah. Di balik tubuh seorang suami dia menyiapkan benda berbahaya lainnya.

"Mungkin kau hanya depresi. Semua bisa dibicarakan baik-baik. Apakah kau mau Jungkook punya ayah dan ibu yang berpisah. Kasihani dia dan lupakan masalah kita." Dia menggerakan tangan kanannya pelan. Matanya meniti setiap gerakan sang istri dalam lirikan matanya. Di depannya adalah lemari, tapi di belakang sang istri adalah pintu. Dia akan mendorong wanita itu jika memang dibutuhkan. Pistol berwarna cokelat mengkilap itu menunjukkan siapa jati diri pemiliknya.

Ini seperti Vagabond.

Nana tahu mana yang benar dan salah. Dia bahkan mencubit tangan itu sampai si pria mengaduh sakit dalam hati. Dia malu jika istrinya ini tahu. Kedua pipinya saja memerah.

Descendant (Sad Story Vkook) [END]✓Where stories live. Discover now