Last Wait (55) [END]✓

3.5K 97 15
                                    

"Satu banding seribu manusia taat di muka bumi ini."

.

Tahta.

Harta.

Wanita.

Tiga hal yang menjadi landasan dosa mematikan di dunia. Manusia dibuat dengan kemuliaan, bahkan iblis saja bisa iri dengan Adam sebagai manusia pertama di Surga.

Katanya kesalahan akan mendapatkan karma. Bangsal hukuman merupakan tempat setimpal yang akan menjadi pondasi terburuk mereka agar tumbuh rasa penyesalan begitu tinggi. Sama halnya dengan Jungkook yang kini duduk terdiam memandang pemandangan fajar di depan matanya.

"Pagi yang dingin. Kau tidak mau meminum kopi hangat agar mood mu lebih baik?" Seseorang datang. Membawa dua cangkir cappucino hangat dan nampak asap kecil di atasnya. Kadang kala dia harus mencoba hal lain agar lebih berani, suatu bujukan akan membuat seseorang berkata jujur. Maka beban dalam pikirannya bisa bebas. "Terima kasih. Aku merasa lebih baik saat kau datang. Wow yummy, rasanya lebih menyenangkan saat meminum kopi bersama kakak kesayanganku."

Melihat ke samping dan seseorang berada di sana dengan kacamatanya. Ngomong-ngomong dua tahun ini ada yang sudah meneruskan pendidikan kuliahnya. Karena pintar maka beasiswa bisa dia dapat, mencari pekerjaan lebih baik dari sebelumnya adalah impian bagi setiap orang. Jungkook juga sudah masuk ke universitas semester pertama. Satu tempat dengan pemuda di sampingnya. Keduanya saling tertawa dan satu tempat dengan burung yang bersenang-senang diatas ranting pohon begitu lebat.

"Jungkook. Bagiamana menurut mu tempat ini. Maksudku, kau sudah bukan anak kaya. Kehidupan sederhana di tepi desa yang asri dan damai. Keinginanmu seperti sudah terwujud begitu saja."

Dia merangkul pemuda itu penuh sayang. Senyuman pemuda kelinci itu semakin mengembang dengan dia yang sangat merindukan momen kebersamaan antara saudara. Diantara semua teman-temannya yang melakukan hubungan pacaran sebagai salah satu bentuk menuju kedewasaan. Justru Jungkook menginginkan arti seorang keluarga.

"Kau sangat merindukan dirinya? Aku bisa antarkan dirimu. Aku sudah mengatakan semua pada ayah dan ibumu, mereka mengerti walau masih takut jika kejadian sama terulang."

Hoseok, dia masih setia dengan sumpah dan janjinya. Dia bukan pengawal tapi hanya pemuda yang membuka usaha toko buah kecil miliknya. Semua tabungan dia habis untuk usahanya dan tidak ada kata menyesal sama sekali.

"Benar. Aku sangat ingin bertemu dengan kakakku. Kira-kira dia sedang apa ya?" Jungkook melihat ke depan. Masa dimana seseorang mengalami musibah akan selalu ada. Tubuhnya bersandar nyaman dengan jiwa di dalam dirinya masih terguncang karena masa lalu. Dua tahun berlalu bukan hal panjang untuk dirinya melupakan semua itu.

"Tuhan punya rencana indah untuk setiap hambanya." Kepala mendongak dengan pandangan mata berbinar. Kedamaian dalam dirinya semakin menjadi, hingga terpikirkan masa depan dirinya untuk menikah.

"Suga Hyung, dia dimana ya? Apakah dia menikmati uang hasil pensiunnya? Kudengar dia akan membeli banyak sekali rumah dengan kekayaannya itu." Jungkook ingin mengganti topik. Setidaknya dia masih peduli dengan mereka yang pernah menjadi salah satu keluarga. Pengawal punya masa depan lebih baik dan dia iri. Kalau dia bisa beladiri mungkin dia akan menjadi bagian pengawal presiden.

"Mungkin. Begitu juga Jimin yang mungkin saja sedang menjadi Playboy akibat kelebihan uang." Kekeh nya picik. Dia tidak iri hanya saja membayangkan hal itu saja membuat dia sedikit menerawang ekspresi Jimin yang luwes dalam membuat gombalan maut. "Hahaha! Jimin akan sangat bodoh karena dia mnejadi Playboy. Aku jamin itu hahahaha..."

Descendant (Sad Story Vkook) [END]✓Where stories live. Discover now