38. Holiday With Mom, Huh?

9.1K 1K 74
                                    

Entah kenapa lah ya tiap baca bagian2 dr alurnya aku ngerasa aku yg jadi Brit. Lanjut kannkaaaa wlapun yg lain pd ngilang tp aku tetap stay. Tenang ajaaa;))) @mozachi

Pokoknya cerita ini jgn sampe ke freeze. Seruu bgt abisnyaa!!!! Plis ya ka jgn di apa apain ceritanyaa lanjut terus sampe bikin sequel kalo bisaaaa. Semangat ka @raenitanr

Terimakasih guys atas komentarnya!!! :* all the love
-------+

Kami sampai di depan rumah Freggie. Catnya sudah diganti dengan warna hijau menyala membuat rumahnya tak memiliki perbedaan dengan taman yang kurasa bertambah luas. Di Greyfriars cuaca sangat dingin. Bodohnya aku tak memakai pakaian hangat dan terlebih Ibu. Kini aku merasa malu untuk menatap masa lalu kelamku di sini. Tapi terlalu kejam jika aku hanya mengingat masa pahitku ketimbang menikmati suasananya; seperti bukit-bukit indah, pedesaan dan danau, juga lalu-lalang mobil di jalan raya yang masih jarang terlihat. Sungguh menenangkan kembali berada di sini. Kota metropolitan seperti London kadang membuatku ingin bunuh diri jika sudah terjerat dalam kesibukan dan asap kendaraan yang memuakkan. Di tempat seperti ini, alam hanya mengemis pengunjung untuk memperlambat dan mengambil dalam pemandangan yang mengesankan pada kecepatan normal. Huuh... masa lalu.

Aku membawa dua buah koper besar dan menyeretnya ketika Ibu dengan antusias melangkah ke sana mengabaikanku yang kelelahan. Tapi aku bahagia melihat Ibu yang begitu sumringah menyapa kampung halamannya. Aku menarik napas berusaha mengadaptasikan seluruh organ tubuhku untuk kembali memasuki rumahku dulu. Oh! Kenapa aku harus selalu tergelitik jika menyinggung kata 'memasuki'? aku selalu ingat Harry yang mengatakan itu kepadaku dengan nada dan seringaian cabul yang akan kurindukan selama aku di sini. Betapa aku berharap ia ada di sini dan berlibur bersamaku. Tapi judul di cerita kali ini adalah 'Berlibur Bersama Ibu', tanpa ada nama Harry tertera di dalamnya.

Aku berada di belakang Ibu membuntutinya ketika ia dengan bebasnya membuka pintu rumah. Apa Ibu tidak takut jika Freggie akan meneriakinya maling?

Aku melihat seorang wanita paruh baya hampir terlihat seperti ibuku; hanya saja ia tampak lebih segar daripada ibuku yang sedang sakit. Ia menghampiri kami dengan mata yang terbelalak. Ia berteriak membuat aku dan Ibu bertukar tatap lalu tertawa bersamaan. Freggie yang bertepuk tangan entah ditujukan untuk apa itu lalu merentangkan tangannya untuk memeluk Ibu dan setelahnya aku. Aku hampir tidak bisa bernapas jika saja Freggie tidak segera menarik diri dari tubuhku.

"Ya Tuhan! Kenapa kalian tidak memberitahuku?" keluhnya dengan nada seperti seorang Ibu yang menyambut kedatangan anaknya yang baru saja diculik orang asing.

"Kejutan!!!" Ibu memekik terlalu bersemangat.

"Aku sangat merindukan kalian. Bagaimana kabar kalian?" tanya Freggie sambil membantuku memasukkan kedua koper milikku dan Ibu.

"Kami baik-baik saja Freggie, kau?" Ibu begitu antusias sehingga ia melupakan penyakitnya dan bicara ia baik-baik saja padahal kenyataannya tidak.

"Aku sangat baik. Apalagi melihat kehadiran kalian." Freggie mengerejapkan matanya berulang-ulang seolah masih belum percaya dengan kedatangan kami.

"Freggie, kau kurusan." Aku mengerenyit sambil memutar tubuhnya memerhatikannya dengan seksama. Terakhir kali aku melihatnya ia tak sekering ini. "Kau pasti terlalu kelelahan." Keluhku. Ia terkekeh.

"Aku hanya terlalu sibuk. Apa kau tidak melihat? Toko sayuran dan kebunku bertambah luas dan aku harus menjaganya mati-matian sendirian. Meskipun kini aku memperkerjakan seorang di sana, tetap saja aku yang harus mengurusnya." Cerocosnya sambil bergegas ke dapur. Aku membantu Ibu duduk dan merentangkan kakinya selonjoran di atas sofa butut kami. Aku menggelengkan kepalaku mengingat Freggie belum mengganti sofa sudah berapa tahun lamanya.

(TERBIT) Alter EgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang