8. Ugh

32K 2.1K 34
                                    

"Sudah kukatakan aku tak mau membahas jalang itu kaumengerti?" ia membentakku. Aku hanya diam menanggapi teriakannya itu. Aku tahu, seharusnya aku tak pernah menanyakan hal bodoh itu.

"Harry?" ia melirik. Dan itu membuatnya tampan. Mimik ini adalah favoritku.

"Apa aku memunyai pekerjaan yang menumpuk hari ini?" tanyaku.

"Tidak. Temani aku saja." Oh dia gila! Kenapa juga ia ingin aku temani?

"Jika tidak, aku ingin meminta izin untuk pergi ke kampus. Sebentar saja-mungkin hanya dua jam. Aku harus menyelesaikan beberapa urusan mengenai ujianku." Mohonku padanya. Padahal itu hanya alih-alihku yang sebenarnya ingin segera merasakan Niall. Harry terlihat tidak senang.

"Tidak! Kau harus menemaniku." Tolaknya tegas.

"Menemani untuk apa Harry? Ayolah! Hanya dua jam." Kataku setengah merengek.

"Aku bilang tidak!" tekannya.

"Baiklah. Beri aku alasan kenapa aku harus tinggal?" tanyaku membuat Harry bungkam sejenak dan berpikir. Tapi aku berusaha menunggu jawabannya.

"Karena aku takut. Aku tak mau ditinggal sendirian di kantor." Kau bercanda? Seorang Harry takut ditinggal sendirian di kantor? Aku pun tergelak menahan tawaku sendiri. Ini sungguh tak masuk akal. Itu adalah alibi terbodoh yang pernah seseorang lontarkan padaku.

"Apa ada Casper di sana?" tanyaku setengah tertawa di sela-sela pertanyaanku.

"Biar aku luruskan! Aku tidak takut hantu-dan itu sama sekali tidak lucu." Responnya membuatku memaksakan diriku sendiri untuk tidak melanjutkan tawaku.

Setelah itu cukup lama kami terdiam tak ada topik pembicaraan sampai Harry membukanya.

"Buka ponselku!" perintahnya. Aku menggerak tanganku ke belakang dan mengambil tasnya. Membuka, dan mengambil ponsel di sana. Menekan tombol '6969' yang merupakan kode menjijikannya itu. "Hubungi Mrs. Humer dan katakan apa ia akan ke kantor." Aku mengangguk dan mulai mengetik pesan yang Harry pinta. Sampai... "Telepon saja! Dia kesulitan membaca pesan." Suruhnya. Ya ampun!

"Dia dosenku Harry!" keluhku.

"Lalu kenapa? Kauingin aku yang telepon dan membuatku menabrakkan mobil ini?" ujarnya kasar. Baik! Baik!

Aku memutar bola mataku mengalah. Teleponnya mulai tersambung.

"Ya Harry! Aku menunggumu sedaritadi! Maafkan aku-aku tak bisa ke kantormu! Aku punya segudang kertas untuk kuperiksa. Hey! Tapi kau bisa datang mengunjungiku ke kampus. Aku mohon karena aku benar-benar tidak bisa ke sana. Ya, aku mengerti urusan kita sangat penting, tapi aku benar-benar tidak bisa. Aku tunggu di sini oke? Sampai jumpa!"

Kata Mrs. Humer terburu-buru tanpa membiarkanku berkata terlebih dahulu. Setelah itu pun ia mematikan sambungannya membuat Harry mengerenyit heran.

"Dia tak ada di sana?" tanyanya.

"Dia minta kau agar ke kampus." Kataku sambil tersenyum antusias mengingat aku bisa sekalian menumpang padanya.

"Kau bahkan tak mengobrol dengannya!" ujarnya curiga.

"Dia tak memberiku kesempatan bicara! Dia hanya memintamu agar ke sana karena dia sedang sibuk memeriksa kertas ujian." Dengan itu Harry pun memutar kedua bola matanya dariku dan aku tersenyum senang.

***

Kami pun sampai. Sedikit agak risih memang memakai pakaian formal seperti ini ke kampus. Tapi melangkah bersama Harry membuatku tak begitu mengkhawatirkan penampilanku karena pakaiannya tidak jauh berbeda denganku. Kami berjalan bersama. Ia sama sekali tidak memperlihatkan jika aku adalah bawahannya. Kami benar-benar berjalan bersama, dia mau pun aku tak berusaha saling mendahului seperti tadi.

(TERBIT) Alter EgoWhere stories live. Discover now